Jeritan Qin Zhen membuat hatiku bergetar hebat. Sebenarnya aku sudah tahu persaingan dalam kelompok akan sengit, tapi tak menyangka datang secepat ini.
Aku menyuruh beberapa orang membentuk formasi pertahanan, sementara aku sendiri menerobos semak belukar hutan untuk mendekati lokasi kejadian.
Di bawah pohon kamper, kulihat Qin Zhen tergantung terbalik, sementara Lao Zhao mengayunkan pedang kayu persik untuk mengusir kabut hitam.
Melihatku mendekat, alis Lao Zhao berkedut. "Hati-hati perangkap!" Baru saja dia berkata, aku merasakan kakiku menyentuh seutas tali. Anak panah kayu pendek melesat dari kegelapan "mendesing" mengarah ke pahaku.
Dengan gerakan tegas, pisau belati Tiger Tooth di tangan kananku mengayun ke bawah, memantulkan anak panah itu.
Panah itu hanya sekitar dua puluh sentimeter, buatannya terlihat kasar, tetapi tenaga yang terkandung di dalamnya sangat besar hingga membuat lenganku mati rasa.
Pada saat yang sama, Lao Zhao mengeluarkan kantong kain sebesar telapak tangan dari pelukannya. Tangan kirinya membentuk mudra dan menepuk, kabut hitam yang terpotong rapi oleh pedang kayu persiknya langsung tersedot ke dalam.
Zhu Chenchen dan Bailu Tan serta yang lain datang menyusul, sedangkan Wang Xiaoji dan Teng Xiao tanpa perlu diperintah langsung mulai menyisir area sekitarnya dengan hati-hati.
Saya meraba tempat yang baru saja meluncurkan anak panah pendek, menemukan alat pelontar sederhana yang terbuat dari ranting dan tali karet. Meski permukaannya kasar, terasa sangat cerdik konstruksinya.
Setelah memastikan tidak ada bahaya, saya melangkah maju dan bertanya ada masalah apa.
Lao Zhao menyimpan kantong bergambar pola ikan yin-yang bagua di tangannya sambil menjelaskan: "Qin Zhen baru saja menginjak perangkap. Saat menghindar dari panah, kakinya tersangkut tali jerat dan menyentuh gumpalan Chongying bersayap yang belum matang sengaja diletakkan pemasang perangkap di sini."
Saya mengerutkan alis. Rupanya kabut hitam tadi adalah Chongying bersayap.
Saya pernah melihat benda semacam ini di tempat Master Shancang, pemimpin Sakulang Myanmar. Korbannya akan merasa seperti disiram minyak mendidih, sangat menderita.
Tapi melihat Lao Zhao begitu mudah menyimpannya, berarti parasit ini belum melalui proses pemurnian sehingga tidak terlalu berbahaya.
Memang Zhao Xingrui ini sungguh hebat - apa yang kami pelajari di kamp pelatihan hanyalah dasar. Keahlian sejati para murid tetap bergantung pada kemampuan pribadi masing-masing.
Kedua gadis telah memotong tanaman merambat yang melilit kaki Qin Zhen, lalu menurunkannya dengan hati-hati.
"Aku mendekat dan melihat, di paha kanan Qin Zhen sekitar dua cun di atas lutut, tertancap anak panah pendek. Celana militernya basah oleh darah yang menghitam."
Zhu Chenchen yang paham pengobatan, menggunting celana itu membuka lubang. Melihat kulit di sekitar luka menghitam kebiruan dengan nanah berbau busuk, wajahnya berubah pucat. Ia menoleh dan berkata, "Bahaya! Ada racun di panah ini, sepertinya racun 'Jianxue Fenghou' (racun pembunuh seketika)."
Wajah kami semua menjadi suram. Jianxue Fenghou adalah pohon murbei tinggi yang tumbuh di pegunungan Yunnan selatan, juga disebut pohon racun panah. Getahnya mengandung racun mematikan yang bisa melumpuhkan jantung, menyumbat pembuluh darah, mengentalkan darah, hingga menyebabkan kematian karena sesak napas.
Menurut legenda rakyat, "tujuh langkah naik, delapan turun, sembilan terjatuh" - prinsip penamaannya sama dengan ular tujuh langkah.
Bergantung pada kondisi fisik, korban biasanya tewas dalam 20 menit hingga setengah jam setelah keracunan.
Sungguh kejam menggunakan racun sehebat ini pada sesama peserta pelatihan.
"Orang yang memasang perangkap ini benar-benar mahir!"
