Si Berbulu menunjukkan ekspresi janggal sambil terkekeh: "Bukankah karena pesona Bung yang luar biasa, sampai Fei Yu jatuh hati dan memberiku kesempatan mencium pipinya?"
Sambil bicara, ia mengulurkan tangan untuk memeluk bahuku: "Sini, biar kakak perkenalkan calon mbakmu..."
Saat tangan Si Berbulu menyentuh bahuku, jantungku berdegup kencang dengan perasaan aneh yang tak terungkap, seolah sedang ditantang.
Mungkin aku terlalu tegang. Biasanya kami tak pernah bersikap mesra seperti ini. Tapi Si Berbulu yang sedang di puncak kesuksesan memang cenderung lebih arogan dalam bertindak.
Rupanya memang begitu. Dari cerita Luo Xiaobei, Xiao Foye juga ternyata menyukai Luo Feiyu. Bahkan dia pernah menyuruh sesepuh untuk membicarakan perjodohan dengannya. Entah lebih banyak unsur politik atau cinta dalam hal ini. Tapi tindakan Si Berbulu saat ini benar-benar memberi Xiao Foye "cap selingkuh" yang tinggi.
Dibandingkan dengan kami, sosok seperti Xiao Foye ibarat dewa dan manusia biasa. Perbedaan yang begitu sakral justru terasa sangat menggugah.
Saat itu Luo Feiyu sudah merapikan pakaiannya dan keluar dari balik pohon persik. Wanita ini mengenakan baju tempur merah muda tua. Bahan bajunya sederhana tapi elegan, potongannya slim yang mempertegas lekuk tubuhnya yang sempurna. Khususnya bagian dada—setelah melihat Luo Xiaobei, baru sekarang saat bertemu kakaknya ini aku paham arti "kualitas premium".
Ekspresi Luo Feiyu dingin. Wajah cantik bak porselen halusnya kemerahan. Dengan susah payah dia menyungging senyum dan menyapa: "Lu Zuo, aku Luo Feiyu. Kita pernah bertemu."
Wanita saudara, lebih baik jangan terlalu sering dilihat. Aku menundukkan kepala, berusaha terlihat serius: "Ya, kita pernah bertemu. Hidup ini penuh keajaiban, tak kusangka kita bisa saling memperkenalkan diri dengan tetap tenang dan fokus seperti ini." Luo Feiyu mungkin teringat adegan penuh gairah seperti api tadi antara dirinya dengan Si Berbulu yang kusaksikan hingga tuntas. Pipinya mulai memerah membara, hawa dingin di wajahnya mencair sedikit. Ia mengangkat kelopak matanya melirikku sebentar, lalu berkata: "Kalian berdua saudara pasti punya banyak hal untuk dibicarakan. Aku akan ambil air dulu, nanti kembali menemui kalian."
Begitu ucapannya selesai, ia kabur bagai dikejar hantu.
Begitu Luo Feiyu pergi, seketika aku mencekik leher Si Berbulu sambil berkata dengan panik: "Apa yang terjadi?! Kau berhutang penjelasan padaku! Cepat bicara! Cepat! Atau aku akan jadi gila!"
Cekikan gurauan ini sebenarnya tanpa tenaga, tapi matanya tiba-tiba menyiratkan kemarahan yang membuatku kaget. Kulit lehernya terasa dingin aneh, membuatku melepaskan genggaman. Dengan bingung kutanyakan: "Ada apa? Sudah punya wanita lalu lupa pada saudara?"
Si Berbulu kembali tersenyum lebar, terkekeh: "Tidak mungkin. Cuma sakit saja kau cekik tadi."
Detail situasi tidak akan kujelaskan. Yang penting sekarang Luo Feiyu ada di pihak kita. Lebih baik ceritakan kondisi di pihakmu.
Mungkin karena terganggu di saat yang penuh gairah, Si Berbulu juga terlihat tidak beres. Di hati aku dipenuhi rasa bersalah, lalu kami duduk di hamparan rumput sambil bercerita tentang hal-hal yang terjadi setelah kami berpisah.
Mendengar aku bercerita tentang adik Luo Feiyu, Si Berbulu tampak sangat tertarik. Ia bertanya padaku seperti apa sebenarnya gadis ini?
Aku mengangkat bahu, berkata: "Siluman ajaran sesat, sifatnya aneh, apa lagi yang perlu diceritakan?"
