Kisah Giok Sempurna Kembali ke Zhao, Rekonsiliasi Jenderal dan Menteri, Permohonan Maaf dengan Ranting Duri, Segel Kekaisaran Turun Temurun... He Shi Bi adalah misteri yang penuh legenda. Selama lebih dari dua ribu tahun, literatur sejarah mencatat banyak dokumen dan legenda tentangnya, serta puisi-puisi para sastrawan. Karena penguasa di setiap dinasti gencar menyebarkan propaganda bahwa "memperoleh Segel Kekaisaran adalah Tanda Takdir Langit" dan "Siapa yang dapat segel itu akan kuasai dunia", He Shi Bi tidak hanya mewakili nilai intrinsiknya, tapi lebih sebagai simbol kekuatan politik dan legitimasi hak suci penguasa.
Aku tentu tahu ini. Melihat si berbulu sengaja menunggu pertanyaanku, aku kesal berkata: "Katakan langsung kalau ada yang mau diomongin!" Tuan Kulit Harimau yang bertengger di bahuku menirukan suara melengking: "Yang suka bikin penasaran, paling menyebalkan..."
Si Berbulu menahanku ke tempat sepi, berbisik bahwa kamu pasti tahu kisah Bian He mempersembahkan giok, tentang pria yang kakinya dipotong. Aku menyebutkan hal ini untuk memberitahumu bahwa bahkan harta selevel He Shi Bi pun, sebelum dibelah, tampak seperti batu biasa. Apalagi giok biasa? Setelah terbungkus magma selama ratusan juta tahun dan perubahan geologi, tak ada instrumen optik modern yang bisa mendeteksinya. Kecuali seseorang telah mencapai alaya-vijnana seperti dalam ajaran Buddha, memahami hukum semesta, tak seorang pun bisa melawan aturan ini.
Berjudi batu giok, pertama mengandalkan pengalaman, kedua mengandalkan nasib, selain itu tak ada cara lain.
Kulihat Xue Rui di depan, bertanya apakah Mata Langitnya bisa melihat isi batu. Si Berbulu tersenyum, "Banyak yang punya Mata Langit. Kalau semua datang berjudi di sini, bukankah panitia akan rugi besar? Kemarin manajer perusahaan Li Jiahui, Lao Guo, bilang ke aku bahwa sebelumnya panitia mencampur banyak batu sampah - beberapa bahkan bukan bongkahan giok asli, cuma tipuan. Uang merekalah yang dihisap dari sini."
Kutatap prajurit bersenjatakan senapan yang berjaga di arena, ingin meludah - benar-benar serakah.
Mengikuti kerumunan orang, kami tiba di stan nomor 105. Di sana terdapat batu berbentuk tidak beraturan sebesar bola basket yang belum dipotong, dengan permukaan kasar berwarna abu-kekuningan. Di bagian belakangnya terdapat retakan kecil seperti garis rambut, dan jika diamati seksama, terlihat kilau hijau pekat yang menyala. Batu bernomor 105 inilah yang sebelumnya dikabarkan mengeluarkan tangisan bayi di malam hari serta menampakkan siluet binatang buas.
Sebelum datang, kami telah mempelajari bahwa kekuatan Qilin Tai dalam memisahkan kesadaran spiritual dan menstabilkan jiwa berasal dari sifatnya sebagai ciptaan alam yang ajaib. Kepercayaan paling kuno di Tiongkok kuno adalah politheisme yang meyakini segala sesuatu memiliki sifat spiritual - hewan bisa menjadi siluman, tumbuhan menjadi jin, bahkan batu pun dapat memiliki energi spiritual. Giok sebagai simbol junzi (manusia bijak) yang telah menyerap budaya Tiongkok selama lima ribu tahun, tentu bukan benda biasa. Giok dipercaya dapat merawat tubuh manusia, dan para praktisi Tao menggunakan batu giok sebagai alat ritual. Qilin Tai konon adalah kehidupan yang lahir dari giok, mirip seperti Monyet Legendaris yang muncul dari Batu Lima Warna.
Tentu saja kisah Monyet Legendaris itu hanyalah mitos, namun Qilin Tai benar-benar pernah ada, sama seperti Giok Ikan Kembar yang terkenal (untuk ini silakan cari di Baidu, artikel ini tidak akan menjelaskan lebih lanjut).
