Dalam roda enam kelahiran kembali aliran Buddha, terbagi menjadi tiga jalan baik: Tian (Langit), Manusia, Ashura; serta tiga jalan sial: binatang, hantu kelaparan, dan neraka. Konsep reinkarnasi ini merupakan teori paling fundamental dalam Buddhisme, bagian integral dari sistem kepercayaannya.
Sebab-akibat dan balasan setimpal: Berbuat kebajikan akan masuk ke jalan baik, berbuat kejahatan akan terjerumus ke jalan sial. Keberuntungan maupun malapetaka semuanya ditentukan oleh perbuatan masa kini.
Enam jalan reinkarnasi ini berputar bagai roda. Selain jalan manusia yang kita pahami, tempat-tempat lain lebih misterius dari alam baka. Makhluk yang bisa kembali dengan kesadaran utuh setelah mengalaminya, dari dulu sampai sekarang bisa dihitung jari, sungguh merupakan misteri besar.
Jalan Hantu Kelaparan ini, dengan Makam Hantu Jahat itu, tentu bukan tempat yang sama, namun bayangan perbedaannya tak jauh. Melihat para hantu angker yang bermacam-macam ini—ada yang berkepala tiga dan berlengan enam, wajah biru dengan taring panjang; ada yang bernanah di seluruh tubuh, perut gendut menonjol; ada yang tak berbentuk manusia, berkepala binatang berbadan manusia; ada yang tak bermata dan tak berwajah, memiliki belasan tentakel—sungguh pemandangan mencekam namun penuh keganasan. Seandainya orang biasa melihatnya, jangankan bertarung, sekadar memandanginya dengan sungguh-sungguh beberapa detik saja sudah merasa jijik, atau teringat di tengah malam hingga bermimpi buruk—membayangkan benda semacam ini tiba-tiba merayap dari bawah kasur atau jendela.
Namun semua makhluk ini terus-menerus mengalir dari bendera bertuliskan mantra Sekte Iblis yang mempersembahkan patung dewa jahat Dà Hēi Tiān, lalu menerjang ke bawah.
Pemandangan ini bagaikan pasukan yang sedang bergerak, menimbulkan penderitaan yang membuat sesak napas.
Dalam persepsi medan energi Qi-ku, bendera itu bagaikan pintu yang menyambungkan lokasi kami dengan makam kuno tempat arwah-arwah jahat bersemayam. Dengan bantuan teknik ini, mereka dipanggil untuk menjadi pengawal. Makhluk-makhluk mengerikan ini bukanlah entitas spiritual murni, tapi juga tidak sepenuhnya berwujud fisik. Sulit dijelaskan, tapi saat para hantu berwajah buruk ini muncul, sebagian menyerang Mayat Terbang yang menerjang Luo You-Shi untuk merebut Batu Laser Luofu, sementara sisanya menerkam para biksu Tibet yang mengurungnya dalam formasi.
Bagi yang pernah menyaksikan bendungan melepaskan air, pejamkan mata dan bayangkan gelombang putih yang menyembur deras - keadaannya persis seperti itu.
Tak heran Luo You-Shi tidak ikut Zhai Danfeng melarikan diri dengan perahu. Rupanya selain pedang terbang Xiunyu yang sakti, dia juga memiliki alat ritual mengerikan ini! Cuma sendirian, dia bisa menciptakan pasukan lengkap!
Mayat Terbang dari Perbatasan Gunung Hijau langsung tenggelam dalam kepungan gerombolan hantu yin ini. Tapi bukannya hancur, tubuhnya justru mengeluarkan kabut hitam pekat yang mulai melahap segala sesuatu di sekitarnya. Dalam gumpalan besar itu, mustahil membedakan mana mayat terbang dan mana hantu-hantu yang mengepungnya.
Selain hantu yin yang menyerang Mayat Terbang di perbatasan Gunung Hijau, ada kelompok besar lainnya yang mengepung delapan biksu di sekeliling ini, menghalangi semua jalan keluar.
Namun para biksu yang terlibat dalam pengejaran Luo Youshi ini semuanya adalah ahli kelas satu dari Biara Palkhor, ditambah petarung handal dari Shigatse dan Lhasa yang datang membantu. Mereka sudah terbiasa dengan pertempuran sengit - mana mungkin gentar menghadapi situasi seperti ini? Mereka sudah menguasai posisi strategis dan menyusun formasi. Begitu situasi berubah, mereka segera mulai menyusun formasi dengan gesit. Kerjasama antar biksu sangat kompak, teknik penyusunan formasi mereka mumpuni. Dengan suara kompak mereka melantunkan mantra paling misterius sekaligus paling sederhana dalam tradisi Tibet: "Om Mani Padme Hum!"
