Target utama sudah kabur, buat apa kami bertarung mati-matian di sini?
Ini adalah pikiran pertama yang muncul di kepalaku. Tak lama kemudian, Si Berbulu juga mengusulkan: "Shishu Liu, tangkap pencuri harus tangkap rajanya dulu. Jika kita terus begini, kita akan ditelan hantu-hantu jahat yang tak ada habisnya ini sampai kehabisan tenaga dan mati. Ini bukan solusi. Hanya dengan menghancurkan bendera hantu itu dan menutup sumbernya, kita bisa mendapat secercah harapan!"
Liu Xuedao mana mungkin tidak mengerti prinsip ini. Tapi tekanan dari sekeliling membuatnya tak bisa bergerak. Mendengar usulan Si Berbulu, ia berteriak keras: "Baiklah, Xiao Keming! Kau dan Lu Zuo tolong kendalikan formasi ini. Biar aku yang menerjang ke dalam formasi untuk menangkap si lacur itu, sebelum kita semua kehabisan tenaga!"
Aku dan Si Berbulu segera mengambil posisi di belakang Liu Xuedao seraya bersahutan: "Perintah dilaksanakan!"
Mendengar janji kami, Liu Xuedao tampak sedikit lega. Kedua tangannya menepuk ke depan mengusir puluhan hantu yang mendesak. Ia menarik napas dalam-dalam, jubah Taonya mengembang seperti balon, tubuhnya tiba-tiba membesar satu lingkaran dan bertambah tinggi puluhan sentimeter. Bersamaan dengan itu, mulutnya komat-kamit melantunkan mantra: "Jiuyao Shunxing, yuanpaihuai, Huajing Yingming, yuanling sankai..."
Begitu mantra selesai, seluruh tubuhnya diselimuti cahaya hijau temaram dengan talisman-talisman melingkari badannya. Seperti anak panah, ia melesat masuk ke dalam kabut hitam yang bergulung-gulung di pusat formasi.
Kami yang memiliki Mata Jasmani biasa, tak mampu melihat apa yang terjadi dalam formasi gelap gulita itu. Hanya tahu Liu Xuedao merobek ribuan hantu yin, menyelami pusatnya. Seketika terdengar lolongan serigala dan jeritan hantu yang bergemuruh keluar.
Setelah Liu Xuedao pergi, tekanan yang kami hadapi semakin mencekik. Rombongan hantu yin yang menyembur dari kabut hitam pekat itu menatap tajam celah pertahanan kami, menerjang maju dengan sekuat tenaga.
Kami terdesak mundur tanpa sempat bereaksi. Sebelumnya, telah kami pastikan bahwa biksu tua yang tergeletak di lantai tadi—entah karena luka terlalu parah—telah meninggal tanpa nafas kehidupan.
Bertarung! Bertarung! Bertarung!
Pertarungan ini membuat tubuhku lemas, langkah kaki limbung. Hanya bertahan dengan seonggok Qi di dada.
Andai Qi ini runtuh, mungkin aku sudah berlutut di tanah.
Jika kondisiku sudah begini, apalagi Si Berbulu yang masih terluka. Kini ia telah menyimpan Pedang Lei Fa di punggung. Dalam pertarungan sebelumnya, Pedang kayu persik tersambar petir itu sudah di ambang kehancuran, rapuh bagai kaca.
Si Berbulu mengandalkan teknik pedang untuk memberantas siluman. Tanpa itu, dengan sedikit Fu dan hanya mengandalkan jurus tangan, kemampuannya akan turun separuh. Maka kuserahkan Pedang Hantu padanya, sementara aku fokus menggunakan Tangan Iblis Sihir untuk bertarung jarak dekat dengan hantu-hantu yang menerjang ini.
Kami berdua berusaha keras dengan berantakan, namun beruntung ada Tuan Kulit Harimau yang melindungi, mengisi celah-celah pertahanan, sehingga masih bisa bertahan.
Saat kami mati-matian mempertahankan celah pertahanan, keikutsertaan Liu Xuedao membuat situasi mulai mengalami perubahan.
Benar-benar sesepuh Sekte Maoshan, trik yang dimiliki Liu Xuedao membuat kami terbata-bata. Dari kegelapan terdengar beberapa ledakan bergemuruh seperti guntur, kabut hitam pekat itu pun tersibak sebagian. Kulihat bayangan Liu Xuedao berdiri bersama dua Lishi Berkerudung Kuning berpostur kekar setinggi dua meter.
