Aura ini bagai angin topan kategori 10 menerpa. Hembusan anginnya begitu kuat hingga hanya satu hal yang terpateri di benak kami semua: Xiao Heitian telah siuman.
Lari! Lari! Lari!
Ini sudah bukan kekuatan manusia biasa yang bisa ditandingi. Semua orang yang ada di tempat itu tidak memiliki tekad untuk melangkah lebih jauh. Wu Wulun yang paling tegas, dengan mengibaskan kedua tangannya, mengarahkan 20-an kelelawar vampir terakhir yang menempel di tubuhnya untuk terbang menuju kolam darah. Sementara dirinya sendiri berbalik dan berlari secepat mungkin ke pintu besi gudang. Pintu besi itu telah terbuka selama pertempuran sengit tadi, dan di sanalah jalan tercepat menuju pintu keluar. Mungkin ada tujuan lain dalam ekspedisi ini, namun semua itu menjadi tidak penting dibandingkan nyawanya sendiri.
Wu Wulun adalah pria yang sangat percaya diri, tetapi saat melarikan diri dia tidak ragu-ragu sama sekali. Hal ini membuktikan bahwa dia memang memiliki kelebihan yang luar biasa.
Tujuan kami juga sudah tercapai. Saat ini tidak ada beban psikologis lagi, kami pun ikut kabur secepatnya. Hanya biksu kecil bernama Tanuo yang ragu-ragu melirik gerbang batu sebelum akhirnya mengikuti kami melewati pintu. Dari pintu gudang ini, jarak lari ke mulut lereng di ujung tidak terlalu jauh. Dengan kecepatan kami, hanya setengah menit sampai di sana. Aku mendengar teriak penuh kelegaan Xue Rui, lalu gadis kecil itu berlarian gembira untuk menopang tubuh Si Berbulu yang tersandung-sandung.
Persis saat kami masih gemetaran ketakutan, Wu Wulun tiba-tiba berteriak beberapa perintah ke pria berkulit gelap yang ditugaskan berjaga. Tanpa ragu, pria itu mengeluarkan kotak plastik dari pelukannya, menekan sesuatu, lalu langsung terjengkang ke tanah.
Aku mulai curiga di hati, belum sempat berpikir, tiba-tiba mendengar serangkaian ledakan dahsyat dari mulut lereng, gedebuk, seketika seluruh ruangan bergetar. Aku terdorong jatuh ke tanah oleh gelombang udara ganas, menoleh ke belakang, jalan yang kami lalui sebelumnya sudah tertutup oleh bebatuan berserakan.
Wu Wulun baru sekarang berlutut, mulutnya memuntahkan darah segar bertubi-tubi.
Sambil muntah darah, dia terus memberi perintah. Orang yang bertanggung jawab di lokasi (pria setengah baya lima puluhan, sebut saja kakek tua) segera memerintahkan anak buahnya untuk menyiramkan cairan berminyak ke mulut terowongan yang runtuh. Beberapa orang menarik kami menjauh, belum sampai sepuluh meter, terlihat seseorang menggunakan penyembur api untuk membakar minyak yang mengalir di antara bebatuan. Nyala api segera menjalar membakar hebat, kemudian para prajurit mulai melempar ranting pinus dan kayu bakar yang sudah disiapkan sebagai bahan pembakar. Angin gunung berhembus masuk melalui mulut gua, asap tebal menyusup melalui celah-celah batu yang meledak, mengepul masuk ke dalam.
Kami masih terpaku oleh aura dingin menusuk tulang yang tadi, pikiran seperti membeku. Tak disangka Wu Wulun sudah mempersiapkan segala kemungkinan: Jika gagal, masih bisa menutup tempat ini dengan daya ledak bahan peledak, lalu menggunakan pembakaran suhu tinggi untuk menghabiskan oksigen di markas bawah tanah, ditambah asap tebal yang akan mencekik makhluk hidup di dalamnya sampai mati.
……
Tidak! Ini tidak beres!
Aku teringat, di dalam selain kelompok Sakulang yang pantas mati, masih ada Bhante Banjong, Xiong Ming, dan lebih dari 40 wanita yang kami selamatkan yang diculik ke sini. Efek api dan asap terhadap Xiao Heitian yang telah bangkit masih belum diketahui. Tapi bagi mereka yang berdarah manusia, selain Bhante Banjong yang kekuatannya tak terukur, kupikir tak ada yang bisa selamat.
