Api hantu membiru yang misterius ini seolah seperti percikan api yang jatuh ke drum bensin, membakar habis semua tikus, kadal laba-laba, kalajengking, lipan, lebah racun, serangga parasit, ular berbisa, katak hitam, semut hitam, lintah gunung, cacing tanah besar, serta binatang beracun lainnya di tanah maupun langit. Ribuan nyawa lenyap seketika dari dunia tanpa bekas.
Api ini hanya menempel pada makhluk hidup kecil. Ular putih berbunga dan ular hijau daun bambu yang berukuran agak besar meski terkena api hantu masih bisa kabur cepat ke semak-semak. Rumput hijau dan pohon liar yang terkena pantulan cahaya justru bersinar tanpa terbakar, bagai penonton yang hanya beli kecap.
Udara tiba-tiba dipenuhi bau yang sangat tidak sedap. Asap mengepul naik, membuat hati merasa jijik sampai ingin muntah.
Nyala api itu tidak naik ke atas, melainkan melayang-layang ke kiri-kanan seperti wajah hantu yang terus berubah-ubah. Pantulan biru-hijau yang berkilauan semakin menambah kesan mengerikan.
Ambisi besar yang baru saja terlahir dalam diriku langsung dipadamkan oleh api hantu membiru yang berkobar liar di tepi hutan. Melihat sekelompok orang berbaju hitam dengan kulit mengkilap seperti logam bermunculan di ujung hutan, menerobos kumpulan api hantu biru kehijauan yang bergerak tersandung-sandung ke arah sini, tubuhku langsung menggigil ketakutan. Menyadari enam orang di tanah itu sudah sekarat tanpa tanda kehidupan, kupikir ini sudah cukup. Aku segera bangkit dan berlari pontang-panting ke belakang - menyelamatkan nyawa adalah prioritas.
Orang yang datang tak lain adalah Li Xin, anggota nomor lima Sakulang. Entah masih adakah sekte sesat di pegunungan Myanmar utara itu sekarang. Sebagai pentolan nomor lima, wanita paruh baya berwajah sangar ini memiliki hati sekeras es - dialah yang memimpin ritual pemanggilan Xiao Heitian, mengawasi perdagangan dan produksi manusia guci. Bahkan pacar pertama Mai Shen Cai (anggota nomor empat) diubahnya menjadi manusia guci dengan tangan-kaki terpotong, memicu pengkhianatan Mai Shen Cai dan invasi militer Myanmar pimpinan Wu Wulun.
Wanita ini licik bagai ular, seram, kejam, mesum... hampir semua sisi gelap manusia terkumpul dalam dirinya.
Penampilannya pun buruk - wajahnya datar seperti ubin mahjong yang selalu cemberut, persis perempuan setengah baya biasa yang tak pernah tersenyum.
Namun dia sangat kuat, kekuatan ini tidak hanya berasal dari dirinya sendiri, tetapi juga berbagai trik licik.
Misalnya gerombolan zombie yang kekuatan luarnya setara dengan mayat berpelindung tembaga, atau benih api membiru yang baru saja dia tebarkan - Sakulang memang punya cara memelihara sarang ular, tentu tahu bagaimana menghadapi serangga beracun dan reptil ini.
Masih banyak perangkap di jalan, tapi kami tidak pernah berpikir ini bisa menghalangi musuh lama-lama, langsung berlari menuju kolam dalam yang berjarak beberapa li.
Meski Wilson agak takut dengan tempat itu, demi membasmi lawan, dia terpaksa mengambil risiko ini.
Li Xin di belakang mengikuti kami dengan santai, sepertinya tidak buru-buru. Aku sesekali menoleh tapi tidak melihat Luo Qingyu si kipas pucat bermisai rapi, hati yang menggantung pun akhirnya lega - sepertinya kami masih bisa mengatasi.
Setelah berlari beberapa saat, tiba-tiba sosok bayangan melompat di depan. Aku kaget setengah mati, menggenggam erat pisau belati. Setelah kupastikan, ternyata Yin Yue yang selama ini berada di posisi tengah.
Dia melihat pengejar di belakang kami, bertanya bagaimana kondisinya? Tanpa berhenti berlari, kuceritakan hasil pertempuran kami sambil bertanya kabar yang lain.
