Hanya dengan melihat ini, aku baru bisa membayangkan seberapa hebat serangan yang dialami Si Berbulu dan Duoduo selama ini.
Para prajurit sudah mata memerah oleh nafsu membunuh. Begitu muncul, tanpa sepatah kata pun, mereka langsung mulai menembak tepat pada siapapun yang tak dikenal.
Hanya dalam belasan detik, delapan-sembilan anggota Persaudaraan Hantu Berjubah tewas. Sepertiga pasukan mereka hancur lebur seketika.
Namun dalam riuh tembakan ini, anggota Persaudaraan yang berpengalaman ratusan pertempuran segera menemukan perlindungan. Mereka berlari sekuat tenaga ke balik stalagmit-stalagmit.
Hanya satu orang yang tetap berdiri: Zhang Dayong, Sang Ketua yang berkuasa di tempat ini.
Ia menoleh ke belakang, lalu dengan santai mengibaskan tangannya. Asap hitam berenergi dendam tiba-tiba melonjak dari tanah tempat para prajurit berdiri, membungkus mereka erat seperti lem.
Benda ini adalah yang tadi membungkus kepalaku, mungkin dibuat dengan menyedot energi dendam hantu.
Ini resep rahasia Persaudaraan Hantu Berjubah. Biasanya ditanam di wajah pasukan elit untuk meningkatkan kekuatan. Tak disangka bisa jadi senjata yang begitu angkuh.
Kalau bukan karena ada serangga gemuk di tubuhku, pasti aku juga sudah mati terperosok di selokan Yin ini. Apalagi Komandan Feng dan tentara-tentara biasa itu? Bola mata mereka tertutup kabut hitam, menderita luar biasa. Ada yang terjatuh sambil menutupi wajah, ada juga yang tak bisa mengendalikan rasa sakitnya. Jari di pelatuk senjata ditarik keras-keras, akibatnya seisi magazen peluru beterbangan ke mana-mana.
Untuk menghindari cedera tak sengaja, kami sebenarnya sudah bersembunyi di sisi lain. Hanya saja, pada pandangan terakhir, kulihat wajah seseorang mulai meleleh, menampakkan kulit daging merah muda.
Sebenarnya ada juga yang menembakkan peluru ke arah Zhang Dayong, dan bidikannya sangat tepat, tepat menembus jantung.
Namun Zhang Dayong membuka kedua tangannya lebar-lebar, bagai Yesus yang menghadapi sengsara. Wajahnya dipenuhi ekspresi belas kasihan. Kabut hitam yang tak terhitung jumlahnya menyembur dari tubuhnya, menghentikan semua moncong peluru itu beberapa meter sebelum mencapai dirinya.
Di tengah kerumunan yang semula padat itu, kini hanya tersisa Zhang Dayong, mayat-mayat bergelimpangan, serta Duoduo dan hantu kertas yang masih bertarung dari tanah hingga udara. Kontras ini membuat sosok Zhang Dayong tiba-tiba tampak begitu agung dan perkasa.
Suara tembakan tiba-tiba muncul lalu berhenti, datang cepat dan pergi pun cepat. Aku mengintip keluar, di tempat dimana beberapa prajurit berdiri tadi, empat orang sudah tewas dengan darah mengalir dari tujuh lubang (mata, telinga, hidung, dan mulut). Hanya tersisa Komandan Peleton Feng yang kepalanya tertutup mangkok gerabah usang memancarkan cahaya kuning redup, menyelimutinya sehingga terhindar dari kabut tebal yang akan menelannya menjadi mayat.
Tapi mangkok gerabah itu sebelumnya sudah terlalu banyak menguras tenaga, tak cukup untuk melindungi semua orang.
Hidup dan mati selalu ada pilihan, segala hal memiliki kesempatan.
Maka Komandan Peleton Feng bertahan hidup, sementara anak buahnya tergeletak menjadi mayat tanpa nafas lagi.
Melihat Zhang Dayong langsung membunuh prajurit paling berbahaya kita, semua orang gentar. Ternyata bos Persaudaraan Hantu Berjubah memang bukan main - serangannya kejam dan mematikan. Sikap acuh tadi hanya topeng, siapapun yang mengancam nyawa dan rencananya langsung disingkirkan tanpa ampun. Benar-benar cerminan karakter pemimpin legendaris.
Kesombongannya tentu membuat beberapa orang tak puas. Aku mendengar suara langkah kaki... tok...tok...tok... lalu bayangan kuning menerjang ke depan Zhang Dayong.
