Mendengar penjelasan Minmo, Si Berbulu mengarahkan Pedang Hantu sambil menyeringai dingin, "Hubungan Master Shixiong dan aku sangat erat, mana mungkin kalian bisa memahaminya? Makna tindakannya hanya dia yang berhak jelaskan, bukan tempatmu untuk mengadu domba dan membujuk kami! Kira kami ini orang bodoh yang mudah dihasut seperti Su Qin dan Zhang Yi di Zaman Negara Berperang?"
Mendengar pidato berapi-api Si Berbulu, Minmo tertawa terpingkal-pingkal seolah menonton komedi absurd.
Usai tertawa, dia mengulurkan tangan kanan berlumuran darah kental, di telapak tangan terdapat bola mata memutih.
Sambil merapikan rambutnya yang jarang, darah mengalir dari kepalanya tak dihiraukan, dia berkata dengan senyum sinis, "Kau pikir aku sedang mengadu domba dan Gu-huo hatimu?"
Kulihat Si Berbulu mulai berang. Dengan gigi terkunci dia menggeram perlahan, "Lalu apa lagi?"
Minmo menggelengkan kepala, menunjukkan ekspresi penyesalan: "Xiao Keming, sepuluh tahun lalu aku pernah mendengar kabar bahwa Tao Jinhong dari Sekte Maoshan memiliki tiga murid berbakat—Chen Zhicheng, murid luar utama yang strateginya menguasai situasi ribuan li jauhnya, layaknya jenderal yang bisa berdiri tegak di istana untuk memperebutkan sumber daya negara dan nasib besar bagi sekte, ini disebut penguasa eksternal; Fu Jun, murid dalam utama yang obsesif mempelajari Jalan Suci hingga segala fenomena alam menjadi prinsip tertinggi, pencapaiannya tak kalah dari para sesepuh, suatu saat nanti akan menjadi ahli puncak yang bisa menjaga gerbang gunung dari serangan iblis; sedangkan kau adalah yang ketiga..."
Ia memejamkan mata, seolah tenggelam dalam kenangan: "Orang bilang soal bakat alam, kau kalah dari Fu Jun. Dalam pergaulan dan kecerdikan, kau tak selevel Si Tangan Hitam Berkota Ganda. Tapi kaulah satu-satunya calon penerus yang ditunjuk Tao Jinhong setelah lengser."
"Dari ratusan anggota Sekte Maoshan, hanya segelintir yang seterkenalmu... Tapi lihat sekarang? Setelah pertempuran Huang Shan, kau kehilangan semua kekuatan internal, diusir dari garis perguruan, mengembara di dunia persilatan bahkan tak bisa pulang—Hutang budimu pada Maoshan sudah lunas. Untuk apa lagi kau menjilat pantat Sekte Maoshan yang sekarang ini?"
Si Berbulu terdiam, seolah merenungi masa lalu. Aku melangkah maju dan bertanya: "Kalau kalian ada di sini, mengapa dikatakan bahwa Master Shixiong mempermainkan kami?"
Minmo saat ini berbicara dengan tenang yang mengejutkan, berkata dengan datar: "Masalah di dunia ini tidak sesederhana yang kalian lihat—kamu pikir kali ini hanya urusan sepele beberapa orang yang melompat? Tahukah kamu, rencana ini menyangkut pembagian ratusan miliar keuntungan dari segmentasi pasar produsen layanan kontrak elektronik global, mana mungkin kalian mengerti? Si Tangan Hitam Berkota Ganda seharusnya bisa merasakan, tapi Group Weixiangli di sini sama sekali membenci campur tangannya, tidak mau bekerja sama, sementara atasan langsungnya terus mengawasi langkahnya, tanpa bukti, sama sekali tidak memberi kesempatan untuk bertindak. Pasti dia sudah panik, sampai mengorbankan kalian berdua mengambil risiko seperti ini—di matanya, kalian cuma pion belaka..."
Minmo berbicara lancar di kolam, sementara aku menoleh memandang Xue Rui yang mendekat.
Terhadap kolam semacam ini, dia yang pernah belajar dari legenda berusia seratus tahun Chi Limei dari desa Miao di Myanmar utara sangat familiar. Tapi di sana mayat serangga direndam, orang dalam kepompong, sedangkan kolam Minmo ini meski tak ada dampak visual, tetap membuat merinding melihatnya—mana ada hati untuk mendengar ocehan panjang lebarnya?
