Tingkat kemampuan yang kusimpan rapi di hati, ditendang si lacur Lao Guang tanpa aba-aba ini sampai terlempar ke Pulau Jawa.
Saat itu, seorang anggota Pasukan Khusus Naga Merah mengingatkanku: "Orang paling menyebalkan di kompi kami adalah Lao Guang ini. Menjebak orang itu sudah jadi kebiasaannya, kita harus selalu waspada!" Waktu itu hubungan kami sedang akrab. Aku sering menanyakan soal latihan pasukan padanya. Ekspresinya terlihat ramah seperti teman masa kecil, membuatku mengira dia orang jujur.
Tak disangka, dia langsung main licik di awal pertarungan, mengeluarkan jurus ini.
Begitu mendarat, aku segera berguling ke samping lalu bangkit. Kedua tangan menangkis ke depan, langsung menghadapi pukulan mematikan "Harimau Hitam Mencabut Hati".
Seluruh tubuhku bergetar hebat. Kurasakan bukan hanya kekuatan luar biasa, tapi juga ledakan tenaga yang menggunakan metode Qigong keras. Mirip dengan pukulan inchi ala Bruce Lee walau tekniknya berbeda.
Tapi saat aku mundur beberapa langkah dan stabilkan posisi, dia tiba-tiba menyatukan tinju dan memberi hormat formal.
Baiklah, setelah Si Berbulu, kini aku punya lagi teman ber-muka-tembok seperti ini.
Benar-benar karakter unik. Senyum mengembang di wajahku. Ku-longgarkan otot sambil melindungi titik vital kepala. Mataku tak lepas mengawasi si tua licik ini, sementara separuh kesadaranku menyebar merasakan Qi yang Mahatahu di angkasa.
Kekalahan Raja Perang secara alami membuat Lao Guang waspada. Begitu melihat ekspresi serius dan kesadaran yang mulai kabur di wajahku, dia langsung tahu aku akan menggunakan jurus besar "penyatuan manusia dengan alam semesta" pada gadis itu. Tanpa ragu, dia langsung menerjang ke arahku.
Jika Raja Perang diumpamakan harimau ganas, maka Lao Guang adalah macan tutul yang berlari di hutan.
Sebagai makhluk darat tercepat di planet ini, perumpamaan ini sangat tepat untuk menggambarkan Lao Guang.
Meski tak pernah belajar latihan Tao untuk kesehatan, bakat alaminya membuat tubuhnya secepat kilat. Sekejap saja, posturnya sudah muncul di hadapanku.
Serangannya sangat tak terduga: pukulan, tendangan, sundulan kepala, gulat, tinju, hingga tendangan siluman. Semua jurus di tangannya, dipadu kecepatan mengagumkan, berubah menjadi luar biasa. Mata tak sempat berkedip, bahkan tarikan napas sedikit pun bisa membuatku ketinggalan ritme serangannya.
Di dunia bela diri, Lao Guang adalah master yang berpengalaman, sedangkan aku hanya pemula yang baru setahun belajar.
Tapi satu hal: tangannya keras, tanganku lebih keras lagi.
Kontak langsung beberapa kali membuat kami berdua melompat mundur, memijat-mijat tangan.
Sakit! Rasa nyeri menusuk membuat kami berteriak. Setelah itu, kami kembali bertarung bergumul.
Meski sahabat, di atas leitai kami menggunakan segala cara untuk mengalahkan lawan. Hanya demikian kami bisa meyakinkan orang, dan itulah bentuk penghormatan sejati pada persahabatan.
Aku dan Lao Guang yang kembali bertarung semakin ganas, hampir saling tukar pukulan demi pukulan. Pertarungan sengit kami menarik perhatian orang-orang. Teman-teman sekelas yang sebelumnya menjauhiku tiba-tiba menyadari bahwa Lu Zuo yang pendiam ini ternyata berkarakter pejuang mati-matian.
Mereka tak menyangka Lu Zuo sehebat ini, bisa mengimbangi Lao Guang dalam pertarungan seperti ini.
Ekspresi pimpinan Pasukan Khusus Naga Merah semakin muram.
