Sebagai praktisi kultivasi seperti saya yang telah melewati hidup-mati belasan kali, membunuh ribuan binatang buas bahkan membuat Minmo - iblis mengerikan - tewas di tangan saya, segerombolan serigala seharusnya hanya lauk pengantar nasi belaka.
Namun saat saya berdiri di atas pohon persik yang bermekaran bunga-bunga merah jambu dan memandang ke bawah, rasa panik tiba-tiba menyergap.
Astaga, ini bukan sekawanan serigala biasa, melainkan serigala liar yang telah berevolusi menjadi makhluk gaib. Ada yang merangkak dengan empat kaki bertubuh panjang, ada yang berdiri dua kaki dengan postur tinggi besar... Di kegelapan malam, mata mereka memancarkan cahaya merah penuh keganasan dan haus darah, serta kebencian yang ingin mencabik-cabik kami.
Di bawah pohon berkumpul tiga belas ekor serigala. Kami yang baru saja memanjat pohon persik masih gemetaran. Tiba-tiba seekor serigala tua berbulu putih kelabu muncul dari belakang, mendongakkan kepala. Di bawah leher panjangnya, sejumput bulu merah bergetar. Lolongan mencekam keluar dari tenggorokannya bagaikan genderang perang yang memiliki daya magis luar biasa, membuat hati kami dipenuhi kesepian nan absurd.
Begitu lolongan itu terdengar, dua belas serigala lainnya langsung mengamuk. Bulu-bulu mereka berdiri seperti landak, lalu menerjang kami yang berada di atas pohon.
Pohon persik ini tidak terlalu tinggi, hanya sekitar enam tujuh meter. Para makhluk itu mendorong tanah dengan kaki belakangnya, tubuh mereka melesat bagai anak panah. Cakar-cakar tajam mereka menyambar ke arah kami yang bertengger di ranting.
Kali ini kami tidak seberuntung Lao Qi. Alih-alih membungkuk mengakui bos, para manusia serigala ini malah menyerang dengan ganas. Pohon persik tua tempatku bersembunyi terhempas hingga hampir roboh. Semua cabang bawah telah tercabik, kelopak-kelopak bunga persik merah muda dan putih berhamburan di tanah lumpur. Dentuman berat tubuh serigala raksasa yang mendarat menciptakan kekacauan sesaat.
Aku masih diliputi kegelisahan dan keraguan, tiba-tiba mendengar jeritan panik dari belakang: "A——"
Jantungku berdebar kencang. Kuputar kepala dan melihat Luo Xiaobei, gadis bandara itu, jatuh dari pohon di belakangku tepat di atas punggung serigala raksasa yang baru mendarat.
Teriakannya menarik perhatian empat lima ekor binatang sialan itu. Mereka memutar kepala dan menerjang gadis yang memegang Pedang Qingfeng ini.
Jantungku berdegup kencang. Setelah berpikir 0,2 detik, aku terjun ke bawah dan mendarat bersamaan dengan serigala raksasa yang menerjang ke arahku.
Braak! Tubuhku menghantam tubuh serigala liar itu. Kekuatan yang kusengaja tambahkan membuatnya meraung kesakitan.
Tapi makhluk berakal ini tak buru-buru bangun setelah terluka. Ia menggeliat di tempat, menjungkirbalikkanku ke tanah.
Sarafku tetap waspada maksimal. Begitu bahu kiri menyentuh tanah, aku segera melompat dan berlari ke tempat Luo Xiaobei jatuh.
Namun hal di luar dugaan terjadi: Luo Xiaobei tidak hanya tidak terluka, tapi juga berhasil menguasai serigala raksasa di bawahnya. Kedua tangannya mencengkeram bulu tengkak serigala liar yang jauh lebih besar dari kawanannya, lalu menarik dengan kasar.
Binatang sialan itu meraung kesakitan dan... berlari pontang-panting menuruni lereng sambil membawanya!
Luo Xiaobei jelas pernah berlatih berkuda, tubuhnya bagai burung walet paling lincah, menempel erat di punggung serigala raksasa itu. Seperti angin, ia menerobos kepungan empat lima ekor serigala liar dan menghilang di hutan bunga persik.
Keberhasilan Luo Xiaobei lolos membuat aksi heroikku menyelamatkan si cantik jadi sangat konyol. Melihat dua tiga serigala liar mengejarnya sementara sisanya menerjangku, sepuluh ribu ekor kuda lumpur berlarian dalam hatiku. Meski begitu, aku tak bisa berlama-lama dan segera lari menuruni lereng gunung di seberang.
