Dua orang mengangkat bersama, satu orang melepaskan tangan, konsekuensi alamiah pasti terjatuh ke lantai.
Aku melihat wanita berbaju putih itu menundukkan kepala, rambutnya yang halus seperti pita terjuntai hingga menyentuh tangan Zhu Hongxiang, sementara aku bersama kursi roda terlempar keras ke belakang.
Ini sebenarnya hanya rintangan kecil, Lao Wan awalnya tak menghiraukan, namun saat didorong keras, malah kakinya sendiri yang terkilir, terpelanting ke samping.
Persis saat aku hendak jatuh keras ke lantai, sebuah tangan kecil menjulur, menahan kursi roda dengan stabil.
Siluman kecil di samping menegakkan kembali kursi roda, berseru "Berani sekali!", tangan mungilnya yang seperti batang teratai mengayun ke depan, melayang dan melompat mendekati sisi Zhu Hongxiang.
Meski mendarat dengan selamat, tubuhku masih gemetar hebat. Setelah stabil, kuangkat kepala dan melihat Zhu Hongxiang terbaring kaku di lantai kamar mandi, sementara Duoduo Si Siluman berjongkok di depan toilet, mengangkat pantat kecilnya sambil mengamati retakan itu.
Lao Wan terjatuh terjengkang, sambil memijat punggungnya ia merangkak bangun sambil menghela napas berat. Namun saat melihat iparnya terbaring dengan kepala menengadah ke langit, ia kaget setengah mati. Meraih bahuku dengan panik, ia berkata: "Kak Lu, ini... ini bagaimana keadaannya?" Meski aku sudah menjadi orang lumpuh, kehadiran siluman kecil membuatku tak terlalu khawatir. Mengingat adegan tadi, sudut bibirku tersenyum: "Tak masalah, cuma benda kecil saja. Lao Wan, ambilkan segelas air dan semprotkan ke wajah iparmu. Pasti dia langsung bangun."
Lao Wan tak berani menunda, segera pergi ke ruang tamu mencari gelas. Sementara itu, aku bertanya pada Duoduo di kamar mandi: "Bagaimana? Ada yang kau temukan?"
Siluman kecil itu menguap lebar: "Hidungmu kan masih berfungsi, cium baik-baiklah!"
Melihat gadis kecil ini masih tampak kesal padaku, aku tak terus bertanya. Tarik napas dalam-dalam.
Benar, kcium aroma samar energi mayat. Bau ini tak kuat, tapi saat menyusup ke lubang hidungku, terasa licin berminyak. Lalu merosot ke perutku, mengaduk-aduk makanan siang tadi sampai hampir muntah.
Aku mengerutkan alis, sadar hal ini bukan sesuatu yang bisa kuselesaikan sendirian.
Lao Wan berlari membawa gelas penuh air, meminum setengahnya lalu menyemprotkan ke wajah Zhu Hongxiang. Pada semprotan ketiga, Zhu Hongxiang terbangun sambil mengusap air liur di wajahnya.
Ia membuka mata dengan wajah bingung, dahinya basah oleh keringat. Setelah bangkit dari lantai, ia bertanya: "Ada masalah apa? Kenapa tiba-tiba pandanganku gelap lalu jadi begini?"
Lao Wan tak tahu soal kerasukan sepupunya. Ia meludahkan air liur sambil memaki: "Dasar Lao Zhu! Kau gila apa hampir menjatuhkan Kak Lu? Kedatangannya hari ini adalah bentuk penghargaan untuk pengabdianku selama bertahun-tahun! Kalau sampai beliau celaka, bagaimana aku bisa menghadapi dunia ini?!"
Zhu Hongxiang memeluk kepalanya dalam diam. Urat di dahinya berdenyut-denyut, jelas tak bisa mengingat apapun.
Kutahan Lao Wan: "Jangan salahkan dia. Tadi bukan kesengajaan. Pasti ada roh jahat yang mengganggu."
"Begini, Lao Zhu. Telepon polisi dulu. Nanti saat mereka datang, mungkin kita harus membongkar ubin kamar mandimu. Lao Wan, kau bisa ke toko lilin dupa terdekat? Beli 9 batang dupa, 2 bundel uang kertas, dan sepasang lilin merah. Kalau pasar masih buka, ambil seekor ayam jago berbulu, sepasang wortel, dan setengah kati beras xian. Penting!"