Biksu Xiuyun, sang Buddha gemuk yang suka dipuji-puji, menjadi pertama yang menghadang Zhang Dayong dengan tamparan mematikan.
TELAPAK VAJRA PERKASA!
Ini adalah Qigong keras tangan, salah satu dari enam jurus utama Nan Shaolin. Jurus ini melatih internal dan eksternal secara bersamaan, setelah mencapai kesempurnaan dapat memecahkan batu bata, digunakan dalam teknik tangan kosong memiliki daya penghancur tak terbatas. Hembusan energi Qi mampu menembus organ dalam lawan, sangat ganas.
Meskipun Buddha telah berkultivasi, jarang digunakan. Pertama karena serangannya selalu melukai, kedua karena tidak ada lawan seimbang. Namun kali ini digunakan dengan keteguhan dan keputusan mutlak.
Zhang Dayong melihat Biksu Xiuyun memanfaatkan momentum dorong maju, menyerang dengan telapak tangan. Alih-alih mundur, ia malah tersenyum, berseru "Bagus!", menarik kedua tangannya lalu mendorong telapak tangan ke depan.
Dua telapak tangan bertabrakan. Biksu Xiuyun yang merupakan MAHIR Qingcheng justru terlempar ke udara, sementara Zhang Dayong hanya mundur selangkah lalu stabil kembali, wajahnya tenang.
Siluet hijau lain melayang ke udara, menangkap Biksu Xiuyun.
Sebagai Qingcheng Erlao, pertarungan pasti dilakukan bersama. Wang Zhengyi muncul di depan Biksu Xiuyun, cambuk ritualnya dikibaskan. Seketika muncul energi tak kasat mata yang menyapu gumpalan asap hitam di depan Zhang Dayong.
Energi ini seperti Zhen Yuan dalam novel kultivasi, bertabrakan frontal dengan asap hitam Zhang Dayong di udara, saling mengunci dalam persaingan kekuatan.
Ini adalah manifestasi pelepasan energi eksternal, hanya bisa terbentuk ketika tingkat kultivasi mencapai tahap tertentu.
Seperti latihan bela diri: saat satu pukulan mengenai tubuh manusia yang tidak terluka, namun pohon di belakangnya layu beberapa hari kemudian - ini merupakan kondisi kesempurnaan yang sama.
Namun meski begitu, Wang Zhengyi akhirnya masih belum bisa mengalahkan Zhang Dayong. Beberapa detik kemudian, serangan yang dikerahkan dengan seluruh tenaganya itu akhirnya tak berdaya dan menghilang tanpa jejak.
Kota Hantu Fengdu adalah tanah suci yang paling didambakan para peneliti arwah di dunia ini. Sebagai ketua cabang individu terbesar Sekte Iblis dan Ketua Persaudaraan Hantu Berjubah, Zhang Dayong memang ahli dalam memurnikan kekuatan hantu. Memikirkan ini, hatiku pun menjadi lega.
Hebat, memang ada alasan di balik semua ini.
Meski Qingcheng Erlao dikalahkan dalam satu jurus, mereka tak patah semangat. Mengatupkan gigi, mereka kembali menerjang dan bertarung sengit dengan Zhang Dayong.
Sebenarnya, begitu tembakan berhenti, semua orang sudah kembali ke arena dan berkelahi.
Tapi mengikuti psikologi kerumunan, kelompok kami akhirnya bersatu dengan Yang Cao, Wu Linyi dan lainnya.
Sejak awal aku sudah yakin Wu Linyi adalah kepala keempat Persaudaraan Hantu Berjubah. Karena itu aku terus memantau si tua itu, tapi dia bertingkah biasa saja, terus mengeluarkan bubuk obat dari sakunya dan menyebarkannya ke para pengikut Zhaduo yang bertelanjang kaki.
Aku mendengar suara gesekan. Menoleh, kulihat para pengikut bertelanjang kaki itu mengeluarkan berbagai binatang berbisa berwarna-warni dari keranjang rotan mereka: ular berbisa bermotif, laba-laba berbulu hitam sebesar kepalan tangan, kalajengking merah menyala, lipan kaki seribu, dan banyak lagi.
Orang-orang yang sudah bertahun-tahun bermain-main dengan binatang berbisa di hutan perbatasan ini, tangan mereka semuanya menghitam akibat paparan racun bertahun-tahun. Saat mereka mulai menggerakkan tangan, berbagai binatang berbisa langsung berdatangan seperti gelombang ke arah kami.
Si Berbulu memang jago berkelahi, tapi punya kebiasaan buruk: sangat takut dengan serangga.