Meski secara situasi kemenangan mereka hampir pasti, tetapi jawara bela diri mereka yang dirobohkan gadis kecil, perintis peringkat tiga dikalahkan daoishi eksentrik, membuat Lao Guang menjadi sebatang jerami terakhir penjaga gengsi - jika ia tumbang, pasukan saudara akan mencap Naga Merah dengan label "Tiga jawara bela dirinya dikalahkan milisi dadakan", sampai malu tak bisa angkat kepala.
Naga Merah adalah pasukan bersejarah, pendahulunya Pasukan Pistol yang termasyhur di Kota Iblis Tiongkok lama.
Semakin hitam wajah pimpinan, serangan Lao Guang semakin ganas. Segala trik maut dihujankan ke tubuhku, membuatku kewalahan dan hampir jebol pertahanan.
Lao Guang menyambar saat keseimbanganku goyah, menghujamkan jurus "Harimau Hitam Mencabut Hati" ke dadaku.
Meski terhalang sarung tinju yang tebal, gaya pukulan dahsyat itu langsung membuatku terangkat ke udara.
Kemudian, tubuhku terjatuh keras ke lantai.
Kali ini aku tak bisa lolos dari serangan Lao Guang. Pria ini bagaikan wanita bernafsu yang menempel, mengikatku erat dengan gaya yang mencekik hingga aku tak bisa bergerak.
Posturnya tak tinggi tapi kekar. Tubuhnya dipenuhi aroma maskulin pekat, bau keringat langsung menyergap hidungku. Seandainya ini wanita, mungkin akan pusing dibuatnya, tapi aku justru merintih kesakitan.
Dengan sengaja ia terengah-engah di telingaku, berkata "Lu Zuo, tenanglah, aku tak akan mengganggumu..." Sambil bicara, ia memanggil wasit untuk segera menghitung sepuluh detik.
Sejak aku terjepit, serangga gemuk dalam tubuhku langsung bereaksi, menjerit-jerit gila-gilaan ingin membantuku.
Tapi kuredam niatnya, mencoba menenangkan diri sambil berpikir.
Dalam hitungan wasit yang tak terburu-buru, kurasakan seluruh tekanan Lao Guang di tubuhku, lalu melalui aliran Qi, kucoba meramalkan konsekuensi dari rencana tindakanku selanjutnya...
Saat hitungan mencapai delapan, aku bergerak.
Tubuhku bagaikan ular raksasa, menggunakan setiap sendi sebagai titik tumpuan. Menggeliat sambil menghitung reaksi Lao Guang, lalu mengalir dengan momentum.
Ini adalah hal yang sangat luar biasa—setiap langkah gerakan Lao Guang masuk ke dalam kalkulasiku. Banyak aksinya terprediksi dengan probabilitas kejadian tinggi, dan terjadi. Sementara aku menyelesaikannya selangkah lebih cepat dengan kecepatan tertinggi.
Saat wasit menghitung sampai hitungan kesembilan, aku sudah melepaskan diri dari kendali Lao Guang dan memberikan pukulan keras di dahinya.
Bang!
Lao Guang mundur beberapa langkah, langkahnya kacau, ekspresinya kebingungan. Dia tak bisa menebak trik apa yang kugunakan sehingga bisa lepas dari kontrolnya seketika—padahal teknik tangkapannya adalah jurus tangkapan paling standar dan ketat! Pada detik dia kehilangan fokus itu, kumanfaatkan kesempatan untuk melancarkan serangan berturut-turut. Tiga pukulan keras membuat kepalanya pusing, dunia terasa berputar.
Secara logika seharusnya dia tidak selemah ini, tapi setelah pelarian ajaibku yang mirip dengan Wang Xiao Jia, dia terpaku.
Jadi aku berhasil, tanpa keraguan.
Lao Guang tumbang di bawah serangan kecil frekuensi tinggi ala Yip Man yang kulancarkan. Meski belum benar-benar menyatu dengan lingkungan, aku sudah mulai belajar memanfaatkan Qi untuk menyatu dengan serangan dan penghindaran dalam pertarungan.
Bagiku, inilah kemenangan sejati.
Wasit mengangkat tanganku tinggi-tinggi. Saat kemenanganku diumumkan, aku mendapat tepuk tangan dan sorak-sorai tulus dari mayoritas penonton.