Melihat keseriusanku, Lao Zhu dengan ragu mengeluarkan telepon dan menelepon 110. Lao Wan tanpa bicara langsung bergegas turun tangga.
Saat menunggu polisi datang, aku bertanya pada Zhu Hongxiang, "Apa kamu kenal pemilik sebelumnya? Kerjanya apa?" Lao Zhu tampak ketakutan, menelan ludah, "Pernah ketemu sekali. Kata makelar dia bos perusahaan dekorasi, tapi menurutku levelnya cuma mandor proyek. Pria 40-an tahun, katanya mau pindah ke rumah lebih besar untuk nikah, jadi jual tempat ini..."
Di tengah keluhannya, pria berkacamata tebal ini menggerutu, "Apapun kerjanya, tetap lebih baik dari kami yang hidup dari gaji pas-pasan. Susah payah nabung, eh rumah malah jadi begini... Ah..."
Kucoba tenangkan dia. Tiba-tiba pintu kamar diketuk keras. Zhu Hongxiang buru-buru buka. Masuk beberapa polisi berbadan besar. Kulihat pemimpinnya dan tak tahan tersenyum.
Polisi paruh baya itu juga tersenyum melihatku, "Lu Zuo, tak kusangka kau di sini—Lho, kenapa? Kok sampai pakai kursi roda?"
Polisi bermarga ganda Ouyang ini—entah namanya apa—pertama kali kuketemu saat Si Berbulu menangani kasus hantu perempuan di koridor. Waktu itu Xiao masih belum mahir, suka ngibul. Pak Ouyang ini ada di TKP, tapi tak kusangka sekarang pindah tugas ke daerah sini.
Karena sudah kenal, tak perlu banyak penjelasan. Setelah berbasa-basi sebentar, aku menjelaskan situasi di sini kepada Pak Polisi Ouyang. Kukatakan curiga ada makhluk halus di bawah lantai kamar mandi ini, perlu saksi dari kepolisian.
Awalnya Pak Ouyang kurang bersemangat, tapi kini jadi antusias. Ia menelepon pemadam kebakaran minta bantuan. Tak sampai sepuluh menit, beberapa tentara pemadam berbaju oranye datang membawa bor dan palu delapan pon.
Setelah berdiskusi, para pemadam mulai bekerja di kamar mandi dengan bor dan palu. Gemeretak suara alat-alat itu menarik kerumunan orang tak dikenal di depan pintu, para ahli beli kecap yang suka keributan.
Zhu Hongxiang berdiri di pintu lorong mengintip ke dalam. Setiap dentang "krak!" membuat alisnya berkedut tak terkendali, wajahnya menyiratkan sakit hati.
Agar tak mengganggu pekerjaan pemadam, siluman kecil mendorongku kembali ke ruang tamu. Ngobrol sebentar dengan Pak Ouyang yang tampak muram. Tak berani tanya detail, hanya cerita sepintas tentang keadaan beberapa tahun terakhir.
Belum sempat mengobrol lama, riuh rendah suara tiba-tiba datang dari kamar mandi. Pak Ouyang langsung tak bisa duduk diam, bergegas berlari ke sana.
Dari riuhnya suara yang kudengar, pasti mereka telah menemukan sesuatu.
Setelah beberapa saat, Pak Polisi Ouyang menutup hidungnya mendekat dan berkata: "Lu Zuo, prediksimu benar. Di bawah ubin lantai kamar mandi ini tersembunyi mayat manusia yang sudah sangat membusuk. Wajahnya sudah tak bisa dikenali, tapi kemungkinan besar perempuan. Dia sudah menghubungi tim kriminal daerah. Nanti akan ada dokter forensik dan petugas dari atas yang mengambil alih."
Aku mengangguk dan berkata: "Perlu diperhatikan mantan pemilik suite ini. Kalau mau mengubur seseorang sepenuhnya di sini, pasti tak bisa disembunyikan dari pemiliknya. Atau mungkin dia sendiri pelakunya."
Pak Polisi Ouyang tersenyum: "Aku juga sudah memikirkannya. Sudah menyuruh rekan ke perusahaan properti untuk menyelidiki data. Akan disiapkan secepatnya."
