Saat rantai semakin mengencang, tiba-tiba kemarahan membara muncul dari dasar hatiku.
Amarah tak terbendung menyulut seluruh kehidupanku. Segudang pertanyaan muncul di pikiran - Kenapa? Kenapa aku begitu lemah? Kenapa tak bisa melindungi sahabat dan teman dekat? Kenapa makhluk buruk rupa tak jelas asal ini berani membunuh Duoduo dan mencelakakan kami semua? Si anjing ini, berani-beraninya semena-mena!
Di dunia ini logika apa yang berlaku? Mengapa aku yang harus mati?
Saat kesadaran hampir tenggelam, tiba-tiba teriakan bergemuruh meledak dari dalam hati: "Sialan kau, dasar si anak kura-kura! Pergi! Jangan sampai kulihat lagi! Kalau ketemu, kubunuh kau!"
Suara itu teriakan terakhirku. Tubuhku seperti tong bensin yang meledak, energi Xiantian tak terbendung memancar dari dalam, membakar habis segalanya - termasuk diriku sendiri.
Lalu aku merasa sangat lelah, mengantuk hebat, kesadaran tak terbendung terus merosot ke bawah. Di saat-saat terakhir sebelum kegelapan menyergap, tiba-tiba suara familiar menggema di telingaku: "Yohooo, semua teman lama ya? Grak grak grak, andai tahu akan begini, Tuan tidak perlu buru-buru datang. Duduk santai menonton sandiwara, bukankah lebih menyenangkan? Goblog, dua bangsat bertarung, langka benar!"
Mendengar suara itu, hatiku tiba-tiba tenang. Kutarik napas dalam-dalam, lalu semua ingatan menghilang, tubuhku tenggelam dalam kegelapan abadi.
※※※
Entah berapa lama, mungkin sekejap, mungkin sepuluh ribu tahun, mungkin ratusan juta tahun.
Saat kesadaranku kembali, yang terlihat adalah wajah gadis secantik lukisan dewi, alis membentuk lengkung sempurna, riasan natural. Seluruh kosakataku tak mampu menggambarkan sepersepuluh pesonanya.
Pikiranku blank cukup lama. Tak kuingat apa yang terjadi. Hidungku menangkap aroma wangi gadis. Mulutku terbuka lama sebelum akhirnya merintih: "Air..."
Gadis cantik itu tadinya sedang memandangiku. Melihat mataku tiba-tuka terbuka, dia terkejut, tangan menutup bibir mungilnya. Begitu mendengar suaraku, dia buru-buru bergegas mengambil air namun ceroboh, gelas kaca terjatuh, air panas tumpah membakar kakinya. "Aduhhh!!!" teriaknya kesakitan.
Aku mendengar nada panggilannya terdengar sangat familiar, sepertinya pernah mendengar nada bicara seperti ini di beberapa film atau drama. Setelah beberapa saat, kenangan itu akhirnya muncul di benakku. Baru kusadari, bukankah gadis ini adalah Kato Aya?
Pipinya yang kemerahan dan penampilannya yang memikat saat ini, sama sekali tidak lagi menunjukkan wajah pucat dan lemah seperti saat masih dalam kondisi vegetatif. Persis seperti selebriti di layar lebar yang turun dari poster atau film.
Melihatnya kalang kabut membersihkan pecahan kaca di lantai, aku mulai khawatir. Dengan susah payah kukeluarkan kalimat: "Jangan bergerak..."
Sebelum suaraku habis, dia kembali menjerit "Aduh!", mengangkat jari telunjuk tangan kanannya. Darah mulai mengalir dari jari putih mulus itu.
Memandangi gadis Jepang itu yang memelas menghisap jarinya, aku menghela nafas. Benar-benar sesuai pepatah: apa yang paling ditakuti justru terjadi.
Mendengar keributan di dalam, pintu kamar terbuka perlahan. Kulihat Si Berbulu berambut panjang muncul di hadapanku.
Melihatku bangun, Si Berbulu bergegas mendekati kasur lalu memelukku erat sambil tertawa terbahak: "Si Racun Kecil, akhirnya kau bangun juga! Sudah kuduga brengsek sepertimu pasti diberkahi Fu besar dan nyawa kuat."