Yin Yue bilang meski tidak sebanyak yang kaubunuh, tapi cukup - Lao Guang dan Zhu Chenchen berhasil membasmi lima di rute mereka.
Kutanya bagaimana kabar semua orang?
Yin Yue terdiam sejenak, suaranya berat. Dia mengatakan Xu Lei dari Honglong gugur dalam pertempuran, Teng Xiao mengalami luka parah dengan tangan kiri terputus. Wang Xiaoja, Qin Zhen, dan Bai Lutan menderita luka ringan. Yang lainnya masih bertahan. Serangan utama terpusat di posisi kalian, jadi tekanan kami tidak terlalu besar.
Mendengar perkataan Yin Yue, jantungku berdegup kencang. Aku teringat prajurit Qiannan dengan logat kentalnya, senyum polosnya, dan kata-kata bijaknya saat membujuk Liu Ming. Tenggorokanku terasa sesak.
Meski sudah memperhitungkan kemungkinan korban, menghadapi kenyataan ini tetap membuat kami sedih.
Tapi sekarang bukan saatnya untuk meratap seperti perempuan. Itu urusan nanti setelah menang dan minum arak. Saat ini, yang penting bagaimana membunuh musuh dan keluar hidup-hidup.
Tidak ada pilihan lain: mereka yang mati, atau kami. Sesederhana itu.
Setelah saling kejar-mengejar, akhirnya kami sampai di tepi kolam air hitam itu dan berhenti.
Setelah mengatur napas, musuh pun menyusul: Li Xin, dua Biksu Hitam Asia Tenggara, dan segerombolan mayat berpelindung tembaga palsu. Dalam kegelapan, masih ada yang bersembunyi, waspada terhadap kemungkinan jebakan.
Cahaya bulan menyinari tepian kolam, menerangi dataran kecil di depan dengan jelas.
Aku melihat Li Xin keluar dari hutan, seperti bertemu teman lama, dia menyapanya dan berkata, "Hei, nona cantik, lama tidak bertemu, akhir-akhir ini sibuk apa? Di mana mencari kekayaan?"
Melihat sikapku yang santai, wajah kaku Li Xin yang sehari-hari selalu masam semakin mengeras. Dia mendengus dingin, "Tak kusangka pemain kecil yang dulu bisa kami Sakulang perlakukan semena-mena, ternyata bisa menggoyang pondasi organisasi kami sampai hancur lebur."
"Lu Zuo, tahukah kau? Setiap hari aku bermimpi, berharap suatu saat bisa memotong kedua tangan dan kakimu, memaksamu ke dalam guci tembikar kasar, menuangkan tinja dan air kotor, menyaksikan belatung dan serangga merayapi tubuhmu, mendengar rintihanmu siang dan malam..."
Aku mengusap hidungku, "Pantas saja beberapa waktu lalu aku terus bersin-bersin, ternyata kau sangat merindukanku? Ngomong-ngomong, kalau waktu itu kau bisa kabur dari Bhante Banjong, kenapa tidak hidup menyembunyikan identitas? Cari saja pria paruh baya perkasa untuk menikmati masa tua. Kalau masih subur, lahiran beberapa anak, lebih baik daripada hidup di ujung pedang seperti sekarang, terlahir di pagi hari dan mati di malam hari..."
Mendengar omonganku yang ngawur, Li Xin menyeringai dingin, "Kau si anak berbekas luka ini, selain lidah berminyak, punya apa lagi? Di mana si daoshi kecil itu? Kalau dia ada di sini, kubunuh kalian berdua sekalian, mungkin baru lega hati ini."
Sampai di sini, raut wajah Li Xin berubah dingin, "Kau benar-benar licik, sampai detik ini masih berusaha mengulur waktu dengan trik kotor seperti ini?"
Dia mundur selangkah, sepuluh lebih mayat berpelindung tembaga palsu di sekitarnya segera mengepung ke arah kami.
Yin Yue memetik ujung jarinya di Pedang kayu persik bubuk sinabar, suara seperti ketukan drum bergema dari bilah pedang. Ia mengayunkan pedang dan menerjang ke depan, tiba-tiba bayangan hitam muncul dari dalam tanah mencakar ke arahnya.
