Air mata mengalir seperti benang, menetes di bibir merah Duoduo yang segar bak bunga, lalu meluncur melalui sudut bibirnya yang sempurna.
Setelah sekitar belasan detik, gadis kecil yang kukira sudah mati ini tiba-tiba bergerak. Matanya yang hitam legam terbuka, memandangiku yang sedang menangis seperti anak kecil dengan wajah bingung. "Cih! Asin banget! Benda apa ini? Dasar bajingan! Kakak Lu Zuo... siapa yang nakal padamu?"
Aku: "..."
Duoduo: "Eh, Kakak Siluman..."
Dengan mata membelalak dan suara tersendat-sendat, aku berteriak: "Kamu... kamu... bukannya sudah tak bernapas? Bukannya sudah mati?"
Duoduo Si Siluman langsung tidak suka mendengar perkataan ini. Ia terselamatkan dan merangkak keluar dari tanah, dengan jijik mengguncangkan tubuhnya untuk menghilangkan tanah dan serangga yang menempel. Dengan suara keras ia mengeluh: "Lu Zuo yang bau! Kau benar-benar tak punya hati nurani! Apa kau sampai sekarang belum tahu kalau tubuh Qilin Tai ini berbeda dengan manusia biasa? Selain untuk pelatihan spiritual, aku tidak perlu bernafas! Hei, kau... kau ini bagaimana sih? Sama sekali tidak peduli pada Xiao Niang ini, hmph! Eh... Kau menangis ya?"
Ekspresinya seperti Columbus yang menemukan dunia baru. Dengan gembira ia berteriak: "Lu Zuo, kau menangis? Untuk aku? Apa karena kau pikir Xiao Niang sudah mati sampai wajahmu jadi memalukan begini? Lucu sekali! Pertama kali melihat orang kaku sepertimu bisa jadi begitu menarik, sangat menghibur!"
Kulihat mata Duoduo dan Si Siluman kecil itu menyipit seperti bulan sabit. Seketika aku merasa malu—sebenarnya status hidup atau mati Duoduo Si Siluman bisa dideteksi melalui medan energi Qi. Sayangnya karena panik, aku malah bertindak seperti orang biasa: lari mengukur nafasnya, sampai membuat kekonyolan ini.
Tapi karena Duoduo Si Siluman tidak mati, hatiku akhirnya tenang. Perasaan hangat dan bahagia merembes tiba-tiba di dadaku.
Syukur pada Tian, sungguh baik adanya.
Duoduo Si Siluman tertawa riang sesaat, tiba-tiba batuk-batuk hebat. Aku langsung berhenti bertengkar dengannya, buru-buru bertanya ada apa.
Xiao Yao wajahnya memerah lalu pucat. Setelah beberapa detik, barulah dia berkata, "Bahaya sekali! Kelelawar busuk ini sangat kuat, dia bahkan bisa mengkonsentrasikan darah dalam tubuhnya menjadi simbol aneh berbentuk hexagram, lalu menyerangku. Kekuatan ini sangat agresif dan tidak cocok dengan lapisan energi Qi dalam tubuhku, jadi aku tidak bisa mengedarkan Qi terlalu banyak-- Ah, dia ingin melakukan perampasan tubuh untuk kelahiran kembali! Melalui transfer kesadaran darah, secara bertahap menginfeksi tubuhku, akhirnya menguasai kesadaranku-- Hmph, si buruk rupa ini benar-benar punya rencana licik, tapi dia meremehkanku!"
Aku bertanya, "Apakah ada efeknya?"
Xiao Yao dengan enggan mengangguk, "Iya. Sekitar sebulan ini aku mungkin tidak bisa mengedarkan Qi atau bertarung. Jika tidak, darah si bajingan itu akan menggunakan kesempatan untuk menghabisi aku-- Maaf Lu Zuo, mungkin aku harus istirahat dulu, padahal sekarang saatnya paling butuh tenaga..."
Aku segera melambaikan tangan, "Tidak apa, cepatlah masuk. Aku tidak mau gadis manisku berubah menjadi kakek tua busuk itu, nanti aku bisa jadi gila."
"Di sini ada Duoduo. Dia sudah besar, bisa banyak membantu."
Duoduo mengangguk cepat seperti ayam mematuk beras, "Uh-huh, Kakak Xiao Yao, cepatlah istirahat. Di sini ada Duoduo, aku bisa, percayalah padaku."