Saat itu pemandangan sangat seram. Kami berdiri di seberang kolam. Di kolam luas yang dipenuhi daging dan darah mengambang, terbaring seorang kakek tua seperti paman. Di belakangnya, seorang wanita muda secantik bunga sedang memijat bahu si kakek dengan lembut, sama sekali tidak jijik dengan kotoran di kolam. Di belakang wanita itu, sekelompok orang—pria-wanita, tua-muda—berdiri diam dengan penuh hormat.
Setelah menjatuhkan reputasi Master Shixiong hingga ke titik terendah, Minmo berhenti bicara. Ia menoleh dan memberi perintah. Wang Shanqing segera mengeluarkan cangkir dari belakang, menuangkan cairan kuning dan melayaninya minum.
Meski sudah didakwa panjang lebar oleh Minmo, Si Berbulu tetap tenang. Dengan datar ia berkata: "Dengan segala nasihat bijak Tuan ini, sebenarnya apa maksudnya?"
Mata keruh sang kakek di kolam tiba-tiba memancarkan kilauan cahaya terang. Ia menatap tajam Si Berbulu bagai melihat wanita telanjang berpostur seksi. Lama-kelamaan ia menarik pandangannya, lalu berucap perlahan: "Banyak yang salah paham, menganggap kami menyimpang dari jalan suci, tak bisa mencapai pencerahan—tapi kau yang ahli tentu paham prinsip 'Jalan Suci tak terhitung, tapi ujungnya sama'..."
Si Berbulu menyambung: "Lalu, apa lagi?"
Minmo menatap tajam si berbulu, berkata perlahan: "Nah, mengingat statusmu saat ini masih sebagai buronan yang sedang kabur, perlakuan mereka padamu pasti telah menimbulkan banyak energi dendam yang mengendap di hatimu. Bagaimana kalau... bergabung dengan Sekte Iblis kami?" Melihat si berbulu diam, ia berpikir sejenak lalu melanjutkan dengan tegas: "Jika kau masuk sekte kami, setelah seratus tahun aku tiada, reputasi dan posisi Minmo ini akan kau warisi!"
Ucapannya membuatku terkejut. Mereka yang tidak mengenal Sekte Iblis tentu tak paham betapa dahsyat daya pikat tawaran ini.
Perlu diketahui, Dua Belas Bintang Iblis merupakan elit tertinggi Sekte Iblis. Setiap anggota adalah orang sakti yang menguasai sumber daya, kekayaan, dan akses kekuasaan yang memikat. Tak ada yang tahu pasti seberapa besar jaringan bisnis mereka, namun yang kita ketahui, dibanding Klan Hong, mereka bagaikan dewasa versus bayi - begitu perkasa dan merasuk di segala lapisan masyarakat.
Dulu, alasan Qing Xu berani melakukan keburukan di dekat Gunung Naga Harimau adalah karena janji Sun Chengru (janda Bintang Iblis Hitam sebelumnya) untuk merekomendasikannya ke markas besar Sekte Iblis sebagai penerus Bintang Iblis Hitam - ini membuktikan betapa memikatnya tawaran tersebut.
Namun sebelum sempat kami bereaksi, kerumunan di belakang Minmo langsung gemuruh seperti panci yang meledak, saling berspekulasi dengan gugup.
Aku melihat senyum aneh yang terpaksa muncul di wajah Wang Shanqing, seperti tangisan, sementara di antara kerumunan, yang paling marah adalah Da Mengzi.
Sebagai murid utama Minmo, sebenarnya dialah yang paling berharap mewarisi ilmu Minmo, hanya menunggu Minmo cepat-cepat ke akhirat agar bisa mewarisi posisinya. Mana sangka di tengah jalan muncul kehadiran tak terduga yang mengubah harapannya menjadi bulan di air, bunga dalam cermin. Mana mungkin dia mau berhenti?
Dengan kemampuan khususnya, dia mengumpulkan nyali dan akhirnya tak tahan menahan kekecewaan di hati. Menegakkan kepala, teriaknya: "Shifu, Jangan...! Anak ini berisi hantu, bagai sebatang jerami di tepi dinding yang tertiup angin. Bagaimana Bisa memberinya warisan ilmu untuk mencapai reputasi Minmo?"
