Satu pukulan menghancurkan tengkorak. Pria gemuk itu menjerit pilu sebelum ambruk ke lantai, darah mengucur deras dari mulutnya.
Huang Pengfei meraih kemenangan kedua dengan taktik "cedera ditukar cedera".
Bai Lutan menyempurnakan serangan. Pisaunya menancap di dada pria pemegang seruling tulang yang baru saja terlempar oleh pukulan Xiaoyao. Darah muncrat membasahi seluruh tubuhnya.
Siluman kecil melilit Er Niangzi, sang persembahan terhebat, dan dari lima orang ini, tersisa seorang tinggi kurus yang tertegun oleh aura negatif kami yang ganas. Tanpa basa-basi, dia langsung kabur.
Tapi dikepung musuh, mana mungkin dia lolos. Baru lari lima meter dari formasi tempur, batu sebesar mangkuk di tanganku sudah melesat ke tengkuknya. Braak! Orang itu roboh, memercikkan plasma darah ke mana-mana.
Huang Pengfei bertingkah seperti anjing gila. Tanpa berpikir panjang, dia langsung menghabisi korban dengan menusuk-nusuk mayat itu lebih dari sepuluh kali. Darah muncrat ke wajahnya, membuatnya terlihat mengerikan.
Tiba-tiba kusadari, dia dan Bai Lutan seperti kesurupan sesuatu.
Melihat rekan satu kelompoknya tewas satu per satu, Er Niangzi yang sedang tarik tambang dengan siluman kecil menjerit kencang, suaranya mencapai ratusan desibel.
Sebelumnya dia jatuh ke kolam bersama kami dari atas, basah kuyup. Tadinya dia membungkus diri dengan mantel kapas sambil menghangatkan badan. Saat pertarungan mulai, mantelnya terlepas, memperlihatkan dadanya yang menggoda.
Semakin sengit pertarungan, semakin bergoyang-goyang bagian dadanya itu.
Kami mengerumuninya. Er Niangzi memegang cambuk dengan satu tangan. Tiba-tiba tangan kanannya meraba selangkangan, lalu dengan kilat menyebarkan abu ke arah kami yang mengelilinginya.
Ini adalah serbuk berwarna hijau kehijauan. Karena kita tahu dia adalah wanita Cao Li, wajar jika dia menyimpan satu dua racun gu penyelamat di tubuhnya. Oleh karena itu, kami selalu waspada.
Wanita itu mengayunkan tangannya ke depan. Kecuali siluman kecil yang tetap diam, kami semua mundur tiga empat meter ke belakang, menghindari semburan bubuk obat ini.
Melihatnya menggunakan racun gu, aku tak mau kalah. Sambil mundur cepat, aku menyatukan tangan dan berseru: "Kumohon kehadiran Tuan Jin Can Gu!"
Ucapan ini biasanya hanya formalitas. Utamanya karena makhluk kecil ini meniru gaya ayam betina gemuk, agak sok tampil. Sehari-hari sebenarnya tak perlu kupanggil, dia langsung muncul. Tapi kali ini, tak ada reaksi.
Dalam hati aku merasa tak baik. Memusatkan perhatian, kulihat cacing gemuk dalam tubuhku ini ternyata kekenyangan setelah pertempuran dengan Nan Qiang Hei Ying sebelumnya, mengalami gangguan pencernaan ringan, sehingga tertidur lagi.
Saat kritis begini, kok malah "flu"?
Racun gu yang ditaburkan Er Niang Zi ini kebiruan, sangat angkuh. Meski kami menghindar tepat waktu, mayat-mayat baru di lantai tetap terkena sebagian.
Terkena bubuk ini, mayat-mayat langsung kejang. Lengan dan persendian mereka berputar ke arah berlawanan, seolah akan bangkit.
Tapi segera kusadari bukan itu. Mayat-mayat ini mulai mencair seperti terkena bubuk penghancur mayat, larut dengan aneh. Akhirnya, selain pakaian, hanya tersisa tumpukan daging busuk.
Dan di atas daging busuk dan nanah itu, mulai muncul belatung yang berkerumun rapat. Belatung putih gemuk berkepala hitam merayap ke segala arah.
Mungkin bubuk ini adalah hasil ramuan Cao Li yang dibuat dari komponen jeruk penyakit berbelatung?
