Kakek tua di hadapanku ini memiliki aura dewa dan tulang ajaib, berenergi spiritual. Janggut putihnya yang indah bak salju membuatnya terlihat seperti orang suci sejati di televisi, menimbulkan rasa kagum yang mendalam di hati.
Wajahnya kemerahan, memiliki kehalusan dan kesehatan yang jarang dimiliki orang tua, keriputnya halus, struktur tulangnya luar biasa. Seolah-olah di dalam tubuh kakek tua ini tersembunyi seekor harimau buas.
Orang tua ini terlahir dengan bermuka elok, di masa mudanya pasti seorang anak muda yang tampan. Tapi ini bukan hal yang aneh. Yang membuatku terkejut adalah kebetulan aku mengenal orang ini, bahkan pernah berbincang dengannya.
Dialah Pak Yan Wu yang diundang oleh Wakil Ketua Asosiasi Pedagang Tionghoa Qi Changsheng saat aku pertama kali datang ke Myanmar untuk berunding di Desa Tanda.
Wakil Ketua Qi pernah bercerita bahwa meskipun Pak Tua ini rendah hati, dia memiliki banyak koneksi berpengaruh di Chiang Mai, Bangkok, dan daerah lain. Namun aku sama sekali tidak menyangka bahwa di desa pegunungan kecil ini, dalam situasi dimana Mara sedang membantai habis-habisan, dia justru datang dengan membawa pasukan besar.
Apakah mereka datang untuk membantu?
Tidak. Dari wajah para rekan-rekan yang mengenakan jubah hitam panjang di sekitar Pak Yan Wu, tidak terlihat sedikitpun niat baik. Mereka menyeringai jahat dan mengamatiku serta siluman kecil dengan tatapan tak bersahabat, seolah kami adalah mangsa di tangan mereka. Tatapan tajam mereka telah menyapu kami berulang kali, tapi mereka tidak bertindak. Mereka menunggu perintah dari orang tua yang berjalan di depan.
Aku yakin, seandainya Pak Yan Wu memberi perintah, mereka akan menyembur maju seperti kawanan serigala menerjang mangsa.
Di belakangku situasi pertempuran sangat sengit, Guru Datushang dan iblis Mara yang mengamuk bertarung dalam gulungan awan. Dengan banyak orang yang mengepung, semangat juangnya mulai pudar. Sambil bertarung, ia terus mundur. Namun iblis Mara itu bagaikan anjing liar yang mengamuk, terus mengejar dan menggigit Guru Datushang tanpa henti.
Karena sudah saling mengenal, aku berusaha tampil natural. Diam-diam melepas liontin papan kayu pagoda dari leherku dan menyelipkannya ke tangan Xiao Yao. Sambil menggenggam tangannya, aku menyapa Pak Yan Wu: "Tuan, saat kita berpisah terburu-buru di Yangon dulu, tak kusangka kita akan bertemu lagi di sini. Sungguh kehormatan."
Pak Yan Wu yang dikelilingi 20-30 pengawal berhenti lima meter di depanku. Dengan senyum santai ia berkata: "Sejak dulu pahlawan selalu muncul dari kalangan muda. Sahabat Lu Zuo, tak kusangka kau tak hanya berhasil mengalahkan Guo Ren si pemberang itu, tapi juga bisa sampai di tempat ini. Namun apakah tujuanmu datang kemari - untuk menaklukkan Raja Iblis Keenam Surga, atau membalas dendam pada Biksu Datushang yang membunuh sahabatmu?"
Guru Datushang sudah berusia 70-80 tahun, namun Bapak Yanwu ini masih memanggilnya "biksu kecil" dengan gaya bicara yang sama seperti Chi Limei. Tapi aku tidak merasa dia gegabah. Orang yang benar-benar punya kemampuan, perkataannya memang terdengar wajar. Hati ku mulai waspada diam-diam, namun mulut ku berkata: "Bukan keduanya. Aku hanya lewat, mencium bau darah pekat di desa kecil ini lalu mampir melihat. Tak disangka ada iblis yang hendak membunuh, saat itu hanya ingin memberantas kejahatan. Kini dengan kedatangan Tuan, tak perlu lagi orang kecil seperti ku turun tangan. Aku masih harus melanjutkan perjalanan, permisi duluan!"
Aku memberi hormat dengan anggukan ke dia dan orang-orang di belakangnya, lalu tanpa peduli Guru Datushang yang sedang dijebak siluman di samping, menggandeng siluman kecil ke samping. Dengan suara sangat pelan aku berbisik: "Xiao Yao, kalau nanti terjadi keributan, bawa Duoduo kembali ke Desa Zhaili Miao. Laporkan hal ini pada Guru Xue Rui, mengerti?"
Siluman kecil menggeleng, "Tidak. Hidup atau mati, aku harus tetap bersamamu."
Keuletan gadis ini membuatku sangat marah. Saat hendak menjelaskan padanya, seorang pria perkasa tinggi besar bersama anak buahnya menghadang di depanku dengan wajah serius berkata: "Tuan belum memberi perintah, kenapa buru-buru kabur?" Kulemparkan pandangan ke Pak Tua Yanwu. Ia mengusap janggut putihnya yang panjang sambil tersenyum ramah: "Sahabat Lu Zuo, kita memang berjodoh. Karena sudah datang, mari mampir ke gubukku. Ada beberapa hal yang perlu kukonfirmasi denganmu. Tetaplah di sini."