Saat itu di pintu terdengar keributan. Kulihat Lao Wan sedang berbicara dengan polisi yang memblokir TKP. Kuberi tahu Ouyang: "Itu anak buahku. Dia pergi membeli persembahan untuk mendoakan arwah gentayangan. Hal ini sangat angker, lebih baik diadakan ritual. Kalau tidak, bisa-bisa anak buahmu kemasukan aura jahat dan jatuh sakit nanti. Rugi besar."
Pak Polisi Ouyang menyetujui dan menyuruh orangnya membiarkan Lao Wan masuk.
Kusuruh siluman kecil mengantarku ke depan kamar mandi. Saat itu beberapa tentara pemadam kebakaran sudah membongkar seluruh ubin lantai. Di antara tumpukan pecahan keramik, terlihat mayat yang dibungkus kantong plastik tiga warna.
Karena sebagian sudah terbuka, seluruh ruangan dipenuhi bau busuk mayat. Wajah para tentara pucat pasi. Sementara Zhu Hongxiang sama sekali tak tahan, lari ke dapur dan muntah-muntah sampai ususnya terasa mau keluar.
Aku sudah terbiasa melihat pemandangan seperti ini, hanya mengerutkan alis sambil memperhatikan — kantong plastik tiga warna itu sudah terbuka, memperlihatkan wajah yang kabur. Kulit dan ototnya sudah hampir membusuk, matanya sudah tidak ada, batang hidungnya ambruk, mulutnya menjadi lubang hitam berlendir yang sulit dilupakan. Hal yang paling mencolok adalah di dahinya tertancap paku kayu hitam legam.
Bagian di bawah kepala, sebagian besar tubuh ini sudah sangat membusuk. Kulit dan daging yang mengembang mengeluarkan cairan jaringan berbau busuk, dipenuhi belatung putih yang menggeliat-geliat, sudah melahap habis perutnya.
Aku bukan dokter forensik, tidak bisa memperkirakan berapa lama mayat ini sudah meninggal. Tapi melihat paku kayu di dahi itu, aku tahu ada seluk-beluk yang sangat rumit di balik ini.
Sang pembunuh pasti punya pengetahuan terkait. Setelah membunuh korban, dia memasukkan wanita ini ke kamar mandi, meninggikan dasar lantai, lalu mengatur tata letak khusus untuk menahan energi dendamnya.
Tapi karena Zhu Hongxiang dan yang lain merasa toilet itu terlalu kotor lalu menggantinya, menyebabkan segel kamar mandi terbuka sedikit celah, sehingga memicu rangkaian peristiwa yang terjadi kemudian.
Sebenarnya seperti yang kukatakan sebelumnya, jika arwah penasaran wanita ini lebih dipenuhi kebencian lagi, mungkin sepupu Lao Wan dan pasangannya tidak akan bisa bertahan hidup.
Jadi bisa dibilang dia adalah hantu yang baik, arwah yang masih berhati mulia.
Aku memotong wortel menjadi beberapa bagian, lalu menancapkan lilin dan dupa di atasnya, menaburkan beras xian di sekelilingnya, menyingkirkan semua orang, dan mulai melantunkan mantra mendoakan arwah gentayangan.
Hal ini tidak membutuhkan banyak energi spiritual, selama ada belas kasihan dan ketulusan dalam hati, maka akan efektif, jadi aku masih bisa menyelesaikannya.
Setelah beberapa saat, kesadaranku tiba-tiba merasakan arwah yang melilit di sini sepertinya masih menyimpan dendam, hati sulit tenang, bersikeras menolak untuk pergi.
Aku menghela napas, meletakkan uang kertas yang dilipat Lao Wan dan siluman kecil di atas lilin untuk dibakar, berkata: "Segeralah pergi, mayatmu pasti akan dikuburkan dengan layak; mengenai si pembunuh, karena mayatmu sudah terungkap ke permukaan, dia tidak akan bisa kabur. Jangan menunggu lagi di dunia manusia, nanti kesadaranmu hilang diterpa angin Yin, pulanglah, pulanglah. Segala hal di dunia ini akan ada hasil dan balasannya."
Dalam nyala uang kertas yang perlahan terbakar, aku menutup mata. Samar-samar, sepertinya kulihat seorang perempuan berbaju putih membungkuk dalam-dalam padaku, lalu terbang menuju atap rumah.
Kubuka mata, tersenyum - gadis kecil ini cukup tahu diri, jadi aku tidak perlu menyembelih ayam jago itu.