Lishi Berkerudung Kuning ini adalah figuran umum dalam Taoisme, mengenakan celana panjang hijau dan kerudung kuning, torso telanjang menampilkan otot berkilau bak perunggu yang memancarkan keindahan kekuatan. Meski kedua Lishi ini hanyalah prajurit Fu kelas rendahan, namun sebagai panggilan Liu Xuedao, baik kekuatan fisik maupun kekokohan rohnya jauh melebihi arwah jahat yang dipanggil Luo Youshi dari Makam Hantu Yin, bahkan selisih beberapa tingkat. Cahaya keemasan mereka menyedot sebagian serangan api di sekitarnya.
Tekanan di pihak kami tiba-tiba mereda, hilanglah perasaan hampir kolaps sebelumnya.
Dalam kabut hitam, aku tak melihat Luo Youshi maupun Mayat Terbang dari Perbatasan Gunung Hijau. Keduanya masih bersembunyi dalam kegelapan, entah sedang merencanakan apa. Setelah memanggil Lishi, Liu Xuedao hanya diam beberapa detik sebelum kembali menyelam ke dalam lautan kabut hitam.
Suara Buddha memenuhi langit mengelilingi Ruang Batu, api unggun sebelumnya sudah lama dipadamkan, kami semua tidak mengerti maksudnya, berusaha keras bertahan.
Tidak jauh di sampingku ada seorang biksu tua, wajahnya tidak dikenal, mungkin bala bantuan dari Shigatse atau Lhasa, bibirnya terus bergerak, Suara Buddha menyebar bolak-balik, tiba-tiba matanya melotot, seberkas cahaya keemasan menembus kabut hitam.
Kurasakan ada tekad yang kuat dan teguh menembus ke dalam, lalu mencari-cari target.
Hatiku berdesir kencang, ini adalah "rahasia sekte" paling misterius dari Kagyu yang pernah Yin Yue berikan padaku dulu - "Teknik Perampasan Tubuh", yaitu memindahkan kesadaran dari satu tubuh ke tubuh lain, atau dari satu tempat ke tempat lain, untuk mencapai efek kontrol reinkarnasi?
Dulu pernah kuharap, seandainya Duoduo bisa mempelajarinya, akan ada satu jalan lagi, bahkan dalam situasi paling sulit pun bisa bereinkarnasi, terlahir kembali di dunia.
Namun yang terjadi malah membuatku menyesal, tekad biksu Sekte Putih ini tidak terhubung ke makhluk hidup mana pun, gagal total, tidak hanya tidak efektif malah membuatnya mendapat cedera tersembunyi. Menyaksikan rahasia perampasan tubuh yang misterius ini muncul lalu hancur lebur, jantungku berdebar kencang, baru kusadari pertarungan yang kujalani sekarang mungkin yang paling sengit sepanjang karierku.
Kali ini, setiap orang yang terlibat adalah tokoh termasyhur di daerahnya masing-masing, semuanya puncak, justru sulit melihat kehebatan yang mencolok.
Belum sempat aku menenangkan hati, tiba-tiba ledakan sonik mengguncang tanah lapang. Suara gemuruh memekakkan telinga tiba-tiba tercipta.
Gedebuk... Gedebuk...
Aku merasakan gelombang udara dahsyat yang menyebar dari pusat lapang bagai lingkaran. Tekanan angin besar menerbangkan rambutku, berdesir kencang. Angin dingin yang seperti pisau mencabik wajahku, terasa sakit.
Di atas kepalaku, Tuan Harimau Kucing yang sedang melayang tiba-tiba kehilangan keseimbangan karena turbulensi udara. Dengan goyah, dia terjatuh ke arah sungai bawah tanah di belakang.
Kutatupkan mata sebentar, lalu membukanya lagi. Kulihat sosok beterbangan dari langit dan jatuh miring ke arah kami. Ternyata itu adalah Sesepih Liu Xuedao dari Ruang Hukuman yang tadi begitu ganas.
Bagaimana mungkin pendeta Tao yang masuk tiga besar di Sekte Maoshan ini, yang baru masuk belum sempat menghabiskan sebatang rokok, tiba-tiba terlempar keluar seperti karung tepung? Ini alur seperti apa?
Aku termangu, tapi Si Berbulu dengan gesit menghujamkan pedangnya tujuh delapan kali mengusir hantu yin. Dia melompat menyambut tubuh Liu Xuedao.
Ternyata momentum jatuh Liu Xuedao terlalu besar. Gaya inersia itu membuat Si Berbulu ikut terseret jatuh ke tanah, berguling-guling seperti labu.