Batu giok yang mengandung Qilin Tai, setelah dibelah, pasti memiliki warna murni seperti kaca, jernih dan transparan. Di bagian tengah batu giok, akan terbentuk secara alami wujud plasenta qilin yang hidup dan memukau, seolah-olah mencuri keindahan alam. Jika digenggam dan dirasakan dengan saksama, akan terasa ritme napas seperti janin, memberikan kesan kehidupan. Dengan menaruh Qilin Tai di mulut Paman Ketiga dan membuka jarum oleh Harimau Kucing Besar (Tuan Kulit Harimau), asalkan tekniknya cepat tanpa memperhatikan urutan, keesokan harinya akan bangun seperti biasa. Sementara dengan menempatkan Duoduo di dalamnya, kekuatan lembut dan harmonisnya dapat memisahkan Duoduo dengan Duoduo Si Siluman, satu tetap sebagai arwah roh halus, satunya lagi sebagai tubuh giok.
Namun pada batu sebesar bola basket ini, saat kuperhatikan dari celah kerumunan, tak kulihat keistimewaan apapun.
Tapi seperti kata Si Berbulu, di saat-saat terakhir, siapa yang tahu jawabannya? Mungkin hanya Tuhan yang tahu.
Bukan cuma kami yang menatap batu ini. Stan ini dipadati lebih dari dua puluh orang yang menjulurkan leher. Kupingku terasa panas, kumenoleh dan melihat Katou Genji berbaju kasual putih memandangku dengan mata setengah terpejam. Benar-benar hantu yin yang tak mau pergi. Meski tak tahu efek Qilin Tai bagi kakaknya yang sudah jadi "tanaman", jika dia benar-benar ingin ikut lelang, pasti tak akan melewatkan batu ini di antara semua batu giok mentah.
Aku mengabaikan tatapan merajuknya, memalingkan kepala. Tuan Harimau Kucing Besar yang tidak nyaman ditatapi langsung memaki: "Ngapain lo liat-liat? Liatin ***** ibuk lo kali! Jepang!" Begitu kata-katanya meluncur, wajah Katou Genji langsung berubah pucat dan memerah. Ia tak bisa berbuat banyak, mana mungkin berdebat dengan seekor burung? Ia menunjukku dengan geram lalu pergi. Tuan Harimau Kucing Besar masih terus memaki-maki: "Banci! Lembek! Dasar Jepang kerdil..."
Para pedagang dari China di sekitar melihat Tuan Harimau Kucing Besar menghina dengan lepas, tertawa terbahak-bahak sambil bertepuk tangan. Seorang pria gemuk mendekatiku sambil tersenyum, "Saudara, burungmu ini jago banget ngatain orang... Dijual nggak?"
Tuan Harimau Kucing Besar memalingkan kepala dengan angkuh, "Orang gemuk, aku jual keterampilan bukan tubuh. Minggir lo bangsat!"
Gelak tawa kembali memecah ketegangan. Pria gemuk itu tak marah, malah memberi thumb up padaku, "Jago lo melatih. Kakatua cabul ini gemuk dan lucu." Kuserahkan senyum palsu, punggungku basah keringat dingin. Diam-diam menghasilkan uang banyak, itu prinsip hidupku. Tuan Harimau Kucing Besar yang terlalu mencolok ini pasti akan mendatangkan masalah.
Kusesali keputusan membawa 'tabung mesiu' ini berdiri di bahuku.
Membuatku tampak seperti preman yang memelihara burung.
Aku meninggalkan keramaian ini lalu berbalik ke arah lain. Paman yang sering berkelana ke selatan-utara juga pernah melihat giok dan batu, melirik sebentar lalu berhenti menatap, hanya menunggu ada yang menawar untuk membelah batu itu guna memastikan apakah benar-benar Qilin Tai. Kami bertiga yang berisi hantu pun berkeliling sambil pura-pura melihat batu dan berbelanja.
Harimau Kucing Besar (Tuan Kulit Harimau) mengibaskan sayapnya lalu berpindah ke bahu paman.
Batu-batu di sini harganya mulai puluhan ribu hingga ratusan juta, bahkan miliaran. Kami bertiga hantu miskin ini hanya membawa uang pas-pasan, sebagian besar masih numpang dari Bos Gu dan Li Jiahui. Orang kaya punya niat baik, orang miskin punya niat jahat - demi Duoduo dan Paman Ketiga, kami terpaksa jadi perampok yang tak kenal aturan kali ini.