"Tidak mungkin mati! Lihat, baru sebentar sudah bangun, bagus!" Pelukan kasar ini membuat seluruh tulangku sakit. Setelah kuteriakkan dua kali, dia buru-buru melepaskanku lalu menekan tombol panggil dokter di pinggiran kasur.
Tampaknya di sini bukan kamar VIP, ruang perawatan intensif. Begitu dipanggil, tak lama dokter langsung berlari-lari datang dengan gembira, memeriksaku secara sembarangan, lalu memberi tahu aku dan Si Berbulu bahwa bagus sudah bangun, syukurlah.
Urusan selanjutnya tergantung rehabilitasi dan pemulihan. Tapi jangan buru-buru, perlahan saja. Lukamu terlalu parah, perlu penyembuhan bertahap.
Setelah itu, dokter kembali mengulang "istirahat yang cukup" seperti basa-basi, lalu bangkit dan pergi.
Saat dokter memeriksa tubuhku, kuperhatikan sekeliling. Ternyata aku terbaring di kamar rumah sakit yang luas. Di atas meja ada anyelir merah muda, baby's breath, dan lavender biru yang menghias ruangan dengan elegan dan penuh kehidupan.
Kucoba bergerak, tubuhku terasa lepas kendali. Dari leher ke bawah, meski masih ada sensasi kesemutan dan kaku, sama sekali tak bisa digerakkan.
Melihat kondisi ini, rasanya ingin menangis - Astaga, apa aku akan lumpuh begini?
Memanggil si serangga gemuk tak ada respons. Syukurlah si kecil ini masih di dalam tubuhku, hanya tertidur pulas saja.
Kutahan kuat-kuat rasa frustasi, mencoba berkomunikasi dengan papan kayu pagoda melalui kesadaran. Ternyata Duoduo dan Duoduo Si Siluman ada di dalam, semua baik-baik saja. Perasaan kacau balauku akhirnya sedikit membaik.
Si Berbulu melihat wajahku yang muram, nyengir sambil berkata, "Lihatlah, main-main berlebihan kan? Siapa suruh sok jagoan? Lagipula petualangan seru begini enggak ngajak aku dan Tuan Kulit Harimau, akhirnya jadi orang lumpuh begini. Bener-bener gak ada obat!"
Melihat sikap hina si brengsek ini, darahku langsung mendidih, "Ini semua gara-gara si Master Shixiongmu! Bilangnya kamp pelatihan bisa ngasah pengalaman dan tekad, plus latihan sistematis buatku..."
"Tapi lihat hasilnya! Mati ya mati, cacat ya cacat, peserta tewas lebih dari separuh. Ini namanya latihan apa sih? Gila! Ini bukan cuma ngejebak Ayah, tapi bener-bener pembantaian!"
Menyimak rentetan keluhanku yang tak henti, Si Berbulu tetap nyengir sambil tepuk tangan, "Bagus! Nanti aku laporin semua ini ke Master Shixiong. Biar dia yang jelasin sendiri sama lo."
Dengar ancamannya, kutumpahkan lagi segudang makian sampai mulut kering dan mata berkunang-kunang. Tiba-tiba segelas air muncul di hadapanku: "Lu-san, airnya."
Suara lembut bak teh hangat itu meredakan kepenatan hatiku. Baru kusadari Kato Aya masih berdiri anggun dengan nampan. Saat mat kami bertemu, pipinya memerah, "Maaf, Lu-san. Sudah lama tidak bergerak, koordinasi tubuhku masih kaku sampai pecahkan gelas tadi."
Tapi... tapi aku akan mengganti rugi. Oh, kamu tidak bisa bergerak, biar aku yang menyuapimu?"
Tanpa banyak bicara, dia meletakkan gelas di bibirku lalu menuangkan air hangat ke mulutku dengan hati-hati.
Sejujurnya, sejak aku memiliki ingatan, selain ibuku, belum pernah ada yang menyuapiku - apalagi seorang wanita secantik dan seelok bintang film.
