Aku yang baru saja melepaskan diri dari ilusi tidak menghiraukan hidangan mapo tofu atau terong bumbu kecap. Sebaliknya, kufokuskan energi dan memandang dengan tajam si berbulu di depanku. Wajahnya yang janggal namun penuh rasa ingin tahu itu tak mungkin palsu—jelas-jelas Lao Xiao. Sukacita di hatiku tak terbendung, kusambut dengan senyum kecut yang konyol.
Lao Xiao masih hidup. Dunia seperti inilah yang benar-benar indah.
Melihatku yang berlagak bodoh, si berbulu menghela napas. "Si Racun Kecil, kamu ini tertawa sambil nangis, ngapain sih?"
Aku menangis? Refleks kuusap pipiku. Basah oleh air mata yang gatal—pasti sisa dari mimpi ketika si berbulu mati tadi.
Kutanya apa yang sebenarnya terjadi. "Bukannya kita sudah muter-muter di desa ini beberapa kali? Kok sampai sekarang belum juga masuk?"
Si Berbulu mengatakan alat ritual yang dipasang musuh di pintu masuk desa itu terlalu hebat, menciptakan ilusi virtual yang nyaris sempurna. Kami berdua tak sadar terperangkap, tapi aku yang pertama menyadari keanehan. Dengan membakar jimat, aku berhasil kabur dan baru mengerti bahayanya. Seandainya Duoduo, siluman kecil, dan Wilson tidak menjaga kami, mungkin kami sudah mati dalam ilusi itu.
Wilson?
Aku menoleh dan melihat Wilson berbaju hitam berdiri di belakangku, memegang pedang tusuk bergaya Eropa. Dia sedang berhadapan dengan sekelompok Vampir yang mengepung kami. Selain pria paruh baya yang menyebut diri Raja Qiezi, ada empat pria dan satu wanita bule - sepertinya sebagian besar penyusup sudah berkumpul.
Selain Vampir-vampir itu, terlihat juga belasan orang berbaju hitam membawa pistol pendek atau golok - mungkin anak buah Xing Heihu. Dari kegelapan, bayangan-bayangan samar terus bergerak liuk, mengawasi kami dari kejauhan...
Dari situasinya, kami benar-benar terkepung!
Baru saja lolos dari ilusi mematikan, sekarang terperangkap lagi. Apakah semua pergerakan kami sudah diketahui musuh? Aku bingung, melihat Duoduo dan siluman kecil yang berpelukan dengan keringat bercucuran, tampak kelelahan. Di depan mereka ada beberapa mayat Vampir yang terluka - jelas sebelumnya sudah terjadi pertempuran sengit.
Aku memahami dalam hati, setelah mengangguk memberi semangat pada dua harta kecil, bertanya pelan pada Wilson, "Kamu datang bagaimana?"
Wilson tersenyum getir, bercerita sebelumnya ia menunggu di mobil, semakin dipikir semakin tidak beres, hati gelisah sekali, merasa ada yang terlewat. Saat ragu-ragu, tiba-tiba mendengar teriakan umpatan dari mobil komando. Setelah ditanya baru tahu orang yang menjemput Wang Doufu sudah Jin Chan Tuo Ke, kabur lewat jalur sungai. Pemilik kedai dan para pelacak sedang panik mencari akal. Tapi di malam seperti ini, menyelinap diam-diam untuk menguntit mustahil dilakukan. Mereka tidak tahu posisi kami, kondisi sebenarnya. Semua rencana yang sudah disusun akhirnya gagal.
Wilson panik, diam-diam turun dari mobil. Mengikuti persepsi dengan Wang Doufu, ia bergegas sendirian ke sini.
Aku teringat jalur sungai yang panjang itu, bertanya "Kamu bagaimana sampai ke sini?"
Wilson cengengesan, melihat sekeliling. Di hadapan banyak musuh ini, ia tidak berbicara.
Dengan beberapa kalimat singkat, kami saling jelaskan posisi masing-masing. Akhirnya ada waktu untuk mengamati formasi orang-orang yang mengepung kami.