Setelah berkeliling, hatiku agak berkabut: Dulu saat pertama merantau ke selatan, gaji bulanan tak sampai ratusan yuan saja sudah merasa lebih baik daripada bertani. Lalu berjuang dengan gigi terkunci di tanah asing, baru tahu betapa sulitnya hidup. Kini tak perlu pusing soal uang lagi, bisa jalan-jalan sesuka hati. Tak disangka di Myanmar - negara tetangga Asia Tenggara yang terbelakang ini, di pameran selayak pasar sayur, kusaksikan batu-batu bernilai ratusan juta terpajang di depan mata.
Keajaiban Hidup terletak pada keberadaan hal-hal tak terduga yang selalu ada, sementara masa depan tetap tak dapat diprediksi.
Xue Rui muncul di sampingku, memanggilku dan bertanya: "Sedang melamun apa?"
Aku menoleh memandangnya. Hari ini Xue Rui mengenakan gaun mini putih, rambut hitamnya yang berkilau diikat rapi memperlihatkan leher jenjang putih bak angsa. Matanya menyipit, telinga kemerahan yang menunjukkan kesehatan terlihat bergerak halus. Aku tersenyum dan berkata: "Aku sedang memikirkan satu pertanyaan. Bisakah kamu melihat apakah ada giok tersembunyi di dalam batu mentah ini? Jika iya, aku rela menghabiskan seluruh hartamu untuk memintamu memilihkan satu batu, lalu membelinya dan menunggu nilainya melambung."
Dia menjawab: "Baiklah, aku akan membantumu melihat."
Aku bergoyang-goyang mengikutinya dengan girang, sementara di sampingnya ada seorang bodyguard wanita berwajah tegas dengan alis tajam seperti pedang yang mengikuti dengan ekspresi serius. Saat tiba di booth pameran nomor 57, Xue Rui menunjuk sebuah batu seukuran bokong di lantai: "Ini." Aku berjongkok mengamati. Batu itu telah diampelas di salah satu sisinya, memperlihatkan semburat hijau pucat. Sebagai orang awam dalam hal berjudi batu giok, melihat warna hijau ini justru membuatku ragu. Kemarin saat makan malam, aku mendengar mereka membahas mantra-mantra seperti "Jangan menilai warna di bawah lampu", "Lebih baik beli garis tipis daripada bidang lebar", dan "Tak ada retakan yang tak ditutupi hiasan". Aku tahu semakin jelas warna hijau ini, harganya semakin mahal. Tapi ketika batu dipecahkan, mungkin hanya lapisan tipis yang ada, membuat hati bergetar karena kerugian.
Xue Rui mengatakan dia juga tidak bisa melihat kualitasnya, hanya batu yang retak ini mengeluarkan kilau giok yang sangat pekat menurutnya, jadi dia memberi saya petunjuk.
Saya bertanya berapa tawaran tertutup yang perlu diajukan untuk batu ini? Xue Rui menggelengkan kepala tanda tak tahu, sedangkan pria di sampingnya dengan logat Mandarin selatan tertawa, berkata, "Untuk batu ini, kalau mau menawar 200 ribu, mungkin bisa jadi milikmu!" Saya langsung muram, Astaga, batu rusak begini harganya 200 ribu? Aku benar-benar tak sanggup. Xue Rui malah tersenyum, bilang harganya masih murah, uang angpao tahun barunya saja sudah cukup. Dia tanya apakah saya mau beli, saya menggeleng kaku.
Dia berkata, "Oh, nanti aku akan ikut tender."
Kami berkeliling beberapa putaran lagi, sesekali melihat kerumunan orang berdiskusi. Xue Rui bertanya lagi apakah saya mau main ke "Pagoda Emas Besar"? Saya menggeleng, dia menggerutu, "Kalian ini, datang ke sini tidak mau jalan-jalan, benar-benar membosankan!" Saya mengangkat bahu tanpa bicara. Tujuan kami ke sini sebenarnya untuk mencari Qilin Tai. Kalau batu itu benar, kami harus merencanakan operasi besar. Kalau bukan, kami harus buru-buru ke Chiang Mai, Thailand mencari Bhante Banjong itu. Nyawa taruhannya, mana sempat memikirkan kesenangan hidup?
Aktivitas pagi hari segera berakhir. Pedagang yang sudah punya perhitungan mulai mengisi formulir tawaran tertutup dan bergegas ke loket tender.
Sore harinya, kepemilikan batu-batu mentah besar kecil ini akan diketahui.
Tapi kepastian kepemilikan batu nomor 105 baru bisa diketahui besok sore.