Mantra suci yang bergema berulang ini menyatukan delapan orang dalam ikatan spiritual. Menyerang satu orang berarti menghadapi kekuatan gabungan seluruh kelompok.
Begitu hantu-hantu liar itu menyentuh tubuh para biksu, kilauan cahaya keemasan langsung menyambar.
Itu adalah cahaya Buddha, cahaya Arhat, cahaya Vajra. Segala yang menodai kesucian Buddha langsung dilenyapkan tanpa sisa, takkan mengalami reinkarnasi. Aku melihat jelas: formasi ini pastilah "", kombinasi tradisi Tibet dan Han. Begitu diaktifkan, terhadap makhluk siluman jahat ini, efeknya seperti jaringan listrik tegangan tinggi - burung pun enggan melintas.
Tapi hantu-hantu jahat ini bukanlah makhluk pengecut. Setelah terus-menerus bermunculan, mereka menguji berbagai titik. Akhirnya, seperti air pasang, sebagian besar menyerbu dua biksu di sudut timur laut dengan serangan membabi-buta.
Mengapa menyerang kedua biksu ini dengan paksa? Ada alasan di baliknya: Yang di sebelah kiri adalah biksu besar yang sebelumnya bertarungan telapak tangan dengan Luo Youshi, menderita luka dalam. Sedangkan yang di sebelah kanan adalah orang yang awalnya menyegel sungai bawah tanah, namun barrier-nya ditembus paksa oleh Liu Xuedao hingga ia muntah darah tua. Keduanya dalam kondisi luka parah, menjadi titik terlemah yang mudah ditembus.
Formasi ini merupakan teknik rahasia terunggul dalam tradisi Tibet untuk menaklukkan iblis. Namun sehebat apapun formasi, efektivitasnya tergantung pelaksananya. Awalnya para biksu ini adalah pasukan terkuat dari wilayah Tibet Selatan, sayangnya setelah terluka, kekuatan mereka berkurang drastis.
Beberapa saat kemudian, kabut hitam di area tersebut semakin pekat, menyembunyikan bendera perintah aneh itu. Para hantu yin yang mengerikan mulai bermunculan dari balik kabut. Kami yang berada di luar hanya bisa cemas menyaksikan biksu tua itu terus terdesak. Ratusan hantu yin silih berganti menyerang tanpa kenal takut. Pada suatu momen kritis, sosok tinggi berbulu halus setinggi dua meter berhasil menangkap biksu tua itu dan menghantamkan telapak tangan ke kepalanya.
Hantu besar itu tentu lenyap tanpa bekas, namun sang biksu tua akhirnya menunjukkan celah pertahanan.
Para hantu yin di sekeliling, bagaikan lalat yang mencium telur retak, berkerumun mengepung dan menyerang bergantian. Akhirnya, sosok berkepala rusa dan bertubuh manusia menusuk dadanya dengan tanduk, memuntahkan darah segar sebelum seketika ditimbun gerombolan hantu. Kami yang cemas memperhatikan dari samping segera bergerak saat Liu Xuedao menatap kami, berkata: "Tak ada jalan kabur! Maju!"
Baru saja ucapannya meluncur, tubuhnya sudah melesat ke depan sambil berteriak: "Jangan panik! Pendeta miskin ini akan membantu!"
Seluruh tubuhnya terbakar Fu Lu, persis menutup celah pertahanan itu.
Sikap heroiknya membuat beberapa biksu yang awalnya membencinya mulai bersimpati. Senyum ramah mengembang di wajah mereka meski sibuk bertarung. Namun formasi yang kehilangan satu sudut menjadi cacat, bagai bola vakum yang pecah. Rombongan hantu yin pun mengalir deras ke arahnya.
Meski ahli, Liu Xuedao mulai kelelahan setelah beberapa kali duel. Setengah menit bertahan, ia menoleh berteriak: "Kalian berdua! Tunggu apa lagi?!"
Pria angkuh ini takkan minta bantuan kecuali situasi kritis. Setelah saling bertatapan, aku dan Si Berbulu menghunus pedang dan menerjang.
Aku membawa Pedang Hantu, sedangkan Si Berbulu menggunakan Lei Fa. Pedang Lei Fa ini tampak lusak dan seharusnya tidak digunakan, tapi kini di saat kelangsungan hidup dipertaruhkan, mana sempat memikirkan hal-hal seperti ini? Hanya dengan menerjang, menerjang, dan terus menerjang, baru ada harapan untuk bertahan. Secara refleks mataku melirik ke area sekitar, melihat Mayat Terbang Gunung Hijau yang diselubungi kabut hitam sedang bertarung sengit dengan hantu yin di depannya. Makhluk itu terus-menerus mengulurkan tangannya, menangkap satu demi satu korban lalu memasukkannya ke mulutnya.