Kemunculan bayangan hitam ini begitu mendadak dan tak terduga. Yin Yue bereaksi cepat, menghindar ke samping sambil memutar bilah pedangnya menahan cakaran ganas nan misterius itu.
Saat melihat sosok bayangan itu, ia tak bisa menahan teriakan: "Lao Zhao?"
Kami pucat ketakutan. Setelah mempersempit pandangan, barulah tahu "Lao Zhao" yang disebut Yin Yue bukanlah rekan kami Zhao Xingrui, melainkan pelatih Zhao Leinan yang tewas mengenaskan di dinding batu.
Kini sosoknya tak lagi seperti dahulu. Melayang di udara dengan wajah mengerikan kebiruan bagai iblis, ia menggempur Yin Yue habis-habisan. Meski terkena pedang kayu persik, ia tetap tak peduli, seolah ingin duel sampai mati.
Namun makhluk ini adalah hantu dengki, bukan manusia. Konsep "mengorbankan diri bersama" jelas sangat merugikan.
Setelah keterkejutan awal, Yin Yue akhirnya menyadari kenyataan bahwa arwah penasaran ini bukanlah sahabatnya. Dua kertas jimat menyala, melayang ke Zhao Leinan. Pedang kayu persiknya memancarkan aura pembunuh mengerikan, menghujam ganas ke mantan rekan kerjanya ini.
Namun teknik persiapan Kelompok Ghost-Face Paoge tampak sangat matang, dan kemampuan Zhao Lei Nan semasa hidupnya tidak boleh diremehkan. Yin Yue akhirnya berhasil diperlambat langkahnya olehnya.
Kulihat di balik kerumunan di pinggir hutan, seorang remaja manis sedang mengibarkan Bendera Pemanggil Roh hitamnya dengan kuat. Kabut tebal langsung bergulung-gulung, asap hitam seperti mimpi buruk, di atasnya tampak banyak hantu melompat turun dan perlahan bergerak ke arah sini.
Saat ini, kami telah bertabrakan gemuruh dengan gerombolan zombie yang tersandung-sandung menerjang ke depan.
Aku bertubrukan dengan zombie yang hanya punya setengah kepala. Kedua tanganku membentuk Mudra Roda Vajra, menghantam keras Dantian tengah tempat sisa roh zombie ini terkumpul.
Namun saat tangan menyentuh kulitnya, terasa seperti memukul tembok besi. Bunyi logam bergema dari tubuhnya bagaikan lonceng raksasa, diikuti gelombang energi balik dahsyat yang melemparku mundur. Beberapa langkah terhuyung, hampir saja aku terjatuh ke kolam menyeramkan itu.
Kondisi Wilson sedikit lebih baik. Dengan kecepatan andalannya, ia bak ikan di air di tengah gerombolan zombie lamban. Sesekali ia menghantam tiga titik vital Dantian, mencoba membubarkan sisa roh penggerak tubuh mereka.
Tapi gagal. Zombie-zombie ini jelas hasil persiapan Li Xin yang penuh perhitungan. Tubuh mereka sekuat baja, membuat kami berdua seperti anjing menghadapi landak - tak tahu harus menggigit bagian mana.
Melihat kami dibuat berantakan oleh sekumpulan mayat tembaga palsu ini, Li Xin mulai tertawa terbahak-bahak, melepaskan amarah yang berkobar dalam hatinya, serta dendam lama yang tak pernah sirna.
Namun saat tawanya mencapai puncak kegembiraan, aku, Wilson, dan Yin Yue tiba-tiba melompat ke seberang kolam dalam, tangan mencengkeram erat tali yang menjuntai dari pohon, berayun ke sisi sana.
Saat kami berayun melintas, di area datar tempat pertarungan kacau tadi, tiba-tiba muncul jaring anyaman tanaman merambat tebal yang menjerat semua mayat tembaga ini sekaligus, lalu menggunakan katrol primitif yang dipasang di pohon besar sekitar, mengangkat semua mangsa dalam jaring itu ke atas kolam dalam, bergoyang-goyang.
Dari kegelapan tiba-tiba terbang sebuah pisau ritual yang tepat menghujam tanaman merambat penopang beban.
Tali penopang yang teriris segera tak kuasa menahan beban banyak mayat tembaga palsu dalam jaring, bagai pangsit yang direbus, semua terjatuh ke dalam air kolam hitam pekat.
