Melihat gerombolan kelelawar berwajah mengerikan itu menerobos atap gudang dan mulai berputar-putar mengelilingi kami, hati saya berteriak "Bahaya!".
Kelelawar yang muncul dengan cara seperti ini pasti bukan jenis gua biasa. Sangat mungkin ini adalah skill khusus keturunan langsung Lasombra yang bisa berubah jadi kelelawar seperti disebut Wilson. Menurut Wilson, skill ini membutuhkan kemampuan mumpuni—bahkan Wang Doufu yang berpangkat Viscount harus berbaring di peti mati selama tiga bulan setelah menggunakannya. Jika tebakan saya tidak salah, kumpulan kelelawar yang menyatu menjadi vampir ini pastilah tetua yang sangat hebat.
Pangeran, atau Marquis? Oh, sial, "Berkat Kain" ini benar-benar memiliki daya magis seperti apa, sampai-sampai para pemilik gelar feodal ini meninggalkan wilayah kekuasaan mereka, menempuh perjalanan sepuluh ribu li hanya untuk datang ke sini?
Sedang kesal, seekor kelelawar coklat berbentuk kerucut dengan taring panjang dan tajam tiba-tiba melesat turun dari belakangku, membuka mulutnya dan berusaha menggigit bagian belakang leherku.
Dalam kondisi waspada penuh, tentu aku tak membiarkannya berhasil. Seketika Pedang Hantu kuhunuskan dari bawah ke atas, langsung menusuk ke arah sayap membran kemerahannya yang agak merah muda.
Keharmonisan antara Pedang Hantu dan diriku semakin hari semakin baik. Begitu pedang terhunus, langsung mengenai kelelawar itu. Namun sayapnya tak terpenggal seperti harapanku. Binatang ini di detik-detik genting justru menyesuaikan sudut serangan, mengalir mengikuti aliran pedangku sehingga Pedang Hantu tak bisa menunjukkan kekuatannya.
Persis saat aku hendak mengubah jurus, sisi kiri leherku tiba-tiba terasa dingin menusuk tulang. Seluruh kulit tubuhku merinding, rambut seolah meledak berdiri. Tulang punggungku menegang, leher kurendahkan, tangan kiri kusambar ke arah sumber dingin itu - seekor kelelawar lain yang menyergapku diam-diam.
Teman-teman yang memahami kebiasaan kelelawar mungkin tahu, mereka sering mencari korban yang sedang tertidur lelap, memilih tempat yang tepat, dengan cepat menggunakan gigi tajam mereka yang runcing untuk membuat sayatan kecil di kulit, lalu menarik kembali diri mereka, diam-diam, benar-benar pembunuh bayaran tingkat tinggi.
Seandainya ini kelelawar biasa, mungkin aku tidak akan takut. Tapi mengingat ini adalah anggota langsung dari Lasonbra, Suku Darah berpangkat Count yang menyerang, seluruh tubuhku merasa tidak nyaman. Aku takut konstitusiku tidak cukup kuat dan langsung diubah jadi ghoul - lagipula aku bukan perjaka suci, tidak bisa menjadi keturunan Suku Darah.
Untung reaksiku cukup cepat, seketika berhasil mengusir kelelawar vampir itu. Saat panik, tidak tahu apakah sempat digigit atau tidak. Aku bersandar di dinding batu, mengaktifkan Pedang Hantu, setelah beberapa gerakan ritual baru menyadari Si Berbulu dan siluman kecil dikepung oleh banyak kelelawar yang siap menyerang.
Dinding gudang milik pemilik kedai ini terbuat dari baja tipis biru. Begitu aku bersandar, langsung terdengar suara brak. Sementara kami di luar diserang gerombolan kelelawar, orang-orang di dalam meski buta pasti merasakan gejolak ini, apalagi mereka tampaknya pernah mendapat latihan. Mereka saling memanggil dan berduyun-duyun menerjang ke arah pintu.
Melihat target jebakan sudah terkejut, Si Berbulu pun tidak lagi menyembunyikan kemampuannya. Selembar Fu kuning muncul di tangannya, terbakar sendiri tanpa api, langsung meledakkan kabut putih seperti asap mesiu yang menyelimuti kami. Kelelawar-kelelawar itu seolah tak tahan dengan bau menyengat, berhamburan meninggalkan kami dan berputar-putar di udara atas kepala.