"Aaa...!" Si Berbulu menjerit kesakitan. Luka di dadanya terbuka lagi, darah segar mengalir deras.
Sedangkan saat ini, aku sedang bertarung sengit dengan seekor hantu yin yang perutnya membuncit dan seluruh tubuhnya dipenuhi kudis bernanah. Mulutnya yang penuh gigi tajam menganga lebar, ingin menggigit kepalaku. Tapi kedua tanganku menahannya, tangan kiri mengeluarkan hawa dingin ekstrim sementara tangan kanan memancarkan panas menyengat, perlahan-lahan mengubah tubuh hantu itu menjadi asap kehijauan yang berhamburan.
Yang datang menyambutku adalah Tuan Kulit Harimau yang kejam. Makhluk ini telah menghisap begitu banyak arwah hantu yin hingga tubuhnya diselimuti kabut, seolah ia sendiri adalah hantu. Tiba-tiba ia melesat dari tepi sungai, kedua sayapnya mengepakkan angin kencang yang membuat orang sulit menjaga keseimbangan, menerbangkan kembali gerombolan hantu itu ke dalam kabut hitam.
Aku berbalik badan lalu merebahkan diri memeriksa luka kedua orang itu. Si Berbulu hanya terlihat pucat pasi dengan noda darah di dada, tapi Sesepih Liu Xuedao dari Ruang Hukuman wajahnya kuning pucat seperti kertas emas, napasnya tersengal-sengal bagai orang sekarat.
Kaget setengah mati, aku tak tahu apa yang terjadi di dalam sana sampai membuat biksu tua yang selama ini terlihat seperti dewa di mata kami berubah menjadi seperti ini - jangan-jangan begitu masuk langsung menggunakan jurus pamungkas?
Di tengah kebingunganku, suara menggelegar bagai guntur mengguncang langit: "Siluman kecil, jangan kabur!" Kumenoleh dan melihat Biksu Ban Jue berpendar cahaya emas, penampilannya sakti bagai patung Vajra. Keriput di dahinya dalam seperti mata ketiga, tangannya menekan titik di udara kosong.
Saat telapak tangan ini diayunkan, di sebelah kiri depannya yang awalnya kosong, tiba-tiba muncul sosok mungil terjatuh. Berbaju hitam ketat, tak lain adalah Luo Youshi yang menyebabkan aura hantu menebal di tempat ini.
Begitu dia muncul, mayat terbang berwarna hitam dari perbatasan Gunung Hijau juga muncul dalam pandanganku. Tangannya mencakar kosong saat Luo Youshi menghindar, lima jarinya menghunjam tanah berbatu hingga pecah berhamburan. Meski Luo Youshi menghindar dengan gerakan tubuh lincah, tetap terkena pecahan batu yang membuatnya menjerit kesakitan.
Kini wajah Luo Youshi yang terlihat sudah seperti busur terakhir. Di punggungnya, sobekan besar pada bajunya memperlihatkan cakaran dari leher hingga pantat yang berdarah-daging hancur. Jelas dalam pertarungan tadi dia mengalami luka parah sehingga berusaha kabur dengan teknik menghilang.
Namun trik kecilnya ini tak bisa mengelabui sekelompok biksu Tibet di sekitarnya. Dihentikan oleh Guru Banjue, tubuhnya berputar lalu menghilang dalam kegelapan.
Di saat yang sama, Jiang Bai si biksu muda yang menjaga formasi besar tiba-tiba menoleh ke arah sungai bawah tanah sambil berteriak ketakutan: "Bagaimana mungkin...?"
Aku tak mengerti maksudnya. Saat menoleh, kulihat air di alur sungai bergolak hebat. BOOM! Percikan air raksasa menyembur ke langit.
Lalu, kudapati Kadal Naga Berduri Pedang itu melompat dari air, ekor runcingnya sedang bertarung sengit dengan sosok kecil.
Kedua makhluk ini tentu saja adalah Duoduo yang sudah lama menghilang, bersama kendaraan perangnya Kadal Naga Berduri Pedang. Namun yang aneh, Kadal Naga yang seharusnya sudah jinak tiba-tiba mengamuk. Setelah berhasil melepaskan diri dari kendali Duoduo, kepalanya memutar dan mulutnya menganga lebar sebelum menerjang ke arah kami seperti panah.
Matanya merah seperti darah, menatap tajam ke arah kabut hitam di dalam formasi.