Rupanya bukan hanya aku yang memikirkan kemungkinan ini. Biksu kecil Thanon tiba-tiba bangkit, mengulurkan tangan menghentikan prajurit yang melempar bahan bakar ke api, berteriak sesuatu. Aku berlari ke Wu Wulun yang baru muntah darah, berkata dengan suara berat: "Ahli Spiritual Wulun, di dalam kami menemukan lebih dari 40 wanita terjebak! Xiong Ming dan dua prajuritmu masih menunggu bantuan! Tidak boleh terus membakar!"
Wu Wulun tidak menghiraukanku. Ia berbicara dengan orang di sampingnya. Xue Rui menerjemahkan: "Dia bertanya apakah sudah terhubung dengan luar? Jawabannya belum, sinyal di gunung buruk..." Mendengar kabar buruk ini, Wu Wulun bangkit mendadak, menunjukku marah: "Orang China! Ini wilayahku! Aku tak perlu kaujari cara bertindak! Tarik kembali simpati sia-siamu itu! Pikirkan bagaimana kami bisa bertahan hidup!"
Aku tadi sedang bertarung dengan ilmu kepala terbang, jadi tidak tahu bagaimana Wu Wulun terluka. Aku hanya melihatnya berteriak keras ke arahku, darah dari mulutnya menciprat ke wajahku. Karena emosinya meluap, dia terus-menerus batuk. Komandan militer di sampingnya mengeluarkan pistol dan menekankannya ke dahiku sambil memaki-maki sesuatu.
Sudah beberapa waktu aku di Myanmar, aku tahu arti ini: Pergi!
Api di mulut reruntuhan semakin hebat, lidah api menggeliat menciptakan suhu tinggi yang ekstrim. Biksu kecil juga ditodong senjata oleh seorang tentara dan digiring keluar. Kami tidak tahan panas, akhirnya terpaksa mundur ke mulut gua. Paman di sampingku menghela napas pelan. Dia sudah mendengar dari Si Berbulu bahwa biksu tua itu adalah Bhante Banjong dari Wat Chedi Luang yang telah dicarinya ke seluruh Thailand. Saat Qilin Tai masih belum ada kabarnya, biksu tua beralis panjang ini adalah harapan terbesar untuk kesembuhan Paman Ketiga. Namun harapan itu telah kami tinggalkan hidup-hidup di bawah tanah.
Si Berbulu melihat kami murung, menghibur bahwa Bhante Banjong sedang mengejar Li Xin keluar melalui gerbang batu. Siapa tahu orang nomor lima itu mengetahui pintu keluar lain di sini, mungkin dia tidak mati.
Aku semakin sedih mendengar perkataannya: Xiong Ming masih menunggu di penjara untuk kuselamatkan. Pria paruh baya dari suku Miao yang polos ini selalu menganggap kami sebagai sahabat tepercaya. Namun jika api terus membakar, dia dan orang-orang di dalam pasti tewas. Selain terowongan yang runtuh dan kobaran api, Xiao Heitian telah bangun lebih cepat karena Energi Dendam para wanita yang tewas di altar putih.
Seberapa hebat Xiao Heitian? Aku tak tahu pasti. Tapi dari sekilas aura yang terpancar, sudah jelas kami tak punya celah untuk melawan.
Wu Wulun tak berhenti. Dengan sigap ia mengumpulkan dua bawahannya yang paling andal untuk merencanakan rute evakuasi. Sementara beberapa tentara berjaga-jaga, yang lain masih seperti semut yang tak kenal lelah - melemparkan bahan bakar yang mereka kumpulkan ke dalam lautan api. Saat keluar dari pintu pangkalan, kami melihat Katou Genji berdiri di bawah pohon besar tak jauh, menatap muram ke kejauhan.
Di tengah kebimbangan kami, langit yang gelap tiba-tiba menggema oleh raungan rendah.
Seekor makhluk mirip ayam betina gemuk tiba-tiba muncul dalam pandangan kami.