Siluman kecil itu memandang sekeliling dengan rasa rindu, tiba-tiba menekan bibirnya dan berkata lembut: "Lu Zuo busuk, kau menangis untukku? Sebenarnya jika benar-benar mati, tak apa juga..." Setelah berkata demikian, ia berubah menjadi garis putih dan terbang masuk ke papan kayu pagoda di dadaku. Aku segera meludah berkali-kali sambil bergumam: "Ucapan anak tak bermakna, angin kencang bawa pergi, ini hanya candaan, jangan dianggap serius."
Baru setelah cahaya di papan kayu pagoda itu menghilang, aku sempat menoleh ke arah Baron Edward yang sudah mati. Wilson si anak ini sedang menempeli mayat sesama vampir, giginya menggerogoti leher Edward sambil menghisap darah dengan lahap.
Melihat pandanganku, ia yang sudah hampir selesai menghisap tersenyum manis lalu mendekat: "Lu Zuo, cerminmu benar-benar harta berharga yang membuat orang iri."
"Edward yang berkuasa di Italia puluhan tahun, tak pernah terkalahkan. Segala triknya membuat pusing tujuh keliling. Tapi kau... hanya dengan beberapa gerakan sederhana sudah membunuhnya? Sungguh konyol! Sulit dipercaya, uh..."
Ia bersendawa puas. Aku memandang sosoknya yang mirip hantu jahat ini dengan perasaan tak nyaman: "Darah sesama jenis pun kau berani hisap?"
Wilson mengangkat bahu: "Terima kasih pada misteriusnya Timur yang penuh kearifan. Metode menyatukan intisari vampir ke dalam tubuh ini... kupelajari dari kolam darah di gua Sakulang."
Tak heran dalam Lima Sumpah ada ketentuan "Memimpin Kekuasaan" dan "Menghormati Tamu", rupanya untuk mencegah saling bunuh dan peleburan antar ras Suku Darah...
Aku mengaku tak paham dengan ras mereka, sambil menutup hidungku, aku bilang untuk membereskan mayat si tua ini dan cepat pergi. Pasukan besar pasti segera datang, kita harus mengatur ulang. Oh ya, tolong setelah menghisap darah, biasakan membersihkan mulutmu. Bisa-bisa anak kecil ketakutan!
Wilson sama sekali tak peduli, "Apa arwah kecilmu juga takut begini?"
Tapi dia hanya bicara saja. Membungkuk, mengangkat Edward yang sudah jadi mumi kering itu, lalu menyeretnya ke kegelapan. Saat itu, dari arah perimeter, terdengar derap langkah pasukan besar - hanya puluhan meter lagi.
Kami berdua segera menyelinap ke dalam kegelapan. Belum beberapa langkah, suara "syuu-syuu" tembus udara melesat di atas kepala.
Dalam kegelapan, suara itu terasa semakin mengerikan.
Pu! Pu! Pu!
Tiga lembing sepanjang lima chi (≈1.65m) menancap miring 45 derajat di tanah, ujungnya bergetar menimbulkan dengung "xian-weng, xian-weng".
Bola mataku menyempit tajam. Tiba-tiba teringat prajurit bertubuh dua meter yang pemalu itu.
Pria paruh baya bernama Perintis itu tewas ditembus lembing serupa, tergolek seperti tanghulu yang tertancap kukuh di tanah.
Aku berhenti lari. Ben ming gu-ku sudah merespon panggilanku.
Aku bersembunyi di balik pohon besar seukuran pinggang, mengintip untuk mengamati lawan. Dalam kegelapan, sepuluh lebih bayangan hitam bergerak mendekat, telah mencapai tempat kami bertarung sengit tadi. Sebagian mengejar ke arah sini, sebagian lagi tetap di tempat untuk memeriksa jenazah.
Wilson yang menggotong mayat Edward melihatku berhenti, bertanya ada apa? Kukatakan hanya beberapa orang ini, aku ingin mencoba menahan mereka. "Pergi ke Posisi 2!"
Baru saja selesai bicara, sebatang lebing besi bermoncong tajam melesat ke arah kami dengan akurat bagaikan meteor, dalam sekejap sudah sampai.
Aku menyembunyikan kepala, lebing itu menyambar sampingku dan melanjutkan terbang ke arah Wilson.
Wilson dengan tenang menggunakan Edward di punggungnya sebagai perisai. Mayat keras ini bertabrakan dengan lebing, mengeluarkan suara gemeretak gigi yang menusuk, akhirnya menancap di tubuh Edward.