Dalam kepulan asap yang menyengat, yang pertama muncul di depan pintu besi adalah dua brengsek yang berjaga di pintu. Begitu melihatku dan Si Berbulu, dua pria jas ini langsung mengeluarkan kilatan putih berkilau dari tangan mereka, menyeringai jahat lalu menerjang kami tanpa basa-basi.
Melihat para brengsek ini akan keluar, sementara kelelawar di atas kepala untuk sementara tidak turun, kusuruh Xiao Yao menjaga bagian atas. Kugetarkan Pedang Hantu, lalu menusuk pergelangan tangan orang yang paling depan.
Brengsek ini cuma orang biasa yang agak kekar, mungkin cukup jago menggasak preman atau warga biasa. Tapi melawan aku? Jauh panggang dari api. Dengan getaran pergelangan tangan, kusapu pisau sangkonya. Sedikit tusukan, dia langsung menjerit kesakitan sambil memegangi pergelangan tangan yang mengucurkan darah merah.
Pemimpin yang tangannya terluka ini miring minggir, membuka jalan bagi orang di belakangnya.
Dengan cahaya lampu di halaman, kulihat orang di belakang itu ternyata menarik pistol hitam dari pinggangnya. Pistol ini bukan lain adalah Black Star yang termasyhur, alias pistol militer Tiongkok Type 54. Dulu geng besar menggunakan senjata ini untuk meneror Guangdong-Hong Kong, favorit para preman.
Tak kusangka orang ini benar-benar membawa senjata sejak awal. Padahal meski lokasinya di pinggiran kota, begitu suara tembakan terdengar, ahli keamanan setempat akan langsung tahu. Sulit untuk kabur.
Tapi saat itu aku tak sempat memikirkan mengapa mereka begitu beringas. Seluruh bulu kudukku berdiri. Langkah kakiku bergeser cepat, mencapai kecepatan maksimal. Aku bergeser ke kiri, berjongkok, lalu melancarkan jurus paling mematikan "Jurus Anjing Kuning Kencing". Kaki kananku menyambar ke atas, menghantam langsung lengan kanan pria berkemeja yang memegang senjata itu.
KRAK! Suara tulang remuk terdengar. Pria itu terlempar seolah ditabrak truk berat Dongfeng.
Saat itu juga, keringat di hidungku baru saja menetes ke tanah berlumpur.
Di antara hidup dan mati, aku tak bisa mengontrol kekuatan. Entah apakah tendangan tadi langsung membunuhnya.
Namun syukurlah senapan itu akhirnya tidak meletus. Kulempar pandang ke arah pria yang kujatuhkan dengan tendangan, diam tak bersuara di lantai sementara senapannya tergeletak di samping. Baru saja aku lega, tiba-tiba suara tembakan menggelegar dari dalam gudang. "Bang!" Peluru menghunjam pintu besi hingga bergetar hebat. Suara kemarahan orang asing itu terdengar memaki-maki, seolah-olah si penembak sembarangan itu dimaki habis-habisan.
Di China senjata api dilarang. Setiap kasus yang melibatkan senjata api otomatis masuk kategori kasus besar dan penting, merupakan hal yang sangat serius.
Mungkin orang itu merasa dengan bersama Suku Darah, ia bisa berlagak sombong dan tak takut pada kekuatan Kedigdayaan Rakyat. Menembak pun seenaknya. Si Berbulu menggunakan Pedang Lei Fa untuk menutup pintu, lalu berjongkok di depan pria berkemeja yang masih merintih karena urat tangannya kuputus tadi. Setelah menggeledah dan memastikan tak ada senjata, saat hendak bertanya, tiba-tiba pintu besi gudang terbanting dengan suara keras "Kuang". Bayangan hitam melesat bagai diterbangkan angin, menerjang ke arah kami.
Tanpa basa-basi kuhunjamkan pedangku. Bayangan hitam itu menghindar, mencakar ke arah pinggangku. Aku mengelak sedikit lalu bertukar pukulan telapak tangan dengannya. Aku mundur selangkah sementara bayangan itu terpelanting jatuh, berguling-guling tak karuan.
