Aku ini orang yang tidak takut langit maupun bumi, tapi takut pada nenek RT yang keras kepala dan tidak kenal kompromi.
Orang seperti ini memang keras kepala, tidak bisa dipukul maupun dimaki, punya prinsip yang kuat. Membayangkan konsekuensi kalau sampai ketahuan, kulihat Mercedes merah itu sudah menghilang di ujung jalan. Takut nenek ini memanggil lebih banyak orang, terpaksa kumanjat turun dengan enggan.
Bangunan ini dibangun tahun 90-an. Aku berada di lantai lima. Di bawah ada banyak AC eksternal dan kanopi pelindung matahari, plus beberapa pipa drainase. Selama setahun terakhir, kemampuanku berkembang pesat. Kelincahanku seperti monyet, melompat beberapa kali, lalu langsung meluncur turun.
Kelincahanku yang atletis ini membuat nenek bermerkur lengan merah itu terkejut. Melihat efek yang biasanya hanya ada di film, dia spontan mundur beberapa langkah siap berteriak minta tolong.
Di detik-detik genting itu, tanganku merogoh ke dalam pelukan dan mengeluarkan kartu identitas bermotif Lambang Negara.
Ini pertama kalinya sejak menerima kartu pegawai ini, aku menggunakannya.
Dengan suara berat kukatakan: "Nek, jangan heboh. Aku sedang menjalankan misi. Jangan berisik, nanti mengganggu ular dalam semak!" Meski wajahku berparut, keseriusanku memancarkan aura (energi positif), bisa menyaingi wajah persegi Guo Tianning.
Entah karena kelincahanku atau sorotan Lambang Negara itu, nenek itu benar-benar terpana. Dengan ragu dia mengambil dokumenku, membaca perlahan: "Staf Bagian Dua Biro Agama Kota Dongguan, Provinsi Selatan... Lu Zuo?"
Matanya bolak-balik membandingkan foto dan wajahku. Tiba-tiba dia meraih tanganku, keriput dan bintik-bintik tuanya bergetar marah: "Pemuda berani menipuku! Pegawai Biro Agama dari provinsi selatan kok merayap jendela di Yingtan? Hantu saja percaya! Ayo, ikut ke kantor polisi!"
Lao Tai mencengkeram sangat erat, menggenggam kerah mantelku dan tak mau melepas. Tubuhnya pendek, membuatku yang tinggi ini harus membungkuk.
Di waktu ini tidak banyak orang di sekitar gedung, tapi ada beberapa yang numpang lewat. Meski tak melihatku mendarat darurat, mereka mulai berkerumun. Kulit kepalaku mati rasa. Saat bingung, Xiao Qi datang dan menahan nenek kecil ini, "Bu, tunggu sebentar. Pak Polisi Xie dari kantor polisi akan datang dalam 3 menit. Kita bicara di luar, di sini terlalu ramai."
Aku blank, tak tahu dewa apa yang diundang Xiao Qi dalam waktu sesingkat ini.
Nenek itu setengah percaya, membubarkan kerumunan, lalu mengikuti kami ke pos satpam. Tak lama kemudian, mobil polisi datang tergesa. Turun polisi paruh baya berperut buncit yang langsung menghampiri si nenek.
Memang seragam memberi wibawa. Nenek itu melirik kami ragu, lalu datang meminta maaf: "Maaf ya, ternyata air bah menerjang kuil naga. Keluarga tak saling mengenal. Sebentar saya jelaskan ke mereka."
Nenek super bertanggung jawab ini menggosok-gosokkan tangannya sambil pergi. Sementara Pak Polisi Xie menjabat tanganku: "Xie Yuxuan, teman Lao Cao."
Baru kuingat, dialah teman polisi Lao Cao yang mengurus KTP di kantor polisi itu. Cepat-cepat kujabat tangannya.
Xie Yuxuan memberitahuku bahwa dia sudah berbicara dengan nenek Sun Chengru, dan memastikan Li Qin tidak akan tahu bahwa kamu pernah mengunjungi rumahnya.
Kalian pergilah, aku tidak bisa meninggalkan tempat ini. Bantuan yang bisa kuberikan hanya sebatas ini.
Aku berjabat tangan lagi dengannya, mengucapkan terima kasih berulang kali sebelum kembali ke mobil bersama Xiao Qi.