Sejujurnya, selain lampu hantu yang tergantung di udara yang konon merupakan salah satu dari Tiga Belas Artefak Suci Suku Darah, menghadapi sekumpulan vampir ini hatiku sama sekali tidak ragu. Ditambah kehadiran Wilson, posisi kami tidak terlalu lemah. Dan jika Wilson sudah datang, aku yakin pemilik kedai, Qin Zhen, dan pasukan besar lainnya akan segera kembali. Asal regu pasukan khusus itu sampai, senapan otomatis mereka akan "duduk-duduk" dan menghabisi semua musuh.
Pikiranku penuh dengan skenario indah, tapi tiba-tiba aku tersadar: Wilson datang diam-diam seperti ini, siapa tahu apakah dia sudah menghubungi pemilik kedai? Kalau belum, berarti kami benar-benar harus bertarung sendirian.
Wang Qiezi sepertinya baru saja tiba dengan anak buahnya. Melihatku sudah pulih kesadaran dengan cepat, dia mengacungkan jempol dan memuji tanpa henti: "Hebat, hebat! Kalian berdua bisa kembali sadar secepat ini di bawah kendali Artefak Suci kami. Pasti kalian adalah pelindung kuat yang ditemukan Wilson di Timur, ya?"
Alisku berkerut. Gila, beneran itu Lampu Hantu salah satu dari Tiga Belas Artefak Suci Suku Darah?
Karena pernah menghabiskan waktu bersama Wilson, atas dasar rasa penasaran, aku pernah mempelajari sejarah Suku Darah. Tahu bahwa mereka memiliki 13 artefak suci: Kunci Darah, Tangan Mayat, Gelang Busuk, Boneka Iblis, Harpa Tulang, Piala Darah, Tongkat Roh, Cincin Jiwa, Pisau Penyembelihan, Kapak Hukuman, Cermin Ilusi, Lampu Hantu, dan Botol Racun. Setiap benda ini adalah legenda - misalnya Kunci Darah yang konon bisa membuka pintu neraka, pemegangnya bisa bebas melintasi berbagai dunia. Sedangkan Tangan Mayat adalah tangan kiri Kain, vampir pertama, yang menyimpan rahasia dunia...
Dari sini bisa dibayangkan betapa mengerikannya Lampu Hantu yang disejajarkan dengan dua artefak sebelumnya!
Tak kusangka benda semacam ini ternyata dimiliki Setites dan dibawa langsung ke sini untuk menangkap Wilson, sang pengendali perubahan takdir Suku Darah.
Hati bergejolak, tapi kami tak boleh menunjukkan kepanikan. Aku tersenyum tipis, sementara Si Berbulu langsung menjawab: "Alat ritual ilusi kelas teri macam Cacing Sepuluh Aroma kok dibesar-besarkan? Eh... Sebenarnya kami cuma lewat. Maaf mengganggu, kami segera pergi. Tak perlu antar..."
Jawaban Si Berbulu membuatku tersedak batuk. Baris pertama jawabannya masih bernada kesombongan, tapi baris kedua langsung menunjukkan ketakutan. Masak iya mereka mau membiarkan kami pergi sekarang?
Siapa sangka Tuan Wang Qiezi ternyata mudah diajak berunding. Ia mengangguk, lalu menunjuk ke arah jalan besar di sebelah kiri dengan gerakan tangan yang sangat sopan seperti pria terhormat. Sambil tersenyum kepada kami, ia berkata: "Tujuan kami datang ke tanah misterius China ini hanyalah untuk menangkap pengkhianat dari keluarga sendiri. Selama Wil Gengro bersedia tinggal di sini, kedua pihak bebas datang dan pergi. Silakan!"
Baik, setelah Wilson muncul, benar-benar ada perasaan seperti "lumpur kuning jatuh ke selangkangan" – bukan tai tapi terasa seperti tai. Sebagai orang yang memahami sifat aneh Si Berbulu, aku tahu ia sedang membujuk musuh. Saat itu juga, aku merasa ngeri melihat para setelan hitam bersenjata. Diam-diam aku memanggil si serangga gemuk, menyuruhnya menyelinap untuk melumpuhkan beberapa... eh, tepatnya tiga orang berbaju hitam yang memegang pistol itu. Tujuannya agar saat pertarungan kacau nanti, peluru tak kenal ampun tak melukai siapa-siapa.
