Seketika, kuku Xiao Mu memanjang tajam, menyentuh leherku. Sensasi pedang pendek menusuk dari dalam.
Di detik-detik terakhir sebelum jiwa ragaku tercerai, dari Dantian bawah dua cun empat fen di bawah pusar, tiba-tiba muncul aliran energi panas menyengat yang bergolak blup-blup keluar.
Begitu sensasi Qi muncul, rasanya seperti tanggul jebol, gunung dan sungai bergolak. Sehebat apa air terjun Hukou di Sungai Kuning, sehebat itulah energi yang mengalir - Tiba-tiba, aliran panas menyapu seluruh tubuhku. Seluruh badan terasa seperti direndam sauna tiga lapis. Dingin menusuk tulang yang membelitku selama setengah tahun, lenyap seketika bagai diusir ke Pulau Jawa, tak tersisa jejak.
Aku yang terjerat bayangan kematian, pada detik ini merasakan kekuatan yang lama hilang kembali mengaliri tubuh.
Ah, ah, ah...
Entah kenapa, tak kuasa kutahan lengkingan panjang keluar. Seluruh rangka tubuh berderak bak guntur, kaki menginjak tanah dengan mantap. Kekuatan tak putus-putus menyembur dari bawah tanah.
Kuku Xiao Mu setajam mata pedang yang diasah, tapi tak sanggup menyayat kulitku untuk mengeluarkan otot segar dan darah membara di dalamnya.
Sebab di antara kuku dan kulitku, terpancar sinar keemasan terang yang menghalangi.
Punggungku menghantam lantai keras. Kulihat serangga gemuk yang lama tak kulihat muncul gagah perkasa di udara.
Tubuhnya tampak semakin gemuk, lebih besar dari ibu jariku dengan lingkaran yang lebih lebar. Dua pasang sayap tipis seperti kepompong, lembut seperti sutera namun keras seperti mata pedang. Badannya tersegmentasi, memancarkan kilau redup keemasan yang sederhana namun mewah. Pola seperti mata di kedua sisi kulitnya terlihat hidup, seolah setiap mata itu nyata dan berkilau tajam, seakan bisa menembus hati manusia yang menatapnya.
Singkatnya, ada dua perubahan terbesar setelah serangga gemuk ini siuman.
Pertama, corak mata di seluruh tubuhnya yang hidup dan penuh sihir. Kedua, kabut keemasan samar yang mengelilingi tubuh gemuknya—sekilas seperti kabut biasa, namun jika diamati, ia dipenuhi jarum halus seperti bulu sapi yang mengandung kekuatan aneh.
Begitu muncul, serangga gemuk itu langsung menyelam masuk ke dalam tubuh Xiao Mu.
Hantu perempuan berambut panjang dan bergaun putih itu menjerit sambil melayang mundur.
Dia tampak sangat takut pada kabut keemasan gelap di sekitar serangga gemuk. Tangannya mengibas, memunculkan dua gulungan kabut hitam seperti naga berenang dari tanah yang langsung mengepung serangga itu.
Langit dan bumi menjadi suram, serangga gemuk bagaikan satu-satunya matahari di alam semesta, memancarkan kemegahan yang berkilauan. Dua kabut hitam itu berubah menjadi makhluk burung yang mirip ular, bersayap empat, bermata enam, berkaki enam, mengeluarkan suara seruan purba, menerjang ke arah serangga gemuk.
Serangga gemuk menggerakkan tubuhnya, berbalik memandang. Dari bola mata hitam kecilnya, memancar kilatan licik. Pada detik yang tak terlihat olehku, ia melesat membentuk jalur terbang rumit berkelok-kelok, berkilau seperti kembang api yang mekar.
Seketika, makhluk aneh yang dibentuk kabut hitam itu remuk redam, berubah menjadi helaian kapas hitam yang beterbangan, tercerai-berai ke segala penjuru.
Xiao Mu menjerit seolah dipeluk pantatnya, kedua tangannya mengibas-ngibaskan asap hitam yang seperti anak panah, menembak ke arah serangga gemuk.
Aku menopang tubuh di tanah, baru hendak bangkit ketika merasakan guncangan. Menoleh ke belakang, Lin Mo telah berubah setinggi Yao Ming, melangkah besar ke arahku.
Kepalanya hancur separuh, wajahnya mengerikan dengan mulut setengah terbuka memperlihatkan gigi-gigi patah. Dari kerongkongannya keluar suara mengaum 'he-he', persis monster Vajra dalam film.