Xiao Qi memandangiku dengan penuh kekaguman, "Lu Zuo, tak kusangka keahlianmu luar biasa! Dari lantai lima setinggi itu, kau langsung turun gesit seperti pasukan khusus di TV. Keren sekali!"
Aku tersenyum getir, "Siapa sangka nenek tua itu muncul dan lenyap seperti hantu, bahkan sempat menjebak kita. Kalau bukan karena pasukan bantuan yang kau datangkan, pasti kita ketahuan."
"Kalau sampai ketahuan, Qing Xu pasti bakal bersembunyi dan semua usaha kita sia-sia."
Xiao Qi memutar kemudi, mengarahkan mobil ke hotel yang kami tempati di sekitar sini.
Aku duduk di kursi penumpang depan, mengeluarkan ponselku.
Di akhir tahun 2008, aku menggunakan Nokia N95 baru dengan kamera 5MP. Foto Qilin Tai di dalam brankas terlihat jelas, membuat hatiku sakit teringat setiap momen bersama Duoduo Si Siluman: sifatnya yang manja tapi sesekali lembut, sikapnya yang bermulut pedas tapi berhati lembut. Begitu banyak kenangan, dan sekarang dia terjebak menunggu penyelamatanku...
Tekanan ini begitu menyiksa. Ingin rasanya segera menemukan Qing Xu dan membebaskan Duoduo Si Siluman kembali ke pelukanku.
Si pembuat onar kecil ini, ke depannya aku takkan lagi melepasnya pergi dariku. Kalau tidak, entah masalah apa lagi yang akan dibuatnya.
Kembali ke hotel tempat kami menginap, Yiwen dan Lao Wu tidur di kamar. Lao Ding dan Cao Yanjun belum kembali. Tuan Kulit Harimau yang terus tertidur lelap juga tak terlihat jejaknya.
Setelah lebih dari setengah jam, Cao Yanjun kembali membawa amplop kertas cokelat yang ditaruhnya di meja. Ia mulai bercerita tentang latar belakang villa pemandian air panas itu: "Latar belakang resminya sulit ditelusuri. Yang jelas, pengelola awalnya adalah pedagang kecil yang dulu berbisnis persembahan leluhur. Setelah dapat investasi, dibangunlah tempat ini. Bosnya bernama He Jundong, pria gemuk besar. Tapi dia punya teman bernama..."
Ia sengaja berhenti sejenak, memandang kami berkeliling. Aku tak memberinya kesempatan bermain tebak-tebakan: "Qingxu?"
Ia mengangguk, "Ya, Qingxu. Mereka teman main sejak kecil."
"Bisa dikatakan, selain saham kering yang diambil pihak atas, setidaknya lebih dari separuh saham villa ini milik Qingxu. Desain arsitektur pemandian air panas ini juga dia yang awasi pembangunannya."
Aku menarik napas dalam: "Lapangan sebesar ini pasti butuh investasi besar. Bukannya dia sedang kesulitan uang sampai harus menjual Fu berharga miliknya?"
Cao Yanjun menggeleng: "Itu yang tidak kami tahu. Yang pasti sebagai dalang, jika benar seperti yang kau dan Kucing Besar katakan, pasti ada keanehan di villa ini."
Tidak heran ilmu Tao-nya semakin hebat, ternyata dia menyerap begitu banyak nasib pelanggan.
Ia berhenti sejenak, bertanya padaku: "Kau ingin tahu bagaimana penampakan Qingxu sepuluh tahun lalu?"
Aku bingung, "Memang kenapa?" Dari map dokumen dia mengeluarkan foto lama seorang pendeta Tao berwajah tirus dan bermata licik.
Cao Yanjun menyeringai dingin, "Sekarang dia terlihat seperti cowok ganteng yang anggun, tapi kau tak bisa bayangkan betapa janggalnya dulu."
Kami berunding lama di kamar tentang acara lelang Fu besok malam. Karena belum pernah ikut sebelumnya, ini agak rumit. Entah dari mana harus memulai investigasi.
Bahkan jika bertemu Qingxu, sulit bertindak di depan umum. Menangkapnya pun belum tentu bisa memaksa informasi lokasi Duoduo Si Siluman. Inti masalahnya: di mana sarang Qingxu?
Sekitar pukul tiga lebih sore, Si Berbulu kembali ke hotel. Dia menyodorkan dua bilah bambu hijau zamrud berukir indah: "Tiket masuk sudah didapat. Kita hadiri tepat pukul enam besok sore."
