Setelah diplomasi Che Hongbao, kami akhirnya menemui Guru Wang yang dia sebutkan.
Guru Wang bernama lengkap Wang Qiaohua, pembimbing OSIS yang baru lual beberapa tahun lalu. Berusia sekitar 27-28 tahun, termasuk guru yang relatif muda di sekolah.
Setelah mengetahui identitasku, ia secara refleks menunjukkan kecurigaan. Namun kondisi saat ini agak rumit. Dari enam orang yang ikut permainan Bixian, Lin Mo tewas setelah melompat dari gedung, sementara gadis lain Yang Zixi tiba-tiba menjadi seperti orang gila. Hal-hal ini membuatnya pusing. Setelah beberapa kali berkomunikasi dengan orangtua siswa yang datang menuntut, ia selalu dimaki habis-habisan. Pimpinan juga sangat kecewa padanya, terus mempertanyakan mengapa ia mengizinkan klub studi spiritual yang menyebarkan takhayul feodal seperti Asosiasi Penelitian Ilmu Gaib bernaung di bawah himpunan mahasiswa.
Guru Xiao Wang sebenarnya juga punya banyak keluhan. Ia baru dua tahun mengajar di sini. Mengapa ia harus menanggung konsekuensi dari masalah warisan masa lalu?
Setelah komunikasi singkat, aku dan Xue Rui berhasil melihat salinan rekaman saat Lin Mo melompat dari gedung di ruang monitor sekolah.
Gambar dalam rekaman tidak terlalu jelas. Kamera mengarah ke koridor panjang dengan lampu jalan menyinari area kosong di bawahnya.
Pada pukul 01:12 dini hari, terlihat seorang pria kurus tinggi mengenakan celana pendek hitam dengan badan telanjang, bergerak kaku muncul di koridor.
Pria itu adalah Lin Mo. Karena sudut pengambilan gambar, wajahnya tampak kabur, namun masih bisa terlihat matanya terpejam rapat dengan otot pipi bergetar tak terkendali, menciptakan kesan sangat menyeramkan.
Selain itu, mulutnya terus bergumam tanpa henti, bibirnya bergerak-gerak seolah mengucapkan sesuatu yang tak jelas. Seperti lalat tak berkepala, ia berputar-putar di koridor selama sekitar puluhan detik sebelum kedua tangannya meraih pagar di sisi dalam.
Seluruh proses ini terlihat seperti ada kekuatan tak kasat mata yang menariknya untuk bergerak.
Hanya dalam hitungan detik, Lin Mo menginjak bangku, memanjat pagar setinggi 1.6 meter, memutar tubuhnya, lalu menghilang dari layar.
Gerakan sederhana ini mengakhiri nyawa muda yang penuh vitalitas.
Ada cahaya.
……
Gambar membeku pada pukul 01:13. Guru Xiao Wang menekan tombol pause dan menjelaskan: "Kata-kata terakhir Lin Mo sebelum terjun, menurut ahli penyelidikan, kira-kira 'Kamu tidak bisa menangkapku, aku tidak akan mati...'. Tidak ada yang mengerti maksudnya. Meski dalam investigasi diketahui dia sering main Bixian, tapi kesimpulan akhir tetap bunuh diri."
"Oh, aku masih menyimpan beberapa foto TKP secara diam-diam. Mau lihat?"
Aku dan Xue Rui saling memandang. Guru Xiao Wang ini ternyata menyimpan barang bukti secara ilegal.
Tapi foto mayat tak ada artinya. Kami tak ingin mata kami terkontaminasi energi negatif, jadi menolak.
Namun Xue Rui meminta untuk memutar ulang rekaman.
Meski agak heran, Guru Xiao Wang tetap memutar ulang rekaman CCTV.
Xue Rui menatap tajam gambaran itu tanpa berkedip, terus meminta diputar ulang. Pada putaran kelima, tiba-tiba dia menyuruh Guru Xiao Wang berhenti, lalu menunjuk ke belakang Lin Mo yang sedang bersiap untuk memanjat turun, "Kakak Lu Zuo, lihat bagian ini. Apa kamu merasakan keanehan?"
Aku mendekat, memicingkan mata untuk melihat lebih jelas. Di tempat yang ditunjuk ujung jari Xue Rui, gambaran itu terlihat sangat buram.
Keburaman ini bukan berasal dari masalah perangkat kamera pengawas, melainkan semacam keterpisahan samar dengan ruang sekitarnya, seolah terhalang kaca buram.
Perbedaan ini sangat halus. Orang biasa takkan bisa melihat, apalagi mengenali kejanggalan ini. Tapi Xue Rui yang memiliki Mata Langit bisa.