Wilson mundur beberapa langkah sambil mengumpat "Tai anjing! Kekuatan dan akurasi si brengsek ini benar-benar mengerikan!"
Setelah memperkirakan jumlah musuh, aku menarik napas dalam-dalam. Dengan perlindungan pepohonan, aku berlari pontang-panting mundur ke arah hutan lebat di belakang.
Si Wilson ini licik sekali, menggunakan mayat Edward sebagai perisai hidup. Dalam beberapa menit, tubuh malang Baron Edward sudah tertancap tiga lebing terbang, masing-masing menembus sampai ke akar.
Kami berlari di tengah hutan lebat, pria yang melemparkan lembing itu seperti menggunakan panduan laser, akurat dan bertenaga.
Mengejar dan dikejar, kami berlari pontang-panting di hutan selama sekitar tiga-empat menit, akhirnya tiba di posisi persiapan nomor dua.
Lari sepanjang jalan ini memanaskan Qi di dada hingga puncak, setiap hembusan napas terasa membakar. Saat menyelinap di balik batu besar, aku terbaring di tanah merasakan jantung di dadaku hampir melompat keluar.
Telinga menempel ke tanah, kudengar langkah kaki mantap - enam atau tujuh orang - mendekat dengan cepat ke arah sini.
Dengan memejamkan mata, kubangun komunikasi dengan serangga gemuk yang sibuk seharian. Entah kualitas anak buah yang dikumpulkannya, bisakah membantu mengalahkan semua pengejar ini?
Begitu terhubung dengan penglihatan serangga gemuk, kerumunan serangga merayap dalam kegelapan langsung membuatku merinding.
Melalui transmisi kesadaran, aku tahu di sini terdapat tikus, kupu-kupu Mata Iblis, kadal laba-laba, kalajengking, lipan, lebah beracun, serangga parasit, Ular Biru, Ular Bunga Putih, ular hijau bambu, ular peniup angin, Ular Cincin Emas, lipan, kodok, semut kepala hitam, lintah gunung, cacing tanah besar... dan banyak larva gemuk putih berkilau. Semua binatang berbisa, ular, dan serangga yang bisa disebut namanya maupun tidak, berkumpul di bawah komando si serangga gemuk, menyebar di area seluas setengah li ini.
Makhluk-makhluk kecil berwarna-warni yang licin dan bergeliat itu membuat perutku mual hanya dengan sekali pandang, sungguh tak tertahankan.
Wilson melemparkan Edward yang sudah berubah menjadi landak ke tanah, lalu mendekat dan berbisik di telingaku: "Bagaimana, Lu, apa kau yakin tempat ini bisa menghentikan mereka? Ahli lempar lembing itu benar-benar seperti peluru kendali... Tapi kenapa mereka tidak menggunakan senjata api? Untuk mengontrol keributan dan mencegah kebocoran informasi? Berarti pasukan bantuan besar untuk kalian juga akan segera datang?"
Pengejar terus mengikuti jejak kami, mungkin sudah dekat. Aku mengabaikan ucapannya dan hati-hati mengintip untuk mengamati.
Dalam pandanganku, dari kegelapan hutan di kejauhan berlarian tujuh delapan orang. Yang paling depan adalah seorang pria berbadan kekar dengan lengan melebihi lutut, tampak seperti seekor kera besar. Di belakangnya ada seorang anak muda berbaju hijau yang khusus menyodorkan lembing, dikelilingi beberapa anggota kongsi berjubah hijau bermasker hantu, serta dua Biksu Hitam dengan muka diolesi kapur putih.
Dari gayanya, pasukan pengejar ini benar-benar tangguh. Aku dan Wilson jelas tidak akan sanggup melawan secara frontal.
Namun tiba-tiba, pria yang memimpin itu terperosok kakinya ke dalam tanah dan seluruh tubuhnya menghilang dari permukaan.
Hatiku bergetar ketakutan. Ternyata orang pertama yang jatuh ke dalam lubang perangkap adalah musuh paling berbahaya bagi kami. Tian benar-benar membantuku!
Begitu pria itu jatuh, beberapa orang segera berusaha menariknya keluar. Diiringi sringanku yang dingin, terdengar jeritan menderita yang menggelegar - mereka justru menarik keluar gumpalan hitam berbentuk manusia!