Aku awalnya mengira bayangan hitam yang menyerang dengan cepat itu pasti si pemuda tampan, tapi ternyata yang bangkit justru gadis asing ber-tubuh iblis itu. Si pemuda tampan baru saja berlari keluar, bertanya penuh perhatian pada si cantik di lantai: "Audrey, kamu baik-baik saja?"
Si Berbulu yang melihat gadis Ukraina itu di lantai langsung bersemangat Auuung, hendak menerjang ke depan. Tapi kelelawar vampir bermoncong babi yang ganas mengerikan berjatuhan dari atas. Tak ada cara lain selain mengayunkan Lei Fa untuk mengusir kelelawar pengganggu ini. Di saat itu, gadis asing bernama Audrey sudah bangkit. Menoleh ke si pemuda tampan, ia berkata tenang: "Sayer tercinta, aku baik-baik. Fokuskan semua tenagamu pada musuh di depan kita - dua, eh, tiga lawan kuat ini..."
Si pemuda tampan mengangkat kepala, memandang kami dengan sorot mata penuh kebencian. Teriaknya keras: "Jangan khawatir! Tuan Belalang Sembah yang agung akan mencabik-cabik mereka!"
Setelah mengusir kelelawar, Si Berbulu menengadah memandangi kawanan kelelawar vampir yang berputar di langit. Dengan senyum anggun ia menyapa: "Nona Audrey tercinta, senang bertemu. Kami sangat menghargai penggunaan bahasa Mandarin sebagai media komunikasi... Tapi menurutku, jika kita ganti metode komunikasi, mungkin masalah akan terselesaikan lebih sempurna!"
Gadis asing Audrey tampak sangat tertarik dengan proposal Si Berbulu, bertanya apa itu?
Si Berbulu tersenyum nakal: "Sebenarnya kita bisa berkomunikasi di kasur melalui cara paling primitif antara pria dan wanita. Saat itu, apapun yang kamu minta akan kupenuhi..." Senyum licik dan ucapan mesumnya membuat Set marah, meneriakkan sesuatu lalu menerjang ke arah Si Berbulu.
Si Berbulu sengaja memancing amarah. Melihat lawannya menyerang, ia tak panik. Dalam beberapa ronde pertarungan secepat kilat, bukan saja tak memberi keuntungan pada lawan, malah membuat dua goresan darah di dada dan lengan kirinya yang membuatnya terisak-isak. Gadis asing di sampingnya ikut menyerbu.
Perhatianku tetap tertuju pada pintu besi, khawatir para penjahat dengan senapan menerjang keluar. Tapi melihat Si Berbulu dikepung dua lawan, segera kusuruh Siluman Kecil masuk menghajar orang-orang biasa bersenjata itu, sementara aku maju menghadapi dua bule muda itu.
Dulu Si Berbulu bilang masuk ke tempat prostitusi adalah strategi "mengunyah empedu di bawah ranjang" untuk menghindari mata-mata Yang Zhixiu. Tapi begitu bertarung, sifat janggal dan genitnya langsung muncul. Saat kuhalangi Set, ia melemparkan pedang Lei Fa-nya. Setelah dua kali jurus dengan Audrey, tiba-tiba merentangkan tangan dan meraup tumpukan ombak bergelombang di dadanya yang mencapai 36E.
"Aaa~" Si Berbulu tersenyum bahagia: "Besaaar!"
Gadis asing itu menghadapi serangan Si Berbulu, akhirnya kolaps. Dengan perasaan hancur, dia menjerit histeris. Kawanan kelelawar yang berputar-putar di atas kepala, tanpa pengawasan siluman kecil, tiba-tiba menyelimuti Si Berbulu.
Si Berbulu yang sedang asyik meraba melihat pemandangan ini, menyeringai dingin. Pedang Lei Fa diacungkan ke langit, semburan listrik biru menyambar kawanan kelelawar: "Keluar lah, kau yang disebut belalang sembah ini!"
Sengatan listrik yang lemah itu menyala biru pendar. Kelelawar-kelelawar hitam, coklat, dan merah muda melebur menjadi bola daging raksasa yang bergeliat. Tiba-tiba bola itu meledak, seorang pria paruh baya berpipi kurus berdiri: "Salah! Panggil aku Pangeran Leon!"
