Tengkorak yang berguling di kakiku berbentuk lonjong, mulut bertaring tajam berbulu halus, wajahnya mengerikan.
Benda ini jelas bukan manusia, melainkan seekor serigala tulen.
Tapi bulu di wajah tengkorak ini jarang, ekspresinya begitu hidup mirip manusia, seolah masih menjerit sesuatu sebelum mati.
Dadaku berdebar kencang, teringat penuturan Lao Qi tentang manusia berkepala serigala yang bersujud di bawah pohon persik tua. Tebing batu biru inilah yang dimaksudkannya.
Kalau begitu, jalan melalui celah gunung ini pasti menuju ke Tanah Persik yang legendaris.
Pikiran ini membuat jantungku berdesir. Dari kondisinya, Si Berbulu dan Siluman Kecil mungkin sudah mengejar anggota Sekte Iblis masuk ke sini.
Aku tak tahu medan di dalam, tapi batu biru angker ini menebar aura mencekam yang membuat dada sesak, sulit bernapas.
Aku merenung selama tiga detik, memutuskan untuk mengeluarkan ponsel dan meminta bantuan lagi. Tapi saat kukeluarkan Nokia 5800 yang baru kubeli, tubuhnya yang basah kuyup sudah seperti mencapai pencerahan - diam membeku tanpa tanda kehidupan.
Ponsel ini kemasukan air saat aku dan gadis bandara dari Sekte Gunung Lao, Luo Xiaobei, terjatuh ke anak sungai tadi. Meski Nokia kesayanganku terkenal tangguh terhadap benturan, sayangnya tak sehebat ponsel tahan air-debu-goncangan Motorola. Begitu kemasukan air, langsung cacat permanen.
Melihat Luo Xiaobei si gadis bandara itu ikut berlari mendekat, kulemparkan tatapan geram dan mengulurkan tangan: "Ponselmu mana?"
Luo Xiaobei menggenggam erat pedangnya, menjawab polos: "Aku nggak punya duit buat beli ponsel..."
Jawabannya membuatku terdiam. Kenapa Sekte Gunung Lao bisa semiskin ini? Mereka sanggup memberinya papan kayu cendana anti serangga Gu dan santet, tapi tak mampu mengeluarkan beberapa ratus yuan untuk beli ponsel buat murid sejati? Murid sejati lho! Aku benar-benar tak habis pikir. Kelompok ini seperti masih hidup di zaman kuno, bahkan tak punya ponsel!
Melihat ekspresi tegas Luo Xiaobei yang tampak bertekad ikut masuk, ingatanku melayang pada bayangan pedang yang memenuhi langit saat dia menyergapku dulu. Kulihat tekadnya tak tergoyahkan, akhirnya kubicarkan dia ikut dengan syarat Perjanjian Tiga Pasal: Setelah masuk, semua harus patuh pada perintahku, jangan bertindak sembarangan. Kalau sampai dia jadi beban, terpaksa aku harus jadi tangan dingin menghancurkan bunga.
Luo Xiaobei mengangguk sambil menggigit gigi mutiaranya yang putih bak salju, berkata, "Baik, apakah kalian yang dikirim pihak atas untuk menghadapi Sekte Iblis? Aku akan patuh padamu."
Aku tersenyum, "Penjelasanmu tidak tepat, tapi hampir mendekati."
Tapi pepatah mengatakan, 'Tidak takut pada musuh sekuat dewa, tapi takut pada sekutu sebodoh babi.' Kupertegas lagi, jika kau bertindak semaumu dan menimbulkan masalah, siapa tahu sebelum cakar Sekte Iblis menyentuhmu, pisauku sudah menikam titik vital di pinggangmu!
Melihat keseriusanku, Luo Xiaobei menelan liur lalu mengangguk khidmat, "Asalkan kau bisa membantuku balas dendam untuk para shixiong, aku akan menuruti semua perintahmu!"
Setelah mendapat konfirmasi dari gadis bandara yang cantik ini, kuabaikan yang lain. Kutendang kepala serigala yang menghalangi, meminta Duoduo berjaga di sampingku, lalu melangkah mantap menuju celah batu.