Aku teringat perkataan Xiao Mu: Di dunianya, dialah sang Raja.
Maka segala keanehan pun menjadi hal yang paling wajar.
Aku tanpa berpikir langsung bersiap kabur, namun saat kedua tangan menopang di tanah, kekuatan yang lama hilang mulai mengalir deras ke lengan.
Secara refleks kubahaskan kekuatan ini menjadi aliran panas, mengikuti mantra hati Shan Gelao yang tertinggal di gua batu bawah tanah. Satu aliran mengalir melalui Yang Mai, satu lagi tenggelam di Yin Mai, dan jalur terakhir menyusuri meridian kaki Yang yang tidak umum. Seketika seluruh tubuh terasa lega, merasakan meridian yang kering itu seperti ladang yang diairi di musim panas, sangat subur. Dengan satu gerakan melenting seperti ikan mas, aku langsung berdiri tegak.
Lin Mo sudah menghampiriku, bayangannya sebesar gunung, kepalan tangan raksasa menghujam dari langit ke arahku.
Kepalaku menoleh, menghindari pukulan itu. Masih terasa kaku di tubuhku, belum benar-benar lincah.
Tapi ini sudah cukup. Aku berjongkok lalu menyapu kaki, tepat menjerat pergelangan kaki raksasa kecil di depanku.
Di luar dugaan, Lin Mo sama sekali tidak berat. Sekali tersapu langsung melayang di udara, dikelilingi asap hitam pekat.
Aku mengumpat "Sial!", makhluk ini memang Hantu Yin yang terkutuk, tentu tidak seganas penampilannya.
Aliran panas dari Yang Mai berbalik mengisi kedua tanganku. Seketika Tangan Iblis Sihir-ku yang familiar berpendar biru, dipenuhi kekuatan seketika.
Jantungku berdebar kencang. Setelah setahun menjadi orang lumpuh, akhirnya aku kembali menguasai Tangan Iblis Sihir yang khusus mengatasi arwah!
Melihat beberapa talisman familiar yang muncul di telapak tangan, entah sebagai harapan atau kehancuran, mereka mewakili kekuatan yang sebenarnya aku, Lu Zuo, kuasai.
Aku langsung dipenuhi keyakinan, melangkah nekat ke depan, langsung meraih ke arah kepala.
Satu gerakan meraih ini menyembunyikan berbagai misteri, mengkombinasikan ilmu bela diri tertinggi seperti Nine Yin White Bone Claw, Eagle Claw Skill, Cakar Naga Meremas Payudara, dll. Bahkan Lin Mo sebagai hantu baru ini tidak bisa melihat perubahan di dalamnya, langsung kuraih pergelangan kakinya, lalu kutarik dengan sekuat tenaga hingga hantu agung ini terjatuh ke tanah dan kuhantam habis-habisan.
Kasihan Lin Mo si hantu besar setinggi Yao Ming ini, begitu pergelangan kakinya kuraih, aliran panas terus menerus membanjiri tubuhnya sampai tidak bisa melawan sama sekali, hanya bisa pasrah menerima pukulanku.
Seperti besi panas mencairkan mentega, dalam sekejap tubuh Lin Mo mulai meleleh, rohnya tidak stabil, goyah, menunjukkan tanda-tanda akan segera hancur menjadi debu.
Setelah Lin Mo hampir terselesaikan, baru aku sempat mengamati kinerja Jin Can Gu.
Begitu kulihat, kaget bukan main. Di langit atas kepalaku, ribuan sayap beterbangan berputar-putar, berbagai burung mengganggu terus menerang menyambar ke arah serangga gemuk yang memancarkan cahaya keemasan.
Namun menghadapi serangan seperti ini, serangga gemuk tampak sangat tenang. Seluruh tubuhnya dipenuhi energi Yinyun, benang-benang tipis sehalus jarum mulai memanjang, berubah menjadi ranting willow yang tertiup angin, menyebar ke segala arah.
Pemandangan ini sangat indah. Serangga gemuk yang awalnya hanya berpendar kecil, dalam sekejap berubah menjadi bunga besar seperti dandelion.
Burung-burung aneh yang terbang menukik terjebak paruh dan cakar paling tajam mereka oleh benang-benang ini, seketika menjadi tidak berbahaya seperti SpongeBob SquarePants; semakin banyak burung yang menyerbu, mereka saling berdesakan dalam daging dan bulu, dengan gemuruh sekelompok burung setinggi manusia jatuh ke lantai, bulu-bulu beterbangan.