Wajah Qin Zhen yang tertutup janggut lebat tampak pucat. Ia mengira pengalamannya berkelana di pegunungan Guangnan dan kemampuannya sihir akan melindunginya dari jebakan, tapi tak menyangka bisa terkena begitu cepat, membuatnya sangat kesal.
Kami tahu pasti bahwa pembuat perangkap ini adalah musuh langka di hutan. Hanya saja tak tahu mengapa dia begitu yakin kami akan melewati sini, sampai rela mengorbankan banyak usaha dan sumber daya di tempat ini.
Zhu Chenchen memeriksa kotak P3K yang dibawanya, lalu menggelengkan kepala, "Tidak bisa, kami tidak mampu menanganinya. Untuk menyelamatkan nyawa Qin Zhen, lebih baik kita minta Pelatih Yin menghubungi markas dan mengirim tim medis kesini."
Dengan cara ini, Qin Zhen pasti akan didiskualifikasi dari permainan.
Semua setuju. Meski tahu kehilangan anggota sejak awal akan merugikan misi selanjutnya, namun tidak mungkin mengorbankan nyawa Qin Zhen hanya demi ujian ini.
Namun Wang Xiaojia malah menatapku dengan penuh harapan.
Jin Can Gu sendiri adalah ahli racun kelas atas. Meski racun 'mematikan seketika' itu berbahaya, tapi bukan masalah baginya. Aku menolak usul Zhu Chenchen, meminta semua berjaga di perimeter luar untuk membersihkan area.
Setelah semua pergi, aku tersenyum menepuk bahu Qin Zhen, "Saudara, setiap orang punya rahasia. Bisakah kau jaga rahasiaku?"
Qin Zhen mengangguk, "Lu Zuo, aku berutang nyawa padamu."
Aku menggeleng sambil tersenyum, "Jangan lebay, ini hal sepele."
Begitu kata-kataku habis, tanpa sempat dia bereaksi, tangan kananku sudah mencabut panah pendek itu seketika. Darah menyembur deras.
Qin Zhen terkejut. Setelah rasa sakit tajam mereda, pahanya terasa dingin. Rasa terbakar yang sebelumnya langsung berkurang, seolah diolesi daun mint. Lalu ada sesuatu yang bergerak-gerak di dalam tubuhnya - sensasi yang tak tergambarkan.
Matanya melotot, "Lu Zuo, ini...?"
Aku tetap tersenyum sambil mengamati panah pendek di tanganku.
Ini adalah anak panah kayu sepanjang hampir 20 sentimeter, terbuat dari pohon birch. Badan panahnya ramping dan halus tanpa cacat, sedangkan mata panahnya diruncingkan dan diolesi racun berwarna hitam putih seperti pasta yang dikeringkan dengan api, terlihat sangat profesional.
Aku merenung, dari 24 peserta pelatihan selain kami, siapa yang memiliki kemampuan seperti ini? Setiap orang punya rahasianya sendiri yang tidak kuketahui. Namun setelah melakukan pertimbangan dari berbagai sudut pandang, kusimpulkan satu hal - benda ini sangat beracun, orang yang memasangnya pasti sedang mengamati di sekitar sini.
Karena meskipun ini hanya latihan pertarungan, dia seharusnya tidak berani bertindak terlalu kejam atau berlebihan. Pasti dia mengamati efektivitasnya dari dekat dan bersiap memberikan bantuan kapan saja.
Begitu terpikir ini, segera kuberi isyarat kepada beberapa anggota tim di kejauhan untuk memperluas pencarian dan meningkatkan kewaspadaan.
Membiarkan cacing gemuk membersihkan racun dalam tubuh Qin Zhen, aku bangkit berdiri dan memandang sekeliling.
Kami berada di daerah dataran rendah Gunung Gaoligong. Seperti banyak wilayah di Yunnan selatan, ini adalah hutan hujan tropis yang lebat. Berbagai tumbuhan hijau memenuhi pandangan kami - pepohonan tinggi, tanaman merambat rimbun, dan semak-semak rendah ada di mana-mana.
Kami berada di dalam hutan. Di depan mengalir anak sungai kecil, dan jika terus berjalan akan sampai ke cabang Jalur Kuda Teh yang menjadi rute wajib menuju perhentian berikutnya.
Perlahan kugerakkan langkah kaki, bertanya-tanya: Jika aku yang menyamar di sini, di manakah tempat persembunyian terbaik?
Pertama-tama tempat itu harus kering, terisolasi dari serangga, kedua memiliki pandangan yang luas dan jelas ke sekeliling, selanjutnya harus memiliki jalur mundur yang cukup sederhana agar aku bisa segera menarik diri jika situasi berubah buruk.
