Saat melihat cowok ganteng yang mirip bintang Hollywood Tom Cruise ini, aku tak bisa menahan senyum. Aku melambaikan tangan dan menyapanya, "Hei, Wilson sayang, lama tak jumpa. Cuaca panas begini pakai mantel hitam tebal, tidak kepanasan?"
Wilson mengangkat bahu, "Panas sih tidak, tapi akhir-akhir ini pemeriksaan di negaramu semakin ketat. Aku butuh dua bulan cuma untuk berjalan dari Sungai Nu ke tempatmu ini. Dua bulan!" Sambil berkata demikian, ia mendekatiku lalu merebahkan diri sambil menempelkan tangan di dadanya: "Sahabatku, hormatku padamu, sang kuat yang di tubuhnya bersemayam dewa!"
Meski tahu diriku memang berbeda, Tuan Kulit Harimau dan Si Berbulu sama sekali tidak membahas detail kejadian hari itu, seolah merahasiakan sesuatu.
Yang kuketahui hanyalah di saat-saat genting terakhir, tiba-tiba aku mengumpat habis-habisan pada raksasa berkepala sapi Niu Tou yang muncul dari lubang hitam itu. Lalu dari tubuhku meledak kekuatan dahsyat yang memaksa makhluk itu larut dan kabur pontang-panting.
Yang jelas, kekuatan dari alam bawah sadar ini telah membakar semua potensi dan kemampuan dalam tubuhku secara bunuh diri dengan cara membakar nyawa. Hasilnya, sekarang aku tergeletak lemah di kasur, bahkan untuk ke toilet pun harus dibopong... Ah, sudahlah, membicarakannya hanya akan membuatku menangis.
Sementara itu tidak dibahas, melihat Wilson datang dari jauh sepertinya ingin membicarakan sesuatu. Karena takut sinar matahari, saya menyuruh Duoduo Si Siluman mendorong kursi roda saya kembali ke kamar, menyeduh dua cangkir kopi, lalu berbincang dengannya.
Wilson ini adalah ahli tentang China yang sudah tertular kebiasaan khas orang lokal - bicara muter-muter. Dia hanya bilang datang menjengukku untuk menunjukkan ikatan persahabatan antar rekan seperjuangan.
Setelah menghabiskan setengah cangkir kopi, saya mulai tidak sabar dan langsung berkata kepadanya: "Segala sesuatu ada alasannya, tak ada orang yang bangun pagi tanpa tujuan.
Kita kan sudah seperjuangan hidup mati, ngapain pakai basa-basi segala? Langsung saja katakan..."
Melihat saya memotong gayung bersambutnya, Wilson tampak lega. Katanya: "Lu, kita berdua sudah jadi saudara seperjuangan. Jadi sebagai kakak senior, saya tidak akan berputar-putar. Kenapa kamu tidak memberi tahu saya tentang kompleks lendir itu?"
Saya langsung bingung dan bertanya: "Lao Xiong, maksudmu apa sih? Kok saya tidak paham?"
Melihat ekspresi polos saya, wajah Wilson langsung masam seperti kopi tanpa gula, alisnya berkerut kuat.
Dengan hati-hati dia menjelaskan: "Lu, zat yang kamu pakai untuk menyelamatkan nona Jepang itu adalah ekstrak intisari kompleks lendir - persis yang saya butuhkan. Dengan itu, setelah serangkaian eksperimen, saya yakin bisa memecahkan kutukan Tuhan ini dan bebas berjalan di bawah matahari tanpa perlu mantel hitam khusus ini."
Otakku perlahan mengingat, baru teringat setelah beberapa saat, lalu berkata, "Oh, rupanya yang kau inginkan adalah Tai Sui Kuning, Ganoderma ya?"
Kepala cowok ganteng ini mengangguk seperti ayam mematuk beras, sambil berkata, "Ya, benar, di negerimu China memang disebut begitu."
Aku mengangkat kedua tangan dengan pasrah, "Wilson sayang, meski sangat ingin membantumu, tapi terpaksa kuberi jawaban 'No'."