Oh, sebenarnya bukan takut, tapi lebih karena merasa mual di hati.
Satu-satunya yang tidak dia takuti adalah Si Gemuk yang baik hati. Karena tak tahan rasa jijik, dia berteriak ke arahku: "Si Racun Kecil, ini urusanmu!" Lalu berbalik menyerang seorang botak dari Persaudaraan Hantu Berjubah.
Aku menyeringai dingin melihat pemandangan ini. Ini seperti berjualan buku di depan kuil Konfusius atau main pedang di depan altar Guan Gong. Tanpa ragu, kuteriakkan mantra: "Undang Tuan Jin Can Gu untuk muncul!"
Si Gemuk yang sedang menjilati lukaku di dada langsung merespons. Muncul tiba-tiba, melihat segunung "makanan" di lantai, dia langsung bersemangat mencicit-cicit.
Setelah teriakan itu, wajah orang-orang yang sedang menabur bubuk pengusir serangga itu berubah pucat. Melihat ke bawah, binatang-binatang berbisa yang biasanya jinak tiba-tiba berubah sifat: ular mengangkat kepala, laba-laba mengeluarkan jaring putih, dan kalajengking mengibaskan ekor hitamnya - semua menerjang mereka habis-habisan.
Serangga beracun membalas, dalam sekejap memenuhi seluruh tubuh para pengusir serangga ini. Ribuan kelenjar racun menyembur, seketika raungan kesakitan bergema di mana-mana.
Zhang Dayong sedang bertarung santai dengan Qingcheng Erlao. Saat menoleh dan melihat situasi ini, wajahnya memerah marah. Tangan kirinya mengibas mengusir Biarawan Xiuyun dan Wang Zhengyi, lalu tubuhnya melesat menerjang ke arahku.
Pria ini sebelumnya hanya menahan diri karena khawatir akan kesalahan dalam proses membuka pintu, membiarkanku hidup sementara. Kini melihat semakin banyak ketidakpastian, belas kasihnya pun lenyap.
Kehebatannya benar-benar di atas rata-rata. Begitu melepas batas kesopanan dan bertarung mati-matian denganku, ia bagaikan harimau yang keluar dari kandang, menerjang dengan angin anyir dan hujan darah.
Hanya dengan gerakan tubuh ringan, Ketua organisasi ini sudah berada satu meter di depanku. Tangannya menggapai untuk mencekik leherku.
Aura serangannya bagai angin topan yang ganas. Tapi aku bukanlah ikan kecil baru terjun. Begitu tubuhnya bergerak, aku langsung bereaksi mengikuti angin, mundur ke samping menghindar dari cekikan.
Si serangga gemuk melihat pria ini berani mengincar nyawaku. Wah, ini tidak bisa dibiarkan! Seketika api angker menyala, mulutnya menganga hendak menggigit Zhang Dayong.
Makhluk kecil ini biasanya terlihat bisa diinjak-injak siapa saja. Tapi saat murka, wujudnya cukup menakutkan - tubuhnya diselimuti kabut energi kaotik, aura jahatnya menekan.
Zhang Dayong terkejut, menghindar kilat ke kiri. Tangannya melambai memunculkan gumpalan kabut hitam dari tubuhnya, berusaha membungkus serangga gemuk yang menerjang seperti peluru.
Ia juga ternyata seorang tokoh sakti, ahli dalam memurnikan energi hantu, bahkan dengan sekali serangan berhasil membekukan si serangga gemuk yang sudah mengalami dua kali transformasi di tempat.
Tapi pertarungan sengit ini telah menghabiskan sebagian besar tenaganya, jadi dia tidak melanjutkan serangan ke arahku.
Aku melarikan diri dengan kocar-kacir, melihat serangga-serangga beracun di lantai yang kehilangan kendali langsung menjadi kacau-balau, menyerang siapa saja tanpa peduli musuh atau kawan.
Melihat sekeliling, kudapati anggota kelompok kami banyak yang tewas dan terluka. Saat ini hanya tersisa kurang dari sepuluh orang. Bahkan wanita berkaki jenjang Qiao Nuo yang tadi, sekarang terbaring tak berdaya. Tiba-tiba dari arah anak sungai muncul siluet merah - gadis berbaju jaket bulu merah yang sebelumnya kabur.
Di belakangnya, sekumpulan Naihe Mingyuan (Monyet Neraka Sungai Nai) sedang mengintai kami dengan tatapan penuh ancaman.
Wajahnya biasa-biasa saja dengan hidung bawang besar, penuh ekspresi mengejek: "Para penyusup, bersiaplah menerima hukuman dari penjaga..."