Xiao Mu melayang di sebelah kiriku sekitar 7-8 meter. Saat ini kecantikannya telah pulih, seperti Zhou Xun versi raksasa. Dengan wajah ketakutan dia menunjuk tumpukan burung yang menggelepar di lantai: "Apa... benda ini? Mengapa aku merasakan ancaman besar? Tidak mungkin! Di duniaku, akulah Tuhan. Bagaimana bisa ada eksistensi yang melampaui kekuatanku?"
Aku melirik sekeliling. Asrama, koridor, kampus dan anak tangga di depanku sudah lenyap sejak pertarunganku dengan Lin Mo tadi. Aku sadar telah sampai di tempat aneh yang dikuasai Xiao Mu. Makanya gadis yang belum tiga bulan meninggal ini bisa sehebat ini.
Inilah rahasia akademi yang dimaksudkannya. Tampaknya dia juga hantu dengan takdir besar, kalau tidak mana mungkin seberuntung ini.
Kurasakan kekuatan di tanganku sudah mencapai batas. Dengan genggaman lepas, Lin Mo bersama kebencian dan ketakutan lenyap tanpa bekas.
Sambil menepuk tangan, kubicara pada Xiao Mu dengan wajah tulus: "Xiao Mu, permusuhanmu akan kubela. Untukmu, cepatlah kembali ke alam baka. Jangan lagi merugikan orang, setuju?"
Xiao Mu menggelengkan kepala keras-keras sambil menjerit: "Tidak! Aku penguasa di sini! Aku ingin hidup abadi, seumur langit dan bumi! Mana mungkin aku kalah olehmu? Matilah kau, mati..."
Tubuhnya tiba-tiba diselimuti asap tebal. Pancaran merah menyembur dari tubuhnya, menerjang ke arahku.
Di saat yang sama, kawanan binatang berbulu pipih di lantai berhamburan. Seberkas cahaya keemasan melesat ke jantung Xiao Mu. Kulihat di sana, di celah payudara putihnya, tergantung kalung berwarna emas.
Baru saja kangkat kepala, belum sempat melihat jelas, tiba-tiba langit-bumi berguncang. Pemandangan sekitar pecah berkeping-keping. Angkasa retak bagai kaca pecah, brak! Termasuk tubuhku, semuanya terurai menjadi pecahan cahaya segi enam memenuhi semesta.
※※※
"Sudah bangun, Kakak Lu Zuo sudah sadar..."
"Oh, brengsek sialan itu sudah bangun ya?"
Dalam keadaan setengah sadar, kudengar suara-suara gembira di dekat telingaku. Saat membuka mata, terlihat wajah cantik nan anggun di hadapanku—Xue Rui. Dengan ekspresi tegang, ia menyeka keringat sementara kedua tangannya masih menyusun mudra rumit. Di sampingnya, suara gedebuk bergemuruh. Setelah bangkit berdiri, kulihat Xiao Yao telah membongkar sebagian besar ubin lantai kamar, memperlihatkan saluran air raksa yang terpasang di bawahnya.
Tubuhku terasa pegal semua saat bangkit. Keringat mengucur deras, angin dingin menusuk punggung hingga tembus ke hati. Melihat sekeliling, selain aku, Xue Rui, dan Xiao Yao, semua orang terbaring tak berdaya dalam kondisi pingsan.
Lelah tak terhingga bagai air pasang menerjang. Duoduo memanggil "Kakak Lu Zuo" sambil memeluk lenganku erat, menangis panik.
Memandang sekeliling dengan perasaan kehilangan, aku bergumam pelan: "Inikah hanya mimpi? Sekadar mimpi belaka..."
Tiba-tiba kerinduan mendalam menyergap hatiku. Ingin rasanya menangis: "Jin Can Gu, si cacing gemuk mati ini! Sampai kapan kau akan terus tidur?!"
Duoduo yang menggenggam lenganku tertegun melihat air mata mengalir di pelipisku. Dengan hati-hati ia bertanya: "Kakak Lu Zuo, kenapa menangis? Bukankah seharusnya senang?" Aku terkejut: "Mengapa harus senang?"
Lihat! — Duoduo mengulurkan tangan, menunjuk ke bawah. Aku menunduk dan melihat serangga gemuk yang memancarkan cahaya keemasan, menggigit seekor kumbang cangkang kehijauan-hitam sebesar kuku yang berbentuk seperti kura-kura air, muncul di hadapanku.