Serangga gemuk itu ternyata cukup pengertian, langsung pergi saat dipanggil. Si Berbulu melirik sekilas ke arahku, aku mengangguk dengan tenangnya. Ia menoleh kembali dan berpura-pura menyesal saat berdiskusi dengan Wilson: "Heh Wilson, jangan-jangan kau menghamili PSK itu lalu kabur tanpa tanggung jawab, sampai-sampai dikejar terus? Kalau benar begitu, aku harus memutuskan hubungan denganmu - Aku ini pendeta yang santun, tak tahan melihat sandiwara penelantaran seperti ini!"
Sandiwara Si Berbulu agak berlebihan, Wilson yang wajahnya kesal seperti habis makan kecoa menggerutu kesal: "Dasar kau, kalau mau pergi cepat minggat, jangan ngomong mulu di sini, menghina kesucianku..."
Si Berbulu berpura-pura sedih sambil menunjuk hidung Wilson: "Sial! Tak kusangka kau benar-benar tipe orang begitu... Aku pergi, aku pergi! Eh, tunggu dulu!" Dia sudah berjalan beberapa langkah tiba-tiba berbalik bertanya pada Pak Terong: "Kakak Terong, boleh tanya sesuatu?"
Pak Terong yang tak ingin ada masalah mengerutkan alis, tetap dengan santun bertanya: "Cepat katakan, kami sedang siap-siap urusan keluarga!"
Si Berbulu menepuk paha berkata: "Ini juga urusan keluarga! Mau tanya tentang seseorang. Ada seorang gadis, umur 22-23 tahun, cantik kayak selebriti Hollywood, pernah bersama kalian. Dadanya besar seperti labu, montok-montok, kulitnya putih mulus licin-- desahan-- sampai lalat aja bisa terpeleset, pasti halus seperti sutra kalau dipegang..."
Si brengsek ini terus bernostalgia lalu menyebut nama: "Audrey, kalian kenal? Aku perlu ketemu dia urusan penting!"
Alis Pak Terong sudah mengerut membentuk karakter '', bertanya geram: "Nona Czermi tentu kami kenal. Tapi untuk apa kalian mencarinya?"
Melihat Raja Terong dengan serius melakukan interogasi, Si Berbulu tiba-tiba mengeluarkan senyum khasnya yang licik: "Hehehe, aku ingin punya anak dengannya..." Senyumnya benar-benar terlihat seperti orang bodoh tingkat dua, namun Raja Terong merasakan aura penghinaan yang angkuh. Karena sensitif, ia langsung berteriak histeris sambil menunjuk rombongan kami dengan marah: "Kau mengerjai aku ya? Beraninya kau..."
Ucapannya belum selesai, para pria berkemeu hitam yang mengintai tiba-tiba mendengus dan terjatuh ke tanah. Rekan-rekan mereka yang lain terkejut, hendak memeriksa kondisi. Si Berbulu yang selama ini bersikap santai tiba-tiba menjadi serius. Tangan kanannya membentuk teknik pedang sambil meneriakkan mantra "Jie". Pedang kayu persik Lei Fa di punggungnya mendesing keras, melesat menuju pria bersenapan yang tersisa.
Siapa yang menguasai pasukan terkuat, pasti akan menjadi target serangan utama.
Si Berbulu sebenarnya masih menahan kekuatan. Saat pria berkemeja itu baru hendak mengangkat senapannya, jari yang akan menekan pelatuk tiba-tiba terputus hubungan sarafnya. Dengan raungan kesakitan, ia melihat tangannya yang berdarah-darah - mustahil bisa memegang senapan lagi. Lei Fa terlebih dahulu memotong jari penembak itu, lalu berbelok tajam menuju Raja Terong yang jelas-jelas menjadi pemimpin.
Raja Terong yang marah karena kelakuan Si Berbulu yang tidak karuan berteriak: "Kalian akan menyesali ini!"
Baru saja kalimat itu selesai, para vampir di sekitarnya langsung menerjang ke depan dengan aura mengancam. Duoduo dan siluman kecil yang selama ini diam tiba-tiba bergandengan tangan, berseru serentak: "Man Zhu Fang Hua!" Begitu mantra terucap, rumput liar tumbuh liar bagai tsunami dari lantai di hadapan para vampir.
Perang besar telah turun, siapakah yang akan menang?