Penampilanku dan Wang Xiao Jia juga menjadi pukulan balasan menyakitkan atas kecaman awal Hui Ming yang menuduh kami mengandalkan koneksi dan mengumpulkan pengalaman secara curang.
Kami membuktikan padanya bahwa siswa pindahan pun bisa sangat luar biasa, bahkan lebih hebat dari kandidat asli yang dia sebutkan.
Saya tidak peduli dengan hasil selanjutnya, namun selain dua orang dari Keluarga Chen di Henan Selatan dan Zhao Xingrui yang sebelumnya mengaku berkeliling provinsi barat daya dan mencapai pencerahan di Patung Buddha Leshan, Departemen Agama kalah telak dalam pertandingan persahabatan ini dengan skor yang memalukan.
Meski meraih prestasi seperti ini, para pimpinan Pasukan Khusus Naga Merah tetap menunjukkan ekspresi seperti orang yang ditagih utang ratusan yuan.
Saya menduga Lao Guang dan kawan-kawan akan mendapat omelan badai sebentar lagi, mungkin mood mereka akan buruk selama beberapa hari ke depan.
Ekspresi Hui Ming juga tak kalah masam. Dia bahkan tidak memberi kami pengarahan apapun, hanya mengangguk dengan muka item sebelum kembali ke kantornya.
Usai pertandingan, kami dikumpulkan di depan tiang bunga plum. Si Zombie Face menggeram: "Lihatlah kalian! Sok jagoan semua, sekarang kalah telanjang! Kalian tidak malu? Mereka cuma orang biasa yang belajar Qigong keras! Kalian? Mengaku ahli metafisika penguasai hukum alam? Lari semua! Yang masih bisa bergerak, putar kiri! Lari keliling lapangan 10 putaran! Yang belum selesai jam 12 siang, jangan makan siang..."
Aduh, sepertinya aku yang menang, kenapa harus lari juga? Tapi sebelum aku sempat marah, Huang Pengfei yang terlihat sangat bangga mengangkat tangan dan bertanya: "Pelatih Ba, kami yang menang juga harus lari?"
Alis Zombie berkerut sambil memaki dengan wajah menyeramkan: "Kamu menang, tapi KAMI kalah, ngerti? Kesadaran kolektif, paham? Tidak paham? Tambah 5 putaran lari!"
Melihat ekspresi Huang Pengfei seperti habis makan tai, hatiku tertawa terbahak-bahak. Langkah kaki tiba-tiba terasa ringan. Aku mencoba menyatu dengan lingkungan sekitar, membiarkan udara yang mengalir pelan mendorong tubuhku, rasanya sangat santai.
Namun pertandingan simulasi kali ini membuat banyak peserta batalyon pelatihan mulai menyadari ketertinggalan mereka.
Sebelum datang ke sini, mereka adalah juara di lingkungan masing-masing. Tapi ketika dirubuhkan dengan mudah oleh orang biasa (sebenarnya pasukan khusus peringkat 10 teratas), kesombongan yang selama ini tersimpan di hati mulai goyah.
Hanya dengan membuka hati dan pikiran, seseorang bisa menerima hal-hal baru.
Setelah simulasi, orang-orang di sekitar kami mulai menunjukkan perubahan nyata. Mereka jadi lebih aktif, lebih inisiatif dalam kelas bela diri yang dipimpin Zombie, nafsu belajar pun meningkat drastis - Pelatihan sebulan memang tak bisa mengubah total seseorang, tapi mampu memperbaiki kesadaran, pola pikir, dan kebiasaan lama yang sudah mengakar.
Sore itu, pasukan Lao Guang kecuali beberapa personel yang terluka, sisanya ditarik ke luar lembah untuk latihan survival. Barak pun seketika kosong melompong.
Sebelum pergi, Lao Guang datang berpamitan. Air mata berlinang, ia bilang kali ini mereka benar-benar sial.
Terutama Bawang, Xianfeng dan dirinya, mungkin akan dimatikan.
Aku tertawa geli dalam hati.
Hasil pertarungan ini sama seperti akhir Perang Tiongkok-Prancis dulu di sekitar sini: pemenang tidak benar-benar menang, yang kalah tidak sepenuhnya kalah.