Tidak lama aku mengamati, tiba-tiba aku sudah terlibat dengan seekor hantu yin. Makhluk terkutuk berkepala tiga dan berlengan enam ini ternyata adalah yang lolos dari jaring sebelumnya.
Aku menghunjamkan pedang, tapi digenggam erat olehnya. Dengan gerak-gerik yang lemas, aku tak bisa menarik kembali. Tubuhku tertarik ke pelukannya. Tak lama, tangan kiriku yang belum siap langsung terkena pukulan. Dingin menusuk tulang menerpa. Saat aku berusaha membalas, kedua tanganku ditangkap. Aku terjepit ke tanah. Tiga tangan lain menahan tubuhku. Mulut bergigi tajam menganga, siap menggigit kepalaku.
Aku meronta dengan sekuat tenaga. Tiba-tiba sebilah pedang menghunjam ke dalam. Si Berbulu di samping bertanya: "Si Racun Kecil, kamu ini tidak apa-apa?"
Aku saat ini memang terlihat seperti udang lumpur, wajah setebal kulit kerbau pun memerah. Ku katakan kakiku terpeleset, lalu dengan penuh amarah kukumpulkan Qi di Dantian, menarik napas dalam, kemudian menyalakan Tangan Iblis Sihir bersamaan. Kedua tanganku membalik, mencengkeram erat tangan hantu yin ini. Tiba-tiba kutrigger energi dingin dan panas secara bersamaan, menciptakan siksaan "Sembilan Lapis Langit Api-Es" yang membuat makhluk berwajah biru bergigi taring, berkepala tiga berlengan enam ini dalam hitungan detik berubah menjadi asap kehijauan.
Si Berbulu terlihat agak terkejut, "Waduh, sepasang tanganmu ini benar-benar sakti ya!"
Dengan bangga kuseringkan tawa, "Tentu saja!"
Si Berbulu mengangguk setuju, "Terutama tangan kananmu, lebih sering dipakai." Usai berkata demikian, ia tertawa terbahak sambil menghindar.
Kami memulai pertempuran sengit. Pilar utamanya tak lain adalah Sesepih Liu Xuedao dari Aula Hukuman. Meski tadi dalam pertarungan melawan Mayat Terbang penampilannya agak mengecewakan, kini ia luar biasa ganas, menghadang sebagian besar hantu yin yang lolos. Sisanya kuhadapi bersama Si Berbulu.
Awalnya gerakanku masih kaku. Seiring berjalannya waktu, teknikku semakin mumpuni: mengayun pedang, menusuk, menarik kembali, meraih...
Di tengah pertempuran selanjutnya, bahkan tanpa berpikir, tubuhku sudah tahu cara menghindar, kapan menebas pedang, kapan menyerang. Semua gerakan ini mengandalkan refleks alami tubuh. Begitu musuh bergerak, langsung tahu cara bereaksi. Tapi kedua tanganku mulai dipenuhi energi Yin yang berlebihan. Namun energi ini seperti makan nasi—tak selalu makin banyak makin baik. Tubuhku mulai kelebihan beban, kelelahan, hingga akhirnya mati rasa dengan otot-otot kaku seperti patung.
Untungnya Tuan Kulit Harimau muncul tepat waktu. Makhluk ini memang payah menghadapi manusia—biasanya kabur kalau ketemu. Tapi menghadapi hantu-hantu jahat ini, dia bagaikan seniman sejati. Paruh keemasannya menyedot tak terhitung roh jahat yang ganas melalui lubang hidungnya.
Tapi serbuan yang tak ada habisnya ini mulai menguasai kami. Setelah pertarungan sengit, tubuhku mulai terluka. Dinginnya energi Yin merasuk ke dalam, si Cacing Gemuk berjuang mati-matian melawannya. Kulihat ke depan—walau sudah membantai banyak hantu, jumlah mereka bukannya berkurang malah makin membludak.
Di sekitar kami, sebagian besar area sudah diselimuti kabut hitam yang dipancarkan Mayat Terbang dari Perbatasan Gunung Hijau.
Mayat Terbang dari Perbatasan Gunung Hijau menghilang.
Duta Kanan Luo juga raib.
Yang tersisa di hadapan kami hanyalah gerombolan hantu berbagai rupa yang menyerbu tanpa takut mati, lalu berubah menjadi kepulan asap kehijauan.