Ini untukku dan dia. Cao Yanjun dan Qingxu saling mengenal, lebih baik dia jadi pendukung di belakang layar.
Kukaji bilah bambu di tanganku, lalu kulempar-lempar: "Ukiran si anjing ini memang bagus. Kalau jadi mantan pendeta Tao, dia bisa jadi pengukir kerajinan. Masih ada jalan hidup."
Di samping, Lao Wu yang baru saja siuman mulai mencibir, mengatakan orang ini terlalu berlebihan, bukankah hanya menjual beberapa lembar jimat? Buat apa mengadakan acara lelang? Dasar lacur suka bertele-tele! Yi Wen menggelengkan kepala, berkata: "Lao Wu kamu salah, talisman Qingxu sangat efektif. Tidak hanya seluruh Jiangbei Utara, bahkan beberapa provinsi sekitarnya banyak orang kaya yang datang khusus, bahkan Hong Kong dan Taiwan tahu tentang orang ini."
Orang ini juga licik, 20% dari transaksi selalu disetorkan tanpa kecuali, inilah yang membuat Gunung Naga Harimau tutup satu mata.
Segala sesuatu di dunia mematuhi hukum kekekalan energi, metafisika pun tidak terkecuali.
Sebelumnya aku masih penasaran dengan rahasia produksi massal jimat Qingxu, tapi melihat tata letak villa pemandian air panas ini, sepertinya bisa menebak banyak hal.
Aku menceritakan pengalaman hari ini di rumah Li Qing kepada Si Berbulu, dia menggeretakkan giginya sambil berkata: "Ternyata benar, Duoduo benar-benar ditangkap."
Meskipun di mata Duoduo dia dianggap sebagai paman aneh, ini tidak bisa menghentikan sang paman dari kecintaan pada lolita.
Kita harus melawan! Apa pun itu Gunung Naga Harimau, apa pun itu koneksi gelap, kita bersumpah akan menyelamatkan Duoduo Si Siluman!
Siang hari itu kami mulai merencanakan strategi untuk besok malam, menganalisis langkah demi langkah, mengerahkan personil.
Menjelang sore aku menemui Si Wajah Kotak yang sebelumnya kutinggalkan, memberinya tugas: Besok malam menyusup ke villa pemandian air panas, mencari kotak kayu bertuliskan jimat, kantong kain atau benda lain. Jika tidak ditemukan, dengarkan kode rahasia kami, cari kesempatan menciptakan kekacauan.
Meski sangat tidak mengerti dengan instruksi saya, Wajah Kotak tetap memilih untuk melaksanakannya dengan teguh.
Saya memberitahunya, hal ini jangan sampai bocor ke anggota lain dalam timnya sebelum aksi besok malam. Jika kabarnya bocor lebih awal, saya jamin tak ada seorang pun di dunia yang bisa menyembuhkan racun gu di tubuhnya. Saya bersumpah, frasa "mati mengenaskan" benar-benar bukan dibuat untuk menakut-nakuti orang.
Wajah Kotak terus-menerus mengangguk, berkata kamu harus menepati janji, kalau tidak usaha kami sia-sia belaka.
Saya mengangguk dan berkata tenang saja, saya tidak akan menipumu dalam hal ini.
Setelah pembicaraan ini, saya menyuruhnya pergi.
Malam itu saya agak insomnia, memaksa diri memejamkan mata dan tidur untuk mengumpulkan tenaga. Duoduo yang tahu besok adalah hari penyelamatan Kakak Siluman, semakin giat bermeditasi sambil bersila.
Di malam dingin nan menusuk, bulan separuh bengkok menggantung di langit kelam.
Keesokan harinya, kami kembali ke kota tua Shangqing. Setelah merapikan barang di penginapan, memilih beberapa benda berguna dan mempersiapkan diri, pada sore hari saya mengemudikan SUV hitam Cao Yanjun membawa Si Berbulu dari Guixi menuju Villa Pemandian Air Panas.
Dari jauh terlihat lentera menyala di gerai gapura. Pintu utama tertutup rapat, namun sesekali mobil mewah berhenti di pelataran. Petugas memandu tamu masuk melalui pintu samping.
Sambil menarik napas dalam-dalam, saya menyetir mobil menanjak lereng itu.
Duoduo Siluman, aku datang! Di mana kamu?!
