Sejujurnya, aku Lu Zuo selalu menjadi orang yang tahu membalas budi. Bos Gu menghargai diriku saat hidupku paling terpuruk, dan juga membantu tanpa pamrih. Sampai sekarang, meski sudah memiliki kemampuan, orang biasa pun tak berani meremehkanku. Meski Bos Gu bukan yang terhebat di lingkaran pertemananku, sebagai mantan pimpinan dan sahabat, rasa hormatku padanya tak kalah dari Master Shixiong.
Karena itulah aku tak ingin menghancurkan Kantor Fengshui Maojin yang kami dirikan bersama. Di sini terkandung darah hati kami.
Kuangkat telepon, mengira Wang Tiejun telah melaporkan pengunduran diri dua ahli feng shui pada Bos Gu. Namun saat sambungan tersambung, Bos Gu langsung berteriak, "Lu Zuo! Ada masalah besar di sini! Bisakah kau segera datang?" Ucapannya membuat hatiku berdebar, segera kutanyakan detailnya, "Ada apa? Di mana kau sekarang?"
Suara Bos Gu gemetar, "Eh, salah ucap. Bukan aku yang bermasalah, tapi Lao Li—Li Jiahui, ayah Xue Rui. Ingat santet yang pernah kau lepas dari Xue Rui? Lao Li kena sekarang juga, kondisinya kritis. Aku sedang menjaganya di Yangon. Mata Coco bengkak terus menangis. Kalau urusanmu tak terlalu padat, segeralah ke sini. Kuharap kau datang, setuju?"
Santet yang pernah menimpa Xue Rui?
Otakku masih terpaku pada bagaimana menangani urusan pengunduran diri dua ahli feng shui itu, untuk sementara agak sulit beradaptasi. Beberapa detik kemudian baru teringat, bertanya apakah itu biksu pengembara Datuk Zenji dari Malaysia? Bos Gu menjawab iya, sepertinya memang orang itu - sebenarnya aku juga tidak yakin siapa persisnya, tapi melihat gejala Lao Li yang sama persis dengan Xue Rui waktu itu. Lu Zuo, Lao Ge, aku benar-benar kehabisan akal. Setelah memikirkan semua opsi, hanya kamu yang bisa membantu. Tolonglah, ya?
Permohonan tulus Bos Gu ini membuatku tercengang. Kutanya, tidak masuk akal. Kalau itu ilmu santet Gu Kaca, Xue Rui sendiri seharusnya bisa melepasnya. Mengapa harus mencari aku yang jauh-jauh di sini?
Di ujung telepon, Bos Gu terdiam cukup lama. Saat aku hampir panik, dia menghela napas dan berkata Xue Rui telah menghilang.
※※※
Setelah menutup telepon dengan Bos Gu, segera kusiapkan koper dan menelepon Si Berbulu yang masih di Kota Nanfang. Hasilnya telepon tidak bisa dihubungi. Setelah mencari beberapa orang, semua mengatakan tidak melihatnya. Aku sampai ingin melempar ponsel.
Benar-benar kehabisan akal, akhirnya kusuruh Xiao Jun mengantarku ke perbatasan Kota Peng. Di tengah perjalanan, Dong Zhongming menelepon dan mengatakan telah menemukan Si Berbulu yang sedang berbicara dengan Master Shixiong di kantor polisi.
Awalnya kukira dia tidak bisa dihubungi karena sedang asyik dengan nonon Ukraina bernama Audrey. Ternyata sedang membahas urusan penting dengan Master Shixiong. Amarah dalam hatiku pun mereda sedikit.
"Saat hampir tiba di Kota Peng, Si Berbulu menelepon dan bertanya kenapa aku buru-buru mencari dia?"
Kulihat suasana hatinya bagus, reflek bertanya apa yang dibahasnya dengan Master Shixiong sampai begitu lama? Si Berbulu tertawa riang, "Kebetulan ada kabar baik untukmu! Master Shixiong dapat informasi bahwa di area Danau Dongting, Hunan Selatan ada laporan penampakan naga sejati. Tau artinya ini?"
Hatiku berdebar, "Jangan-jangan itu air liur naga?"