Setelah diingatkan, aku pun menyadari. Kematian Lin Mo bukan karena tidur berjalan, tapi ada makhluk halus di baliknya.
Makhluk itu mengendalikan kesadarannya, lalu membimbingnya langkah demi langkah menuju jurang kematian.
Guru Xiao Wang yang mendengar diskusi kami tentang gambaran itu bertanya hati-hati, "Ada masalah apa?" Xiao Yao di sampingnya menjawab kesal, "Masalah apa? Rasa penasaran membunuh kucing! Mereka main Bixian sampai memanggil arwah penasaran, akhirnya mati. Sesederhana itu."
Guru Xiao Wang terbelalak mendengar penjelasan gadis cantik ini, ragu-ragu bertanya padaku, "Benarkah?"
Aku mengangguk, berkata mungkin saja. Secara logika, tempat seperti sekolah yang merupakan tempat suci Konfusianisme dengan aura kebudayaan yang kental seharusnya tidak memiliki roh jahat seperti ini. Tapi segala hal takut pada dua karakter "" (sepuluh ribu) dan "" (satu), tak ada yang bisa menjamin apa yang mungkin terjadi.
Bukankah ada seorang siswa yang baru saja menjadi gila karena ketakutan kemarin? Bawa kami untuk melihatnya.
Guru Xiao Wang sebenarnya adalah orang yang sangat berpendirian, namun kejadian-kejadian belakangan ini terlalu mustahil sehingga membuatnya tidak bisa tidak merasa ngeri, strategi berpikirnya pun sepenuhnya mengikuti kami.
Akhirnya dia mengangguk setuju, membawa kami untuk menemui siswa tersebut.
Di sebuah kamar rumah sakit pendidikan sekolah, kami bertemu Yang Zixi beserta orangtuanya.
Orangtua Yang Zixi adalah pekerja biasa dari kota kabupaten kecil, sikap mereka terlihat agak kikuk.
Saat tiba di rumah sakit, terlihat seorang pria paruh baya berjongkok sambil merokok di depan pintu dengan wajah muram. Guru Xiao Wang memberitahu itu adalah ayah Yang Zixi.
Ayah Yang bukan tipe yang mudah diajak bicara, suaranya kasar. Begitu melihat Guru Xiao Wang, langsung memarahi sambil mengancam akan menemui rektor, kepala sekolah, bahkan wali kota jika sekolah tidak memberikan penjelasan yang memuaskan.
Ketika mengetahui bahwa beberapa pria dan wanita di belakang ini adalah teman sekelas putrinya yang bermain permainan Bixian yang sialan itu, Ayah Yang mengangkat lengan bajunya dan bersiap menerjang untuk menampar beberapa kali, dihentikan namun tetap tak bisa menahan amarah, memaki saya selaku pemimpin: "Kalian brengsek! Tidak belajar baik-baik, setiap hari main aliran sesat ini, sekarang enak kan? Kulihat wajahmu lebih tua dari yang lain, mengapa tidak mencontoh yang baik? Bekas luka di pipimu ini sudah menunjukkan kau bukan orang baik..."
Saya meraba bekas luka di pipi kiri, mundur menghindari ludah Ayah Yang, sementara Xue Rui dan siluman kecil tertawa terkekeh di samping.
Ketika mengetahui saya adalah Tuan yang diundang untuk "membaca dupa" bagi putrinya, Ayah Yang langsung menjadi sangat kaku, terus meminta maaf sambil menarik tangan saya dengan air mata, berpesan harus menyelamatkan anaknya, gadis baik yang baru lulus ujian masuk universitas ini tak boleh hancur begitu saja.
Ibu Yang justru bersifat lemah, terpaku di pinggir tempat tidur sambil menangis hingga air matanya membasahi selimut putih bersih.
Saya menatap tajam ke arah tempat tidur tempat gadis yang gemetar ketakutan di balik selimut itu, meminta Ayah dan Ibu Yang untuk diam.
Nama Yang Zixi terdengar indah, tapi penampilannya biasa saja. Kulitnya agak gelap dengan beberapa bintik di wajah. Sejak kami masuk, dia terus menyembunyikan diri di balik selimut tanpa bicara. Saat mendengar suara, dia membuka selimut, melirik kami lalu berteriak "Aaa!" sebelum kembali menutupi kepala dan terpaku di bawah selimut.