Bisakah manusia berlari lebih cepat dari serigala?
Bisa. Aku yakin pasti ada orang seperti itu di dunia ini. Tapi aku juga tahu, orang itu pasti bukan aku.
Meski pernah mempelajari tiga jalur metode yang ditinggalkan Shan Gelao di neraka Ngarai Sungai Nu, jalur meridian ajaib itu memang memberikanku kemampuan mirip "Langkah Teratai Suci" dalam Buddhisme. Tapi itu semua masih target jangka panjang. Saat ini, aku hanya manusia biasa yang bisa lari agak cepat. Saat memacu langkah menuruni lereng, hembusan angin anyir busuk tiba-tiba menerpa tengkukku——Huuu!
Aku langsung ditumbangkan oleh sesosok bayangan raksasa. Setelah berguling beberapa kali, hawa hangat berbau busuk menyengat menerpa dari belakangku. Leherku menyentak ke arah berlawanan, dari sudut mataku terlihat kepala buruk rupa yang mengerikan muncul di sebelah kiriku. Makhluk itu menindih bahuku, menggigit rumput liar di hamparan rumput hijau hingga cairan hijau menyiprat ke wajahku, meninggalkan rasa sepat yang menusuk.
Dalam putaran cepat itu, kepalaku sedikit pusing. Belum sempat bereaksi, Duoduo yang selalu mendampingiku langsung gemetar melihatku terluka. Wajah imutnya berubah hijau pucat penuh kebengisan. Dia langsung menempel di leher binatang sialan itu, menarik kasar sambil teriak histeris: "Lepaskan Kakak Lu Zuo! Biarkan aku..."
Seluruh wajah Duoduo berubah kehijauan-hitam. Serigala raksasa setinggi hampir 1.7 meter itu gemetar ditengkiknya, tak lagi mampu menggigitku. Binatang itu mengayunkan cakar, berusaha menggaruk Duoduo yang duduk di tengkuknya.
Duoduo sebenarnya adalah siluman hantu kecil yang sangat hebat. Seandainya ada siluman kecil, tiga lima serigala raksasa bukan hambatan berarti. Hanya saja gadis kecil ini baik hati, tidak antusias dengan urusan pertempuran, sehingga tidak memicu potensi terpendamnya. Saat melihatku terhempas ke tanah di ujung hidup dan mati, dia seketika melepaskan potensi dahsyat, memaksimalkan kekuatan hingga puncaknya. Kreek! Tulang punggung serigala liar mengerikan itu akhirnya patah.
Diserang oleh Duoduo dengan jurus ini, serigala liar yang awalnya menyimpan kekuatan besar itu melolong pilu, "Auuu!" Cakarnya menggali beberapa lubang dalam di hamparan rumput. Akhirnya kehabisan tenaga, terpaku di tubuhku tanpa bisa bergerak.
Hidup dan mati hanya sepersekian detik. Melihat Duoduo berhasil membunuh serigala liar di atas tubuhku, hatiku dipenuhi kegembiraan. Badanku berbalik, melepaskan diri dari bangkai serigala raksasa ini. Menoleh ke belakang, kulihat tujuh delapan serigala liar berlari pontang-panting dari lereng, ada yang menggunakan dua kaki ada yang merangkak dengan empat kaki. Dingin merayap di hati, kuteriakkan pada Duoduo yang melayang di udara: "Duoduo, Qingmu Yigang!"
Duoduo yang berwajah hijau dan bermata basah mendengar teriakanku, wajahnya langsung berubah serius. Mantra-mantra mulai melantun dari mulutnya. Seketika, rumput hijau di tanah berubah wujud, merambat dalam kegelapan malam, tiba-tiba menjulur ke depan. Beberapa serigala raksasa yang sedang berlari kencang tersandung, tubuh mereka terangkat ke udara dan menghantam hamparan rumput dengan keras. Suara tulang remuk terdengar, lalu semak duri dan tanaman merambat mulai membelit tubuh mereka, mengikat erat di tanah. Duri kayu yang tajam menusuk kulit keras para makhluk itu hingga mengeluarkan darah.
Memanfaatkan waktu yang dibeli Duoduo ini, aku memanggilnya lalu berbalik dan berlari pontang-panting. Aku memilih arah sembarangan dan mulai melesat ke depan tanpa henti.