Melihatku enggan bercerita, Si Berbulu malah terlihat panik. Ia menyodok pinggangku sambil berkata: "Sudahlah, kau ini jangan menggantung penjelasan! Cepat ceritakan! Aku memang tertarik dengan calon adik ipar ini, ayo ceritakan!"
Melihat gelagatnya yang tidak biasa ini, aku tak bisa menahan tawa. Kukatakan: "Seperti kata pepatah, 'Pantat adik ipar itu separuhnya milik kakak ipar'. Jangan-jangan kau memang punya niat seperti itu? Ini tidak baik, manusia harus setia. Kakaknya sudah meninggalkan Sang Buddha demi mengikutimu, sungguh luar biasa. Harus bersyukur!"
Si Berbulu mengangkat Pedang Hantu sambil mengancam: "Pergi matilah! Mau cerita atau tidak? Kalau tidak, saudara akan berbalik memusuhimu!"
Melihatnya mulai serius, aku mengibaskan tangan: "Baiklah, biar aku pikirkan dulu."
Setelah selesai berbicara, aku mulai mengingat kembali momen pertama kali mengenal Luo Xiaobei: Awalnya sebagai murid perempuan pewaris sejati Sekte Gunung Lao, seorang gadis polos yang kemampuannya cukup mengesankan, terutama ilmu pedang ganasnya saat menyerang tiba-tiba yang membuat hati merintih dingin. Saat dia datang menjemputku dengan mengendarai serigala, hatiku tersentuh; Kemudian saat berinteraksi dengan anggota Sekte Iblis, dia tidak sengaja memperlihatkan celah. Mendengar percakapannya dengan Lao Luo dan yang lain, diam-diam aku mulai waspada pada gadis berhati jahat ini. Dengan candaan dan makian, situasi sepenuhnya berada dalam genggamanku, triknya bahkan lebih kejam daripada rubah tua licik; Selanjutnya, saat ditangkap dia berperilaku manis seperti anak TK, membuatku berpikir meski berasal dari sekte sesat, dasarnya mungkin masih baik. Tapi kemudian Zhong Shu formasi besar mempermainkanku lagi, hampir meregang nyawa. Baru kusadari semua kelucuan dan kemanjaannya hanyalah topeng - dalam tubuh gadis cantik itu bersemayam iblis bertanduk ganda...
Tapi kenapa dia membuat terowongan lagi untuk membantuku menemukan Si Berbulu?
Kuutarakan pendapatku. Si Berbulu mengelus dagunya sambil berkata: "Rupanya kesanmu terhadapnya cukup baik ya, Nak?"
Aku berkeringat deras, membantah: "Apa maksudmu 'cukup baik'? Jelas-jelas aku sedang menjelek-jelekkannya!"
"Jangan ngaco! Lihat kamu saat mengingat-ingat, sudut bibir naik, bola mata bersinar. Apa ada niat sama adik iparku?" Melihat senyum samar Si Berbulu, dadaku sesak. Kuangkat tangan kiri sambil bersumpah: "Aku Lu Zuo bersumpah jika punya niat pada 'bandara' itu, seumur hidup jadi bujangan!"
Kukira hubunganku dengan Luo Xiaobei yang kurenggangkan akan membuat Si Berbulu senang. Tapi wajahnya tiba-tiba suram. Perlahan ia berkata: "Apa katamu tadi? Bandara?"
Kulihat gaya Si Berbulu jadi tertawa. Kutinjukkan dadanya sambil bergurau: "Kamu ini lebih mementingkan lawan jenis daripada persahabatan! Baru kenal Dharmapala Kanan Sekte Iblis 2-3 bulan, sudah melamun berjam-jam. Sekedar bahas adik iparmu saja marah? Kita kan saudara seperjuangan bertahun-tahun!"
Entah kenapa, kurasakan Si Berbulu hari ini aneh. Apakah "cinta membuat orang bodoh", atau...
Jantungku berdebar kencang, tapi kusembunyikan panikku. Si Berbulu tiba-tiba tertawa cekikikan: "Cuma bercanda! Jangan biasakan ghibah, kebiasaan buruk itu."
Melihat Si Berbulu yang biasanya tak serius tiba-tiba berwibawa memberi nasehat, rasa aneh menjalar. Seolah Master Shixiong merasukinya saat itu.
Saat itu, Luo Feiyu datang dari ujung hutan, membawa tas yang menggembung. Ia menyapa dengan ramah: "Ayo, tadi melihat ada sebatang pohon persik yang tumbuh subur sekali, jadi aku petik beberapa. Sudah dicuci dengan air jernih kolam dingin untuk menghilangkan kecantikan palsu. Kalian makan dulu, kumpulkan tenaga, nanti kita keluar."