Namun siluman kecil itu menyeringai dingin, meletakkan tangan satunya lagi di atas cambuk kulit manusia.
Gadis ini sejak lahir memiliki roh Qilin kuno. Begitu kekuatannya dikerahkan, bukanlah manusia biasa yang bisa menghalangi. Seandainya Zhang Dayong yang datang, ceritanya berbeda. Tapi Nona Er ini masih belum sepadan.
Benar saja, ketika siluman kecil mengeratkan giginya, Nona Er langsung tak lagi santai.
Tubuh siluman kecil juga terkena bubuk, tapi karena bukan tubuh daging-darah, ia tak takut akan hal ini.
Tapi ia agak jijik melihat belatung yang bergeliat di lantai. Mundur beberapa langkah, ia menarik kasar. Nona Er yang tak mau melepas cambuk terseret hingga limbung ke depan. Jurus siluman ini sangat hebat, bahkan aku dari batalyon pelatihan pun hanya bisa jadi bulan-bulanannya. Nona Er terjebak tipuannya, ditendang tepat di lutut hingga terjungkal berlutut.
Plasma darah dan belatung yang menggeliat di lantai langsung hancur menjadi bubur daging saat terkena lututnya.
Nona Er menjerit kesakitan. Dari lututnya mulai mengepul asap hitam.
“Tolong!” Wanita itu menjerit histeris, wajahnya pucat ketakutan.
Meski Siluman kecil menyeringai sinis, matanya menyipit ragu saat melihat kaki Er Niangzi yang menyentuh tanah mulai meleleh.
Aku mengangguk. Siluman kecil segera menerjang ke depan, menarik tubuh Er Niangzi dan melemparkannya ke kolam dingin untuk menetralkan racun dalam darahnya.
Bai Lutan masih ingat bagaimana wanita ini menghasut San Gouzi untuk memperkosanya. "Mengapa menyelamatkannya? Apakah kau..." protesnya gemetar.
Kutunjuk terowongan gelap tempat si pria pendek tadi kabur. "Lihat! Jalan itu menuju Zhang Dayong. Tangkap hidup-hidup, atau kita butuh Er Niangzi sebagai jalan mundur."
"Jika kalian gagal menangkap Zhang Dayong, setidaknya dari mulut Er Niangzi kita bisa tahu jalan pelarian lainnya," tambahku sambil menatap Bai Lutan yang masih merah wajahnya.
Ancaman Zhang Dayong yang memperlihatkan dua jurus andalannya membuat kami buru-buru menginterogasi Er Niangzi yang masih basah kuyup.
Saat diangkat dari kolam, kecantikan Er Niangzi telah pudar. Wajahnya pucat pasi, tubuhnya menggigil seperti daun kering.
Kedua kakinya yang cacat dari lutut ke bawah tampak memutih. Daging yang terkikis tak lagi dikerubuti belatung berenang.
Pertama-tama merendam dalam air dingin, ternyata bisa menghentikan perembesan racun Gu ini, kewaspadaan siluman kecil semakin hebat, membuat orang kagum.
Huang Pengfei mulai bersemangat lagi, mengeluarkan pisau dari mayat San Gouzi, menekan ulu hati Er Niangzi sambil berkata: "Kakak Er, tunjukkan jalan hidup untuk adikmu ini, kalau tidak kita semua mati bersama, bukankah kurang cepat?"
Er Niangzi kesakitan sampai ingin mati. Ini dosa sendiri, niat jahatnya terbongkar, tapi malah terperangkap dalam jebakannya sendiri.
Kedua matanya bengkak kesakitan, menatap tajam ke arah kami: "Kalian tidak bisa kabur! Di gua bawah tanah ini, tak ada manusia yang bisa jadi lawan Paman! Dia hanya tidak ingin kehilangan kemampuan. Kalau tidak, hmph! Takkan ada yang bisa menandinginya... Kalian bisa menyerah atau mati, itu saja pilihannya!"
Pisau Huang Pengfei sudah menyodok ke ulu hati Er Niangzi, tinggal sedikit lagi akan menembus kulit.
Dengan dingin dia berkata: "Kalau begitu, mari kita mati bersama!"