Namun teknik Qingmu Yigang Duoduo hanya bisa memperlambat sementara, mengobati gejala bukan akar. Beberapa serigala liar sebelumnya mulai melepaskan diri dari belitan semak duri. Dengan kecepatanku ini, jika tidak menemukan tempat perlindungan sementara, terus berlari buta seperti ini pasti akan berakhir dengan dirubung dan habis dimangsa.
Dirubung seseorang bisa jadi hal menyenangkan, apalagi oleh nona cantik. Tapi kalau oleh serigala liar yang jelek dan mengerikan, atau manusia serigala, benar-benar bikin ingin menangis tapi tak keluar air mata.
Saat aku berlari panik tak berdaya, tiba-tiba dari hutan di sebelah kiri melompat seekor serigala raksasa lagi, membuatku nyaris terlonjak ketakutan.
Pedang tentara markas telah berada di genggamanku, tepat saat aku bersiap melakukan perlawanan mati-matian, tiba-tiba terdengar teriakan jernih: "Kak... Kakak, cepat naik! Aku akan membawamu keluar!"
Dalam kondisi dikepung kawanan serigala ini, suara itu bagaikan nyanyian surgawi. Aku menoleh dan melihat di punggung serigala raksasa itu ternyata duduk Luo Xiaobei yang sebelumnya kabur dengan menunggang serigala.
Gadis ini tidak hanya tidak kabur, malah kembali menunggang serigala untuk menyelamatkanku.
Tanpa sempat berpikir panjang, melihatnya mengulurkan tangan, aku segera meraihnya. Dengan tenaga lompatan, aku berhasil melompat ke punggung serigala.
Serigala raksasa ini panjangnya lebih dari dua meter, jauh lebih perkasa dari yang lain. Kekuatannya mengerikan, mampu membawa kami berdua tanpa goyah. Keempat kakinya mencengkeram tanah, hidungnya menghembuskan napas berat seperti kabut putih. Tanpa menunggu aku stabil, ia langsung melesat ke kedalaman hutan.
Aku belum pernah menunggang kuda sebelumnya. Kini di punggung serigala, rasanya seperti naik mobil yang melaju kencang. Pemandangan sekitar terlintas cepat. Yang paling menyiksa adalah pantatku yang terhantam tulang punggung binatang ini sampai sakit, terlempar-lepas. Agar tidak terjatuh, terpaksa aku merangkul Luo Xiaobei di depanku.
Namun pelukanku ini membuat sang ksatria wanita yang tadinya gagah perkasa langsung menjerit kencang: "Apa yang kamu lakukan?!"
Aku baru sadar bahwa yang kupeluk erat adalah dada orang lain, merasa sedikit canggung. Melihat Luo Xiaobei yang panik, sementara aku hampir terlempar, segera kugeser tanganku ke bawah dan menyangkutkan di pinggang rampingnya - jujur saja, sensasi sentuhannya hampir sama...
Meski begitu, Luo Xiaobei tetap tegang dengan napas tersengal. Dalam situasi kritis ini, aku tak bisa terlalu banyak memikirkan hal lain. Melihat serigala raksasa itu ternyata familiar dengan medan, membawa kami meninggalkan kawanan serigala di belakang, tak kusangka aku bertanya penasaran padanya: Bagaimana dia menjinakkan serigala raksasa aneh ini?
Luo Xiaobei yang sedang mengendalikan hewan itu mengangkat gelang emas berlonceng di tangan kanannya, berkata bangga: "Ini hadiah ulang tahun dari shifu-ku, namanya Lingbao Yushou Huan. Sangat efektif untuk mengendalikan binatang-binatang ini..."
Melihat gelang emas bertuliskan mantra itu, aku menelan ludah: Benar-benar murid sekte resmi. Pondasi ilmunya, kekayaannya... membuat anak miskin seperti kami yang berjuang sendiri remuk hati iri.
Setelah menjelaskan padaku, Luo Xiaobei tak lagi menghiraukanku. Dia memegang erat bulu tengkuk serigala raksasa itu, berbisik-bisik di telinga makhluk itu.
Desau angin di telinga membuatku tak bisa mendengar jelas. Saat hendak bertanya, pepohonan di sekitar tiba-tiba terbuka. Kami muncul di tepi kolam dingin. Di sebelah kiri kami, 10 meter ke depan, seorang bertubuh pendek berbaju hitam sedang menatapku dengan wajah kosong.
Orang ini, bukankah dia ahli Sekte Iblis yang sebelumnya mengenali landak persik itu?
Astaga, serigala raksasa ini ternyata membawa kami berhadapan langsung dengan Sekte Iblis?