Celah batu ini tersembunyi di antara bukit dan pepohonan, lebar maksimal dua meter, menyempit hingga setengah meter, dikelilingi rumput liar setinggi pinggang. Jika tidak jeli, sulit terdeteksi.
Tapi ini bukanlah poin utamanya. Tempat ini sepertinya dilindungi oleh formasi magis yang menyamarkan celah batu, membuatnya terlihat seperti bukit biasa di mata awam.
Luo Xiaobei yang mengikutiku tiba-tiba berteriak setelah belasan meter, "Ka-Kakak, tempat ini tidak beres! Sepertinya ada aura Formasi Halusinasi Pembantaian Dongyi di sini!"
Kuberhenti lalu menoleh, "Formasi Halusinasi Pembantaian Dongyi? Apa itu?"
Ia menelan ludah, berkata aku juga tak tahu, hanya pernah dengar Shifu bilang dulu di timur Qingyu ada Pulau Dewa Penglai, tempat orang biasa mencari jalan suci. Tapi sebelumnya masih ada pulau-pulau terpencil, penghuninya disebut Dongyi. Para nelayan pesisir ini dalam perjuangan melawan alam belajar banyak sihir, terutama dari fatamorgana di laut tempat mereka mempelajari cara menciptakan halusinasi untuk menghadapi pendatang, hingga jiwa orang-orang itu akhirnya dikikis habis oleh pembunuhan berantai dan ketakutan...
Kupukul dahiku, menghela nafas: "Ponsel nggak ada ya udah, Kak. Waktu sekolah nggak belajar geografi ya? Timur Qingyu itu Pulau Dagong, Chaolian, lebih timur lagi Korea Selatan, terus sampai Jepang. Pulau Penglai di Laut Timur itu cuma mitos. Kalau kamu anggap ini pelajaran sejarah-geografi, ya aku nggak bisa komentar..."
Luo Xiaobei diam. Tapi dari raut wajahnya, jelas tak terima dengan ucapanku.
Aku juga pasrah. Menerobos celah batu ini, di sepanjang jalan ketemu dua manusia berkepala serigala. Satu dadanya hancur jantungnya, satu lagi kepalanya pecah seperti semangka. Dari kekejaman serangan ini, kuduga ini pasti karya agung Zhou Lin si brengsek itu.
Saat melewati mayat kedua, refleks ku meraba cap "Kebencian Vampir" di dahiku. Teringat perkataan Wilson bahwa untuk menghapus cap itu sepenuhnya, dibutuhkan darah kadal api, bulu dalam manusia serigala, dan beberapa bahan lain. Bahan lain masih mudah, tapi dua yang pertama sangat langka. Karena itu, selama ini kusembunyikan aura tubuhku dengan Cincin Pengasingan pemberian Master Shixiong.
Tapi ini tetap mengganggu. Kuberjongkok dan meraba bagian bawah tubuh manusia serigala yang mati itu. Tak kutemui ciri-ciri yang disebut Wilson. Apakah ini bukan manusia serigala? Apakah bahan-bahan yang kuperlukan benar-benar harus diimpor?
Setelah berjalan tiga puluh meter lagi, ruang di depanku tiba-tiba terbuka. Dalam keputusasaan, kulihat kejauhan bunga persik bermekaran di bawah cahaya bulan. Angin sepoi-sepoi menyapu wajah, membawa aroma manis yang memabukkan. Hidungku mulai gatal, ingin bersin.
Niat itu langsung kutantang. Tapi baru saja kusombongkan kewaspadaanku, terdengar suara bersin di samping.
Achoo, Achoo, Achoo...
Luo Xiaobei bersin enam kali berturut-turut. Pipinya memerah dengan genit, tapi hatiku justru makin sesak.
Luo Xiaobei sadar telah berbuat kesalahan. Cepat-cepat ia menutup mulut dengan tangan kiri. Tapi gelombang bersin berikutnya sudah menggelora di hidungnya.