Ada yang memimpin, beberapa anggota figuran pun ikut menentang. Setelah beberapa kalimat, kulihat wajah Minmo yang awalnya tenang bagai air mulai berkerut. Seketika itu, menjadi mengerikan - akhirnya kambuh.
Da Mengzi yang sedang asyik berbicara tiba-tiba merasakan rasa besi di mulut. Tangannya meraih, ternyata mulutnya sudah penuh gumpalan daging manusia. Dari bagian tubuhnya, sepertinya berasal dari pantat atau perut seorang pria.
Mulut Da Mengzi tersumbat, sementara Minmo perlahan bangkit berdiri. Aura menakutkan yang dahsyat itu menghempaskan semua anggota yang berusaha mendekat untuk berdebat - sama sekali tak bisa bergerak.
Kami yang berdiri di seberang kolam merasakan kekuatan ini. Udara di angkasa terasa semakin sesak, seolah-olah ada pemberat timbal yang menekan hati. Berdasarkan prinsip "menertibkan dalam negeri sebelum menghadapi ancaman luar", tekanan yang diberikan pada Da Mengzi dan yang lain pasti akan semakin berat.
Para pengikut itu sudah berpengalaman. Mengetahui guru mereka marah, mereka segera berlutut serentak sambil berteriak: "Shifu, ampunilah nyawa kami! Kami hanya memberi saran, semua akan taat pada perintah Shifu. Perintah apapun pasti kami turuti!"
Setelah tiga kali mengulang seruan ini, Minmo tampaknya menganggap murid-muridnya cukup tulus. Ia melambaikan tangan dan berkata perlahan: "Perkataanku bagai paku yang tertancap di tanah! Perintahku—siapa setuju? Siapa berani menentang?"
Ucapannya mengingatkan pada gaya The Godfather Marlon Brando. Suasana kembali tenang. Minmo membuka tirai kereta, memandangi kami lalu berkata pelan: "Bagaimana? Sudah mempertimbangkan? Pilih mati atau bergabung dengan garis perguruanku—tidak ada jalan ketiga. Dengan kemampuanmu, jika rencana Xiao Foye berhasil, di dunia baru pasti ada tempatmu. Semua kehormatan, kemewahan, dan puncak kebahagiaan bisa kau raih..."
Si Berbulu terdiam, sementara Harimau Kucing Besar (Tuan Kulit Harimau) yang terbaring dalam pelukan Duoduo menguap lebar dan berkata dengan bosan: "Seratus tahun berlalu, ratusan tahun berlalu, sampai sekarang masih pakai trik usang itu. Apa itu 'rusak lalu berdiri lagi', 'revolusi pembalikan', 'langit-bumi berguncang'... Semua reformis ini, kenapa caranya harus sekeras ini? Dan setiap kali dibahas, langsung kayak disuntik darah ayam! Dasar sekumpulan bangsat, hmph!"
Si Berbulu dan aku saling bertatapan. Di hati kami berdua, sejak pertempuran tahun lalu dengan Paman Zhang dari Penjaga Gerbang Harimau yang berakhir saling melukai, Minmo tampaknya jadi lebih cerewet. Saat bertarung pun selalu menyergap dari belakang, entah mengendalikan roh atau memanfaatkan perangkap berbahaya. Sekarang tiba-tiba bersikap baik begini, pasti kemampuannya belum pulih sepenuhnya. Kalau begitu—bukankah ini kesempatan kita untuk menghajar si brengsek ini?
Aku dan Si Berbulu yang sudah bertahun-tahun bekerja sama langsung saling membaca pikiran. Hanya dengan satu kode mata, niat membunuh langsung menyala. Begitu ucapan "hmph!" Harimau Kucing Besar menggema, tubuh kami berdua langsung menegang bagai harimau yang lepas dari kandang, menerjang ke arah Minmo di kolam: "Matilah kau, dasar lacur!"
Melihat kami menyerang tanpa basa-basi, Minmo tampak sangat kecewa. Tubuhnya bangkit dari kolam. Saat melayang di atas air, kulihat bagian bawah pinggangnya—nyaris saja rohku copot ketakutan.