Kulihat bungkusan yang disodorkan, terlihat buah persik merah menyala segar di dalamnya. Butiran air masih menempel, aroma harum semerbak, sangat menggoda.
Si Berbulu di samping mengambil satu, menggigit separuh bagian dengan sekali gigit, sarinya muncrat. Ia berkata puas: "Benar-benar tempat indah bak surga, persik di sini rasanya seperti buah surgawi. Lu Zuo, mau coba?"
Si Berbulu memilih yang besar, menyodorkannya ke hadapanku.
Keramahannya membuatku tersanjung. Melihat persik menggoda itu, kucibirkan bibir dan berkata "Baik."
Menerima persik, tak kumakan. Kuperhatikan sekitar: "Kebun persik ini aneh, medan Qi tertutup, penyekatan sinyal. Bagaimana cara keluar? Lalu bagaimana dengan anggota Sekte Iblis itu? Zhou Si brengsek, kalau kita tidak membunuhnya, bagaimana jawab ke Paman Ketiga?"
Si Berbulu menatap tajam persik di tanganku, bola matanya berputar. Ia berkata lembut: "Jangan pikirkan dulu, makanlah persiknya untuk pulihkan tenaga..." Luo Feiyu di samping mengangguk: "Iya, jalan pulang sudah kuketahui. Makanlah."
Aku mengerutkan alis, berkata: "Melarikan diri tidak perlu terburu-buru, si Zhou Lin itu..."
"Lu Zuo!" Si Berbulu tiba-tiba memotong pembicaraanku, wajahnya berkerut kesal: "Makan persik dulu, jangan bicara yang lain!"
Hatiku bergetar hebat, sambil berpura-pura tenang kuucapkan: "Aku tidak terlalu suka persik, tidak tahu apakah Xiao Yao suka..." Kupalingkan kepala, namun Xiao Yao dan Duoduo yang kukira ada di sampingku sama sekali tidak terlihat - apakah mereka tidak ikut keluar dari mulut gua, atau ada sebab lain?
Otakku berputar kilat, wajahku berubah pucat, tiba-tiba kulemparkan persik di tanganku ke wajah Si Berbulu: "Sial, makan persik nenekmu!"
Begitu persik meninggalkan tanganku dan menghantam wajah Si Berbulu, ia seketika berubah menjadi gumpalan cairan hitam kental yang muncrat ke segala penjuru, mengeluarkan asap tebal.
Si Berbulu jatuh tersungkur. Melihat sikapku yang berbalik memusuhi, Luo Feiyu tidak panik. Dengan kilat, pedang Xiunv Jian muncul di tangan kanannya menyambar puncak kepalaku.
Aku berputar mundur menghindari gerakan pedang wanita itu yang mengalir bagai air sungai deras. Meski tak tertusuk, niat pedangnya telah menembus seluruh tubuhku. Pembuluh darahku mengeras seolah terpotong tengah, rasa terbakar menyapu setiap sel seperti digoreng dalam wajan minyak mendidih.
Saat itu akupun sudah kehilangan akal karena marah, mulutku terus memaki dengan kata-kata kotor. Kekuatan dahsyat nan angker dari perut bawah mulai menyebar ke seluruh tubuh. Darah bergejolak mendidih, gluk-gluk berdesakan. Tangan Iblis Sihir langsung aktif, setiap saraf tegang menahan. Dalam hitungan detik, aku sudah bertukar tujuh delapan jurus dengan Luo Feiyu.
Pertarungan sengit sebenarnya tak semenarik di film atau pertunjukan. Gerakannya pun tak indah dipandang, tapi setiap detik penuh bahaya maut. Saat kau selamat, jurus yang paling efektiflah yang terindah.
Luo Feiyu sebagai Utusan Kanan Sekte Iblis memang luar biasa hebat. Ilmu pedang Luo Xiaobei di hadapannya hanya seperti main rumah-rumahan. Tak lama, lengan kananku tertusuk pedang. Mulanya mati rasa, belum sempat bereaksi, rasa sakit tajam sudah menyambar. Sepotong daging terlempar.
Di saat genting itu, Si Berbulu tiba-tiba muncul di belakangku.
Dari sudut mataku kulihat sesuatu menghunjam dadaku. Kutunduk, ternyata itu ujung Pedang Hantu.
Di bawah cahaya pagi, lapisan '' biru mutiara di pedang itu menyala menyilaukan.
Jalan buntu, benar-benar jalan buntu.