Ibu Yang mengosongkan posisinya dan membujuk putrinya untuk keluar berbicara dengan kami, sayangnya Yang Zixi masih menyelimuti kepalanya dengan selimut, terus-terusan berteriak: "Hantu, hantu, kamu tidak bisa menangkapku, pergi sana…"
Mendengar perkataan Yang Zixi, Guru Xiao Wang membelalakkan matanya, lama tidak berkata-kata.
Setelah setengah menit, Yang Zixi mulai tenang sedikit. Guru Xiao Wang memberitahuku bahwa siswi Yang Zixi mulai menunjukkan gejala kemarin pagi - mengigau tidak karuan, lalu tidak mengenali siapapun, diliputi ketakutan, kecemasan, kekhawatiran, tangisan, teriakan histeris… kemudian terserang demam tinggi.
Teman-temannya membawanya ke rumah sakit, lalu memanggil orangtuanya. Harus menunggu sampai demamnya turun dulu baru bisa dilakukan penilaian apakah ada masalah kejiwaan.
Aku menggelengkan kepala: "Tidak perlu. Dia tidak gila, hanya kehilangan roh."
"Kehilangan roh?" Beberapa orang di sekeliling serentak bertanya dengan bingung.
Aku menoleh ke Xue Rui. Dia mengangguk: "Siswi Yang memang kehilangan hun dan po, sehingga terlihat seperti orang gila dan mengabaikan ikatan keluarga."
"Ini bukan masalah besar. Karena kami menemukannya cepat, cukup panggil kembali hun-nya pada pukul dua belas malam nanti. Kalian tidak perlu khawatir."
Orangtua Yang Zixi dan Guru Xiao Wang masih setengah percaya. Aku berbalik ke kerumunan Xiao Jing di belakang: "Situasinya sudah jelas. Sekarang saya ingin melihat tempat kalian bermain Bixian. Ayo, siapa yang mau mengantarkan?"
Yang Yi memberitahuku bahwa mereka bermain permainan di kantor klub Riset Ilmu Spiritual. Itu adalah gedung kelas tua yang disediakan untuk kegiatan klub. Kunci ada di tangan Lin Mo, tapi setelah ia mengalami kecelakaan, kunci itu tidak pernah terlihat lagi.
Kunci cadangan ada di tangan OSIS, tapi mereka menggunakan alasan ada masalah untuk menyegel kantor klub. Jika ingin masuk dan melihat, mungkin perlu usaha ekstra.
Kukatakan tidak masalah, bawa aku langsung ke sana. Ada kunci atau tidak, itu tidak penting.
Setelah bicara kami bersiap pergi. Ayah Yang menarik lenganku, "Tuan Lu, jangan pergi! Putriku Xi Xi masih menunggu pertolonganmu!"
Aku tersenyum, "Paman Yang, jangan panik. Waktu terbaik untuk memanggil arwah biasanya jam 12 malam. Silakan beli lilin dupa, beras dalam cangkir, sumpit bambu dulu. Kami tidak akan kabur. Malam nanti pasti kembali untuk memanggil arwah putrimu. Tidak akan terlambat."
Ayah Yang akhirnya menarik tangannya dengan canggung, "Baik, baik. Terima kasih Tuan Lu."
Saat meninggalkan kamar sakit, Guru Xiao Wang bertanya apakah yang kukatakan tadi benar adanya?
Aku tersenyum, "Benar atau tidak, besok akan terbukti."
Saat jam makan, kami menyantap makanan seadanya di sekitar sekolah. Guru Xiao Wang ikut serta.
Pukul 12.30 siang, kami tiba di tempat Xiao Jing dan temannya memanggil Bixian. Sebuah gembok besar mengunci pintu.
Tapi ini bukan masalah bagi siluman kecil. Dengan sentuhan lembut, pintu pun terbuka.
Ini kantor yang tidak terlalu besar. Beberapa meja disusun di tengah ruangan, ditutupi belasan koran secara sembarangan. Yang Yi mengeluarkan alat-alat yang digunakan hari itu dari laci. Tidak ada yang istimewa. Saat itu sedang puncak energi Yang dalam sehari, jadi tidak terlihat sesuatu yang aneh.
Aku menempelkan wajah di meja, menatap kertas putih dengan tulisan angka berantakan dan pulpen itu sambil mengerutkan alis. Tiba-tiba kulihat di koran sore di bawahnya ada sebuah berita. Aku menoleh dan bertanya, "Xiao Jing, di sekolah kalian juga ada yang meninggal baru-baru ini?"
Xiao Jing mendekat dan melihat. Dia bilang iya, yang meninggal adalah seorang kakak tingkat pascasarjana yang sedang hamil besar, ditikam sampai mati di tengah jalan.