Si Berbulu tertawa terbahak-bahak, "Tepat! Batu Giok Merah Hujan disebut air liur naga bukan karena benar-benar air liur naga, tapi seperti pohon wutong tempat phoenix bertengger - tempat dengan air liur naga pasti gua kesukaan naga sejati. Tapi ini masih belum pasti. Aku sementara nunggu kabar di Kota Nanfang sambil bantu Master Shixiong jebak Suku Darah yang menyusup. Gimana, urusan dua brengsek itu sudah beres? Kalau sudah, mari ke sini. Kami butuh tenaga!"
Aku tersenyum getir. Tak menyangka semua masalah datang berbarengan. Mengusap pelipis, kusampaikan informasi dari telepon Bos Gu padanya.
"Apa? Xue Rui hilang? Li Jiahui kena santet?!"
Tentu saja, Si Berbulu terkejut mendengar kabar itu, "Gimana bisa?!"
Aku memberitahunya bahwa aku tidak terlalu paham detail situasi. Kurang lebih manajer cabang Myanmar perusahaan Li Jiahui, Guo Jiabin, berkolusi dengan pencuri luar untuk menggelapkan aset cabang. Bukan itu inti masalahnya. Karena perlu membeli batu giok mentah, kantor pusat menaruh dana besar di sana. Tapi si bangsat itu memanipulasi dengan menyuap penjual dan ahli giok, membeli tumpukan giok tak berguna lalu membakarnya di gudang. Seorang paman Li Jiahui tewas di sana. Saat dia pergi sendiri, ternyata terlibat dengan aliansi Biksu Hitam Qinuqa dari Nanyang. Xue Rui yang mengejar musuh malah hilang tak tentu rimbanya... Sampai sekarang belum ada kabar.
Ceritaku membuat Si Berbulu menyadari kegentingan situasi. Setelah terdiam sejenak, dia berkata, "Si Racun Kecil, tunggu di titik breakthrough. Aku akan jelaskan situasi ke Master Shixiong lalu langsung bergegas membantumu."
Aku merenung sejenak lalu menolak tawarannya. "Lao Xiao, kondisi Paman Ketiga sudah kau lihat saat kita pulang dulu. Jika air liur naga tidak segera ditemukan, mungkin dia akan lumpuh total. Bahkan nyawanya mungkin tinggal hitungan tahun. Dua masalah ini sama urgentnya, tapi mana yang lebih penting, kita semua punya timbangan di hati."
"Jadi, kau tetap di Kota Nanfang menunggu kabar pasti. Sementara aku ke Myanmar. Jika perlu, aku akan cari Xiong Ming atau Chi Limei - Xue Rui juga adalah muridnya. Aku yakin si penyihir Gu tua itu pasti akan turun tangan..."
Mendengar ucapanku, Si Berbulu di seberang terdiam lama. Aku tahu dia sedang dilema. Xue Rui adalah sahabatnya, tapi penyakit Paman Ketiga juga tak bisa ditunda. Kedua konflik ini bertabrakan, benar-benar sulit diputuskan.
Sekitar lebih dari satu menit, kudengar dia sedang berbicara dengan Tuan Kulit Harimau. Suaranya pelan, tak kudengar jelas. Beberapa saat kemudian, dia bertanya lewat telepon: "Si Racun Kecil, kamu masih di sana?"
Kubilang masih. Dia menjelaskan: Di Kota Nanfang ini, misi utamanya adalah mengumpulkan informasi. Meski ke Hunan Selatan pun, mungkin tak perlu usaha besar. Tapi perjalanan ke Nanyang terlalu mistis dan berbahaya. Tuan Kulit Harimau khawatir pada istrinya, jadi memutuskan ikut denganku. Sedangkan dia, akan melihat situasi. Jika benar-benar berbahaya dan informasinya tak jelas, dia akan menyusul.
Mendengar kata-kata Si Berbulu, hatiku terasa hangat. Inilah yang disebut sahabat sejati, saudara seperjuangan - selalu memposisikan diri di pihakmu, mempertimbangkan kepentinganmu.
Kehadiran tetua seperti Tuan Kulit Harimau yang bijak (meski sok) tentu kusambut dengan senang hati. Kami langsung sepakat titik temu di Hong Kong beserta waktunya, baru kemudian menutup telepon.
Xiao Jun mengantarku sampai Pelabuhan Luohu. Yang menjemput di sana adalah Su Menglin, mantan staf hubungan masyarakat kantor konsultan kami.