Dengan cepat keluar dari celah batu, memandang ke hutan bunga persik di kejauhan yang bergelombang, hatiku berdebar karena selain kami, semua orang lain telah menghilang.
Saat masih bingung, kudengar suara gemerisik dari hutan bunga persik di sebelah kiri. Awalnya samar, tapi tiba-tiba suara itu berlipat ganda, membuat kami panik.
Dua detik kemudian, Duoduo yang melayang di udara berbalik tubuh dan berteriak, "Kakak Lu Zuo, lari cepat! Naik ke gunung, panjat pohon..." Sebelum suaranya habis, 4-5 serigala liar sebesar anak sapi telah melompat keluar dari hutan persik.
Binatang-binatang ini seluruh tubuhnya ditutupi bulu halus hitam, cakar mencengkeram tanah, kepala memanjang, disertai lolongan marah.
Jantungku berdebar. Ingin berbalik badan, tapi ingat prinsip dasar bela diri: jangan pernah membelakangi serigala. Ku mundur perlahan sambil tetap menghadapi kawanan.
Binatang-binatang yang keluar dari hutan persik dan semak duri ini ukurannya luar biasa besar, tinggi tubuh saat merunduk hampir 2 meter, menerjang dengan desiran angin yang mengerikan.
Pemimpinnya adalah serigala hitam dengan bekas luka mengerikan di mata kiri. Masih berjarak 7-8 meter, dia sudah melompat ke udara seperti angin puyuh langsung menerjangku.
Aku yang sudah terbiasa dengan situasi besar tidak panik, berusaha menyesuaikan napas dan langkah. Melihat makhluk itu menerjang, aku menggelinding ke depan, menurunkan pusat gravitasi dan posisi, lalu mengangkat pedang tentara palsu di tangan kanan ke arah perut lembut binatang sialan itu.
Tanpa sempat berpikir panjang, aku merasakan kekuatan dahsyat dari ujung pedang tentara palsu itu.
Aku menyayat ke atas mengikuti kulit yang baru saja bersentuhan, merasakan semangkok besar isi perut hangat dan darah menyembur di atas kepala, bau anyir memenuhi udara membuatku mual.
Tapi justru saat ini aku tersadar, kawanan serigala ini muncul di sini dan menyerbu kami karena mencium bau darah sesama jenis, datang memberi bantuan dengan cepat.
Pasti mereka mengira kami yang membunuh beberapa serigala itu. Meski sudah membasmi serigala tercepat pertama, serangan gencar berikutnya tetap tak terhindarkan. Saat melukai dua serigala liar, aku sudah terkena dua cakaran. Situasi saat itu benar-benar kacau, tak sempat melihat banyak, hanya bisa mengatupkan gigi dan bertahan mati-matian.
Tapi jumlah mereka terlalu banyak. Saat mengatasi gelombang pertama, sekelilingku sudah dikepung kawanan yang menjulurkan lidah panjang, mengintai dengan tatapan mengancam seolah siap menyobek-nyobek kami kapan saja.
Untungnya Luo Xiaobei yang saya bawa ini sebelumnya tampak biasa-biasa saja, namun pedang di tangannya kini bagai ikan masuk laut menjelma naga. Pedang Hijau-nya berubah menjadi jaring yang rapat dan ganas, mengusir semua binatang yang berani mendekat atau bahkan memenggal kepala mereka.
Kami terus bertahan sambil mundur hingga mencapai beberapa pohon di bukit. Saya berteriak ke arah Luo Xiaobei: "Naik pohon!"
Dia patuh. Begitu mendengar perintah saya, dengan gesit dia berputar dan berlari ke pohon besar di sampingku, lalu memanjat rantingnya dalam beberapa lompatan.
Hati saya agak tenang. Saya pun memanjat pohon itu, berdiri di puncak ranting sambil memandang ke kejauhan.
Saat saya waspada terhadap serangan dari bawah sambil mengamati sekeliling, tiba-tiba seekor serigala tua muncul dari kawanannya. Kepalanya menengadah mengeluarkan lengkingan mencekam yang menggema di langit malam.
Kami dikepung... oleh sekawanan serigala... serigala-serigala yang aneh.