Setelah melakukan eliminasi beberapa saat, akhirnya aku menemukan semak berduri di lereng sekitar 20 meter yang tampak memenuhi tiga kriteria tersebut.
Di sana, sosok kurus Wang Xiaojia sudah mulai perlahan mendekat.
Jelas dia juga merasakan ada sesuatu yang tidak beres di balik rumpun semak itu.
Tidak, meskipun Wang Xiaojia cukup terampil, sebelum menyatu dengan lapisan energi Qi, refleksnya tidak terlalu cepat.
Dia dalam bahaya sendirian. Aku bergegas maju, berusaha menghentikannya sebelum kemungkinan orang yang bersembunyi itu melonjak.
Namun tepat di saat itu, bayangan hitam melesat dari hutan, pisau belatinya menyapu ke arah kaki Wang Xiaojia dengan gerakan yang sangat cepat dan presisi.
Untungnya Wang Xiaojia sudah waspada, langsung melompat mundur menghindari serangan itu.
Itu hanya pancingan. Setelah memukul mundur Wang Xiaojia, bayangan itu segera mundur ke dalam hutan belakang dengan gerakan mengalir seperti awan dan air, bersih tanpa bekas.
Aku sudah berlari mendekat, melihat sosok yang mengenakan ghillie suit itu. Baru saja ingin mengejar, tiba-tiba Wang Xiaojia menarik lenganku dengan kuat: "Hati-hati..." Aku tertegun, baru teringat bahwa orang itu paling ahli dalam memasang perangkap. Kemunculannya kali ini, selain karena terdeteksi oleh kami, mungkin lebih dimaksudkan untuk memancing kami masuk ke dalam jebakannya? Tapi membiarkan orang ini terus mengganggu kami hanya akan membuang waktu dan tenaga. Pasti tidak boleh dibiarkan lolos.
Kucoba memfokuskan penglihatan, mengingat-ingat rute pelarian orang tadi, lalu mengejarnya sesuai jejak yang kurekonstruksi.
Tapi segala sesuatu selalu ada celahnya. Setelah mengejar belasan meter, tiba-tiba kuping kiriku mendengar desau angin. Tanpa sempat bereaksi, aku segera berjongkok. Sebatang pohon sebesar pinggang diayunkan oleh tanaman merambat seperti ayunan, menghantam miring dari atas kepalaku yang hanya berjarak beberapa sentimeter.
Keringat dingin langsung mengucur deras membasahi seluruh tubuhku.
Wang Xiaojia yang ada di belakangku dengan tegas mengayunkan pedang, memutus tanaman merambat yang mengikat batang pohon itu. Kehilangan keseimbangan, batang pohon itu jatuh menimpa hamparan rumput hijau hingga serpihan daun beterbangan.
Aku berdiri dan melihat sosok itu hampir menghilang di balik rimbunnya hutan hijau kelam.
Tapi sejak awal perubahan situasi, semua anggota tim langsung bergerak. Teng Xiao yang sedang berpatroli di perimeter luar tiba-tiba muncul seperti hantu di jalur pelarian penyusup itu. Saat mendekat, dia langsung meraihnya dan menggunakan jurus tangkapan militer yang pernah dipelajarinya.
Lulusan berbakat dari Universitas Etnis Guangnan ini meski berwajah polos dengan tahi lalat besar di leher, ternyata seorang yang serba bisa. Walau tak mampu mengalahkan lawan dalam satu jurus, ia berhasil membelitnya erat, memberi kami waktu berharga.
Dalam belasan detik singkat ini, kami telah mengepungnya di jalan gunung sempit. Teng Xiao juga bertahan menghadapi serangan gila-gilaan lawan.
Saat melihat orang yang terkepung ini, kami semua tertegun.
Di luar dugaan, penyusupnya ternyata seorang wanita berusia 26-27 tahun bertubuh agak gemuk, dengan kepang besar mengkilap terikat di kepala.
Di kamp pelatihan, ia hampir tak mencolok. Aku bahkan tak tahu nama lengkapnya, hanya pernah dengar dipanggil "Fu Niu", konon dari Ludong.
Tak ada yang menyangka peserta perempuan biasa ini ternyata ahli perang hutan yang membuat kami kalang kabut.
Perasaanku campur aduk, antara harap dan was-was. Ekspresi wajah rekan-rekan di sekitarku juga mulai aneh.
Karena di tim Fu Niu, salah satu anggotanya adalah Huang Pengfei.