Kato Aya menyusuapi aku setetes demi setetes dengan sikap penuh perhatian dan sangat hati-hati. Hatiku tiba-tiba terasa hangat, aku pun berhenti berdebat dengan Si Berbulu dan mulai meneguk air perlahan.
Setelah kuanggukkan kepala sebagai tanda cukup, Aya meletakkan gelas lalu mengeluarkan sapu tangan wangi dari pelukannya, dengan telaten membersihkan sisa air di sudut bibirku.
Aku merasa tak enak hati dan mengangguk berterima kasih. Dengan gestur sopan dia membalas, "Kalau bukan karena Tuan Lu yang menyembuhkan penyakitku, mungkin aku akan tertidur selamanya. Merawat Tuan adalah kewajibanku. Aya sangat senang melihat Tuan akhirnya siuman."
Setelah bertukar basa-basi, kuberikan kode mata pada Si Berbulu.
Lao Xiao yang sudah lama menjadi rekan langsung paham maksudku. Dia berpamitan pada gadis Jepang itu yang mengangguk penuh sukacita, berjanji akan kembali besok.
Kutunggui kepergiannya yang mundur perlahan dengan penuh hormat, sambil sekali lagi mengucapkan terima kasih.
Melihat Kato Aya menutup pintu kamar dengan hati-hati, si berbulu tak bisa menahan decak kagum, "Orang Jepang memang ahli menikmati hidup. Wanita itu dilatih jadi begitu pengertian, bikin orang-orang di sini iri mati."
"Tahu tidak? Setelah kau hidupkan kembali gadis Jepang ini, ayahnya sudah mengirim beberapa kelompok untuk menjemputnya. Tapi dia ngotot tak mau pulang sebelum kau bangun. Diagnosis awal kau tahu? Tanaman! Bisa saja tak pernah bangun. Lihat, betapa berbahayanya. Jadi menurutku kondisi kau sekarang sudah bagus, bersyukurlah."
Aku menatap ke luar jendela. Tengah hari yang cerah, sinar matahari hangat merambat melalui kisi-kisi jendela, menciptakan kemalasan yang nyaman.
Aku bertanya sudah berapa hari aku tidur? Di mana tempat ini?
Si berbulu menyilangkan dua jari telunjuknya, "Sepuluh hari! Sialan kau, tidur sepuluh hari penuh! Teman-temanmu dari pelatihan hampir gila, berulah ribut di rumah sakit ini berkali-kali."
"Ini rumah sakit khusus Departemen Agama di Chuncheng, fasilitas terbaik. Lin Qiming si brengsek bilang kalau dalam tiga hari kau belum bangun, akan disiapkan pesawat khusus ke rumah sakit terbaik di ibu kota."
Jantungku berdebar, "Bagaimana dengan Tuan Kulit Harimau? Aku ingat saat pingsan dulu seperti mendengar suara si gemuk itu. Kenapa tak kelihatan sekarang?"
Si Berbulu mengangkat bahu, berkata tidak tahu kabur ke mana – dia sibuk di Dongguan sampai kakinya tidak menapak tanah, tiba-tiba suatu hari si Ayam Betina Gemuk bilang aku ada masalah besar, lalu langsung bergegas ke sini tanpa henti, tapi akhirnya tetap terlambat.
Untungnya kamu sendiri sudah menyelesaikan makhluk besar itu sendirian – kamu tidak tahu betapa gagahnya dirimu saat itu, memaki-maki makhluk legenda itu habis-habisan lalu berteriak "ketemu sekali pukul sekali", cahaya merah menyala terang, makhluk itu ketakutan lalu kabur malu-malu menghilang.
Semua orang di tempat itu terpana, wajah mereka blank lama tak bisa sadar...
Si Berbulu mendeskripsikan kejadian hari itu dengan mulutnya yang lancang, aku hanya bisa tersenyum getir, gagah di depan orang lain percuma, sekarang aku kan masih lumpuh di kasur?
Melihat dia asyik bercerita, aku terpaksa memotongnya dan bertanya keadaan teman-teman lainnya, akhirnya bagaimana?