Mendengar jawabanku, Wilson tertegun dengan ekspresi campur marah dan sedih, "Why? Tidak, Lu, kau tak bisa memperlakukanku begini! Kita pernah bertempur bahu-membahu, aku ikut menantang Bangsawan Edward dengan risikonya, bahkan melawan para dukun terkuat di sini. Melewati hidup dan mati, tapi kau malah bilang 'No'... Apa... Tak bisakah kau beri kompensasi? Rekeningku dibekukan, tapi aku bisa bekerja untukmu..."
Meski tubuh tak bisa bergerak, Tuhan membukakan jendela lain. Medan energi 'Qi'-ku semakin sensitif, membuatku bisa merasakan vampir di depanku kini jauh lebih kuat.
Tapi alih-alih menggunakan kekerasan, ia justru mencoba membujukku dengan kata-kata.
Hanya dengan ini saja, Wilson sudah layak kanggap sebagai sahabat sejati.
Sayangnya yang berkuasa bukan aku, melainkan sang paman yang sedang tidur lelap dalam tubuhku. Aku pun tak berdaya.
Setelah saya menjelaskan kondisinya kepada Will, ia pun terdiam membeku. Butuh beberapa saat baru ia sadar kembali dan bertanya, "Serangga kecilmu kapan bisa bangun?"
Saya mengangkat bahu, "Siapa yang tahu? Mungkin besok, mungkin beberapa bulan, atau tahun depan. Aku juga sangat menanti kebangkitan si kecil ini. Sayangnya aku tak bisa memberitahumu waktu pastinya."
"Jadi, maaf..."
Will Gangero menggelengkan kepala, "Tidak, sahabat. Jangan bicara permintaan maaf. Akulah yang merepotkanmu."
"Lihat dirimu sekarang, sulit bergerak seperti bayi yang rapuh."
"Kurasa pria sekerenmu pasti punya banyak musuh balas dendam? Maksudku, apa kau perlu merekrut bodyguard sekarang? Aku yakin bisa memenuhi posisi itu. Tentu, upahku tak muluk. Jika seranggamu sudah bangun, berikan saja ekstrak intisari kompleks lendir padaku - mungkin kau tak tahu betapa berharapnya seorang anggota Suku Darah bisa melihat matahari lagi. Jadi maafkanlah sikapku yang kurang sopan ini."
Memandang bule tua yang elegan dan kuat ini, diam-diam saya kalkulasi. Sebagai pria yang telah melalui banyak rintangan, memang kini saya lebih takut mati dibanding dulu. Jadi usulan Will ini tampak cukup menarik.
Tapi saya tak langsung memutuskan. Selalu waspada adalah prinsip hidup saya.
Untuk menilai orang, sepertinya Tuan Harimau Kucing yang lebih berhak memberi pendapat.
Jadi soal apakah Will boleh tinggal atau pergi, sebaiknya kita tunggu kembalinya si ayam betina gemuk dan Si Berbulu malam nanti untuk berdiskusi bersama.
Wilson adalah orang yang sangat cerdik. Melihat aku mulai tertarik tapi belum langsung menyetujui, dia tahu aku perlu berdiskusi dengan orang lain, jadi tidak terburu-buru.
Dia mengenakan topinya, memandang cahaya senja di luar, lalu bangkit untuk pamit. "Lu, calon bosku di masa depan, untuk perekrutan ini kau bisa pertimbangkan matang-matang. Sebagai tenaga serba bisa, kurasa aku bisa membantumu banyak."
"Malam sudah tiba, aku harus mencari makanan. Besok kutunggu jawabanmu, semoga kabar baik."
Mendengar ucapan "mencari makanan"-nya, aku merasa pusing. "Wilson, kuharap besok tidak membaca beritamu di halaman kriminal koran Legal Evening News."
Wilson tertawa terbahak. "Lu, kau benar-benar ketinggalan zaman! Di pasar bebas, selama ada Kakek Mao, aku bisa beli semua yang kubutuhkan dari bank darah - golongan A, B, O, berbagai rasa lengkap. Tidak sebrutal yang kaubayangkan."
Saat vampir perkasa itu pergi, aku bertanya pada siluman kecil di sampingku: "Bagaimana pendapatmu tentang paman itu?"