Saat itu sudah malam. Dia langsung mengantarku ke hotel untuk menginap, dan memberitahu bahwa tiket pesawat langsung ke Yangon, Myanmar besok siang sudah dipesan.
Malam itu Harimau Kucing Besar datang, bermain riang dengan siluman kecil, Duoduo, dan cacing gemuk. Aku yang khawatir dengan Xue Rui bolak-balik di tempat tidur, tak bisa tidur. Bayangan wajah pucat lemah gadis kecil saat pertama kali kami bertemu terus menghantui pikiran, membuat hatiku tak kuasa menjadi lembut.
Siang hari berikutnya, kami naik pesawat menuju Yangon. Saat mendarat, Bos Gu sendiri yang menjemput. Udara masih beraroma khas Nanyang yang lembab, angin pengap membuat badan terasa lengket. Kulihat selain asisten pribadi Ah Hung, Bos Gu juga menyewa empat raksasa dari perusahaan keamanan profesional. Seragam hitam berkacamata gelap, waspada berlebihan. Langsung kuketahui hatinya sedang gelisah. Kutanyakan apa yang tidak jelas di telepon, sebenarnya ada masalah apa?
Bos Gu menyuruhku naik mobil dulu. Setelah duduk tenang, barulah dia bercerita. Katanya Li Jiahui sudah menemukan perantara untuk bernegosiasi dengan pengkhianat Guo Jiabin. Si brengsek itu agak ketakutan, mengirim utusan bahwa akan mengembalikan separuh dana dan urusan selesai di situ.
Karena melibatkan organisasi biksu hitam terbesar Nanyang, Qinuqa, sebenarnya Lao Li agak ingin kompromi. Hanya berusaha bernegosiasi lagi untuk keuntungan maksimal. Tapi Xue Rui si kecil keras kepala. Dengan mengandalkan kemampuannya, dia memaksa pelindung Guo Jiabin untuk: 1) mengembalikan semua uang yang ditelan, 2) menyerahkan si pengkhianat itu. Baru mau berhenti.
Seperti kata peribahasa, Naga perkasa takkan mengalahkan orang lokal berpengaruh. Meski Xue Rui punya segudang kemampuan, tak disangka malah memancing kemarahan penduduk setempat yang menggunakan trik licik. Mereka tak hanya menyantet Lao Li, tapi juga menyergap Xue Rui yang mengejar mereka...
Aku mengerutkan alis, "Bukannya Xue Rui tipe yang keras kepala seperti ini? Orang macam begini sebaiknya dibiarkan dulu, nanti setelah mengumpulkan pasukan baru dihancurkan. Buat apa langsung main kasar?"
Bos Gu menggelengkan kepala, "Lu Zuo, masih ingat Cui Xiaoxuan?"
Aku mengangguk, "Ingat. Dulu bodyguard perempuan Xue Rui, hubungan mereka sangat baik. Kemudian menikah dengan si Guo Jiabin ini, bahkan aku hadir di pernikahannya. Kenapa tanya ini?"
Bos Gu menghela napas berat, "Gadis malang ini setelah menikahi Guo Jiabin tinggal di Yangon dan hamil. Tapi kemudian Guo Jiabin berkenalan dengan seorang wanita bernama Zhong Shuiyue - istri orang yang entah bagaimana bisa berselingkuh dengannya. Ini urusan rumah tangga mereka sebenarnya, tapi saat Cui Xiaoxuan hamil sepuluh bulan, melahirkan janin hantu berkepala tiga dan berlengan enam yang langsung memakan bidan. Gadis itu pun jadi gila. Belakangan kami baru tahu wanita Zhong Shuiyue ini ternyata tukang santet yang merancang seluruh kejadian. Xue Rui dan Xiaoxuan sahabat karib, ini semua demi membalas dendam untuk sahabatnya yang sudah gila..."
Bos Gu berbicara, sementara alisku semakin mengerut, merasa situasi saat ini seperti benang kusut yang mustahil diurai?
Kepalaku pusing, akhirnya kuhentikan dulu pikiran itu. Mobil bergoyang lebih dari satu jam sebelum berhenti di depan rumah sakit terbesar di Yangon. Kuhela nafas panjang, lalu berkata pada Bos Gu: "Baiklah, mari kita kunjungi Li Jiahui dulu. Urusan lain bisa kita bahas detail nanti."