Saat Huang Pengfei hendak menusuk, Er Niangzi tiba-tiba berteriak: "Tunggu...!" Huang mengangkat alis: "Masih ada pesan terakhir?" Er Niangzi menunjuk kegelapan di sebelah kiri: "Sebelah sana, jalan lima puluh meter, itu pintu kuil pemujaan sebenarnya."
"Jika kalian bisa masuk ke sana, tak perlu khawatir balas dendam Paman - karena hanya di tempat itulah satu-satunya lokasi yang tidak bisa dimasuki Paman!"
Mendengar perkataan Er Niangzi ini, hatiku tiba-tiba diliputi perasaan gelisah tanpa alasan. Namun Huang Pengfei dan Bai Lutan justru sangat gembira. Mereka menoleh ke kiri dan melihat sebuah terowongan sempit yang tampak seperti pintu keluar.
Huang Pengfei dan Bai Lutan membantu Er Niangzi berdiri lalu bertanya apakah dia punya obat.
Er Niangzi berkata di sebelah api unggun ada botol kuning. "Siramkan ke lukanya, bisa membuat keropeng dan menghentikan pendarahan. Cepat, sebelum tidak berguna lagi!"
Kami memberikan pertolongan pertama seadanya pada Er Niangzi. Dengan ditopang Huang Pengfei dan Bai Lutan, mereka berjalan menuju jalan kecil di sebelah kiri.
Aku dan Xiao Yao berjalan di belakang. Melihat siluman rubah kecil di sampingku dengan bibirnya yang merah segar seperti bunga, tiba-tiba aku teringat kejadian di bawah kolam itu. Ingin kuucapkan sesuatu, tapi tak tahu harus mulai dari mana, sungguh canggung.
Xiao Yao yang melihat tingkahku aneh melotot. "Apa? Kenapa tidak cepat jalan?"
Kukatakan: "Eh, itu..."
Xiao Yao melirikku sinis. "Jangan berpikir macam-macam! Barusan itu cuma CPR paling suci. Kalau bukan karena kamu hampir mati sesak napas, aku malas repot-repot menolongmu!"
"Jangan sok romantis! Aku masih kecil..."
Aku terdiam. Mengikuti mereka sampai ujung gang sebelah kiri. Dari kejauhan terlihat lampu samar-samar. Setelah mendekat, ternyata ada gerbang batu lagi yang persis sama dengan yang kami lihat sebelumnya.
Namun di bagian atas gerbang batu itu, terdapat dua lampu minyak yang menyala tenang. Dari aroma samar yang familiar yang dipancarkannya, aku langsung tahu ini adalah lemak ikan duyung hitam.
Tampaknya di sinilah pintu kuil pemujaan yang sebenarnya. Sedangkan yang di atas, mungkin hanya replika palsu berkualitas tinggi.
Menatap gerbang batu raksasa ini, merasakan seni kuno berusia ribuan tahun, hati kami dipenuhi decak kagum.
Er Niangzi diletakkan di anak tangga kecil depan gerbang. Sambil mengusap kakinya yang lusuh, ia menahan sakit berkata: "Sejak Paman menemukan tempat ini lima tahun lalu, beliau terus mencari cara untuk masuk ke kuil ini. Tapi setelah mempelajari aksara-aksara disini, beliau sadar kekerasan hanya akan mengantar kita pada kehancuran bersama.
Selain itu tempat ini mengisolasi arwah. Tak satu pun hantu yin peliharaan kami bisa menembus barrier magis ini.
Jadi jika kalian ingin kabur, satu-satunya jalan adalah masuk ke sini - tentu saja, banyak jago rampok makam yang mati di sini. Kalian belum tentu bisa..."
Kutatap patung manusia babi yang hidup seperti nyata di samping gerbang, hati penuh pertanyaan tentang makna di baliknya.
Tapi urusan arkeologi bisa ditunda. Mengingat Zhang Dayong mungkin muncul kapan saja, aku tak menunggu lagi. Kuambil jari tengah yang baru berkeropeng, lalu kuhunjamkan ke bola matanya.
Sebuah daya hisap misterius merambat dari kedalaman, menyedot jari-jariku.
Gedebuk——
Gerbang batu ini segera bergerak, terangkat perlahan ke atas. Pada saat itu juga, kulihat senyuman seram mengembang di sudut bibir Nek Er.