Duoduo Si Siluman mencibir. "Paman? Itu kan cuma jing kelelawar? Tapi bicaranya sopan, berkarisma, kekuatannya juga hebat. Cocok jadi preman atau pajangan."
"Tapi dia bukan tipe yang bisa diikat. Seperti preman, suatu hari pasti pergi. Mustahil ditahan paksa."
Aku tersenyum. Gadis kecil ini semakin tajam analisanya.
Malam itu, ketika Si Berbulu datang menjengukku, aku menceritakan hal ini. Si Berbulu mengangguk setuju, mengatakan orang asing itu tidak berniat jahat, hanya ingin menjaga Feifei sampai bangun dan mencegah kecelakaan. Kami memang butuh tambahan orang untuk berjaga-jaga jika Sekte Iblis menyerang - saat itu dia buru-buru datang ke lokasi, sempat melihat sekilas. Setelah Wilson menghilang, semua membiarkannya pergi. Tak disangka dia bisa menemukan sini, hidungnya memang tajam.
Aku juga bercerita tentang pertemuan dengan Bos Zheng siang hari. Dia langsung mengeluh, "Kantor konsultan kita terlalu sibuk akhir-akhir ini! Aku sendirian tidak sanggup, kerja terus tanpa henti. Kecuali Zhang Aini, staf lain sama sekali tidak berpengalaman, bikin kalang kabut. Jika terus begini, aku akan kasih ultimatum berhenti!"
Masalah ini sudah dibahas dengan dua pemilik lain. Kami sedang mencari ahli feng shui berkualifikasi, tapi belum ketemu yang cocok. Si Racun Kecil, kalau kondisi sudah membaik, daripada nganggur di sini setiap sore, minta Lu Yaoyao dorong kursi roda ke kantor untuk jaga shift. Setidaknya bisa membujuk klien untuk konsultasi atau layanan rawat jalan. Untuk urusan lapangan, biar aku yang tangani bersama Lao Wan dan Xiao Jun.
Si Berbulu sebenarnya adalah pria nonkonformis yang bebas seperti angin, sayangnya dibikin kantor konsultan oleh si rubah tua Bos Gu ini. Setiap hari sibuk kerja, apalagi setelah aku lumpuh, bahkan hiburan malam pun sudah tak kusinggahi karena kelelahan. Persis seperti banteng tua. Begitu melihatku, langsung buru-buru merekrut: "Lao Wan dan Xiao Jun bibit bagus. Kalau kau latih mereka berdua, kedepannya bisa ngurangin kerjaan."
Terbaring sakit selama lebih dua bulan, rasanya selangkangan sampai pegal nganggur. Masih muda 24 tahun, wajar kalau bosan diam. Kalau tidak, hari ini juga tidak akan dengar omongan Bos Zheng setengah hari. Makanya langsung kangguk setuju tanpa banyak bicara.
Keesokan harinya, Tuan Kulit Harimau berhenti keluyuran. Sebagai direktur SDM Kantor Konsultasi Feng Shui Mao Jin, dia menginterview calon karyawan baru.
Usai interview, sang tuan berkata: "Bangsat ini ototnya lumayan, lincah. Lagian bule buat pajangan juga kelihatan mentereng. Kedepan jadi kendaraan pribadi Sang Dewa saja."
Wilson penasaran dengan burung cerewet ini, tak tahan mengulurkan tangan untuk merabanya. Ayam betina gemuk marah besar, terbang ke udara sambil memaki habis-habisan. Habis itu ngadu padaku: "Bos, ada yang mainin burungmu. Katanya gimana nih?"
Omongan ini bikin bagian bawah tubuhku yang mati rasa sampai ingin mengencangkan celana. Wilson malah pusing tujuh keliling, bergumam: "Burungnya tajam betul..."
Demikianlah, Wilson bergabung, sementara bagian tubuh atasku yang mulai pulih, setiap pagi masih berada di rumah sakit rehabilitasi, melakukan fisioterapi di bawah bimbingan dokter. Sore hari, dengan pengawalan dua ahli yaitu siluman kecil dan Wilson, aku diantar ke First International di selatan kota untuk bertugas di Kantor Mao Jin, memulai kehidupan menyedihkanku sebagai pekerja kantoran yang sakit.