Tuan Kulit Harimau terbang dengan gerakan terayun-ayun, melihat kelompok kami langsung memaki: "Goblog, kalian para bangsat ini kura-kura ya? Aku susah payah mengalihkan ular naga itu, kalian malah diam di tempat? Mau bikin ulah apa? Apa perlu kuberitahu kalau BMW kesayanganku sudah mati? Lho, kok si brengsek kecil ini muncul?"
Melihat binatang berbulu pipih ini, suasana hati kami agak membaik. Kami segera menjelaskan situasi.
Tuan Kulit Harimau mendengar setengah cerita langsung ngamuk: "Goblog! Ngapain belum kabur? Urusan ada orang atau enggak di dalam itu mah remeh! Xiao Heitian berani kalau sentuh? Dulu aku... Sial, dia datang!"
Rentetan makian Tuan Kulit Harimau membuat kami tersentak sadar: Buat apa sedih? Lebih baik selamatkan diri dan laporkan kejadian ini. Tapi saat kami hendak kabur, bayangan hitam panjang tiba-tiba menyembul dari kaki gunung menerkam bocah Jepang di pinggiran. Awalnya dia masih melankolis memandang kampung halaman, tapi mendadak ketakutan mundur teratur, nyaris ditelan mulut naga.
Aku melihat sosok ular naga yang muncul dari kegelapan, sangat mirip dengan ular sanca. Di atas kepalanya terdapat tonjolan mirip tanduk lurus berwarna abu-abu pucat seperti tulang. Jika nantinya tumbuh dua cakar elang di punggungnya, ia akan mengalami transformasi total dan layak disebut sebagai naga sejati.
Tapi untuk saat ini, ia masih hanya bisa disebut ular naga biasa. Perbedaan antara naga sejati dan ular naga bagaikan langit dan bumi.
Namun dibandingkan denganku, ia tetap merupakan gunung megah yang tak tertandingi.
Di detik-detik genting itu, bayangan hitam tiba-tiba muncul dari samping dan menebaskan pedang ke arah ular naga emas itu. Aku segera menerjang ke depan, menarik Katou Genji ke samping. Kami berdua terjatuh bergulingan. Ia melirikku dengan ekspresi rumit, lalu menoleh ke belakang. Shikigami terakhirnya yang berhasil membuat goresan tipis di kepala ular naga itu justru disambar rahang reptil raksasa itu dan dikunyah bulat-bulat.
Bocah Jepang itu menggigil hebat, air mata berlinang deras di pipinya seolah dilanda kesedihan mendalam.
Kemunculan ular naga emas ini langsung menarik perhatian Wu Wulun dan pasukannya. Para prajurit tanpa peduli risiko tembak sembarangan langsung melepaskan rentetan tembakan ke arah reptil yang sedang merayap itu. Kami segera berguling menghindar, merasakan desingan peluru melintas tepat di atas kepala.
Ular Naga Emas ini tidak diketahui sudah hidup berapa lama, hampir menjadi makhluk gaib. Begitu melihat kekuatan serangan Wu Wulun yang paling mematikan, ia langsung bergerak cepat. Dengan tubuh bagian atas sepanjang lima enam meter yang tegak, ia langsung menyerbu ke arah tiga empat prajurit di mulut gua. Para prajurit itu terus menembak sambil mundur. Ketika ular sepanjang belasan meter itu mendekat hingga sepuluh meter dan serangan mereka tidak efektif, moral mereka langsung runtuh. Mereka berbalik lari ke dalam, tapi belum dua langkah langsung digigit. Dengan raungan kesakitan, mereka dilempar ke api unggun yang berjarak empat lima puluh meter.
Mereka terus menambahkan kayu bakar ke api itu, tak menyadari bahwa mereka sedang mempersiapkan kuburan sendiri.
Wu Wulun dan anak buahnya yang terperangkap di dalam gua praktis sudah pasti mati. Dengan luka parahnya dan anak buah yang tak mampu melawan Ular Naga Emas itu, situasinya sangat kritis. Tuan Harimau Kucing berputar-putar di atas sambil berkata "Cepat lari!". Tiba-tiba bayangan seseorang berlari kencang menerjang masuk ke gua. Aku terkejut—itu Si Berbulu! Apa yang membuatnya negeri begini? Tadi masih terlihat terluka dan lemah, tapi begitu melihat cacing raksasa ini langsung mengorbankan nyawa?