Kusiasati dengan wajah tenang: "Pak Tua, bukan aku tidak mau. Anak kecil ini sangat rindu kampung halaman sehingga ingin buru-buru pulang. Kali ini tidak sempat merepotkan. Jika ada kesempatan lain, pasti akan berkunjung..."
Saat sedang bicara, Guru Datushang terkena cakar Moluo dan jatuh di sampingku. Bangun dengan tubuh berlumuran darah, ia terlihat marah besar: "Xu Yingzhi! Kura-kura tua ini ternyata belum mati? Muncul lagi?"
Apa? Lelaki tua bernama Yanwu di depanku ini ternyata adalah nomor dua Sakulang yang misterius, Tuan Xu?!
Tubuhku bergetar. Semua kebingunganku terjawab. Tentu saja! Zhong Shuiyue dan Guo Jiabin pasti telah bergabung dengan Sakulang. Makanya Tuan Xu membawa banyak orang untuk menjemput.
Yanwu... Yanwu... Bukankah itu gabungan karakter 'Xu'?
Melihat kakek tua yang tampak baru berusia enam puluhan ini, hatiku diaduk-aduk. Tuan Xu ini seharusnya sudah melewati seratus tahun. Entah menggunakan trik apa, dia terlihat lebih muda dari Guru Datushang. Karena dia adalah Tuan Xu, maka sebagai sesama murid, pasti dia mengincar Dua Belas Metode-ku.
Tampaknya kali ini, aku tak bisa menghindar dari bencana ini.
Setelah memahami situasi, menghadapi legenda hidup seperti ini aku tak punya niat melawan. Kugenggam erat tangan siluman kecil itu dan memohon padanya: "Bawa Duoduo pergi, beri tahu Shifu Xue Rui. Jika tidak, kita semua akan mati." Mendengar ketegasanku, siluman kecil akhirnya menyerah. Dia mengangguk dan berkata baik, dia akan bertindak sesuai situasi.
Begitu kami sepakat, Guru Datushang kembali dihantui Mara yang gila seperti anjing. Meski kecil, makhluk ini punya tenaga besar, kecepatan tinggi, dan aura iblis yang pekat, benar-benar menyebalkan. Guru Datushang sambil menahan serangan kilat Mara kecil itu, berteriak marah pada Tuan Xu: "Xu Yingzhi, kau kura-kura tua! Jangan kira Qinuqa tak punya orang! Sang Biksu Agung segera akan keluar gunung! Nanti, semua kalian akan hancur lebur!"
Bintang-bintang mengelilingi bulan, namun Tuan Xu masih tetap tersenyum dingin bagai terpisah dari dunia, berkata pelan: "Datuk, zaman sudah berbeda, kejayaan pertempuran Gunung Shen di masa lalu sudah lama sirna. Meskipun Qinuqa masih berupa aliansi, bentuknya sudah seperti pasir yang tercerai-berai, sama sekali tidak memiliki kekuatan pemersatu. Bahkan jika Biksu Agung Bolo datang sendiri, ia hanyalah seorang preman tingkat tinggi saja. Kau pasti paham betul hal ini, kalau tidak takkan begitu serius memperhatikan siluman kecil Mara ini. Aku lihat kau orang berbakat, lebih baik bergabung di bawah komandoku. Nanti, di dunia baru pasti ada tempat untukmu!"
Guru Datushang yang sedang bertarung sengit dengan Mara tak sempat berdebat, tongkat ritualnya menari membentuk angin puyuh menahan serangan Mara, bentak keras: "Angan-angan kosong! Ketahuilah, mustahil!"
Ucapannya penuh tekad baja. Aku tak ingin berlama-lama, segera mengangguk ringan: "Pak Tua, karena Anda sibuk, hamba tak akan menunda lagi. Permisi duluan!"
Usai bicara, aku berputar dan berlari sekencang-kencangnya diikuti siluman kecil. Baru beberapa langkah, Zhong Shuiyue yang selama ini diam tiba-tiba menjerit seperti babi disembelih: "Tuan Xu! Tangkap bocah tak berguna itu! Lihatlah, mereka baru saja memperlakukan saya tak pantas, menampar saya berkali-kali!"
Teriakan wanita ini ternyata mengandung sedikit kesan menggoda dan memelas. Pria tinggi besar yang tadi menghalangiku bergegas menghadang di depan kami, berteriak: "Tuan memerintahkan kalian tetap di sini. Berani-beraninya kabur, apa tidak mau memberi muka?"
Dalam situasi kritis, mana ada waktu berdebat. Melihat orang ini menghalangi jalan, tanpa ruang menghindar ke kiri-kanan, aku segera meraih lengannya dan melemparkannya ke samping sambil berseru: "Siapa halangi aku, mati!"
Pelarian panik memang membutuhkan aura pantang mundur. Namun tak kusangka, pengikut rendahan ini ternyata memiliki tingkat kultivasi yang tinggi. Lemparan sekuat tenagaku tak mampu menggesernya. Kami terjebak dalam kebuntuan. Ia tersenyum dingin, menghembuskan napas anyir sambil mencibir: "Anak ini, kau kira murid utama sepertiku sama dengan ikan kecil?"
Begitu ucapannya selesai, lengan yang kugenggam tiba-tiba membesar setengah lingkaran hingga terlepas. Kemudian tangannya bergerak lincah seperti naga air yang melilit, berusaha mengikatku erat dengan kedua tangan.
Meski terlihat kasar, teknik tangan pria besar ini sangat mengagumkan. Dadaku berdebar, kumundur dua langkah lalu menendang ke depan sekuat tenaga.
Pria besar dan aku saling menendang dengan kontak langsung, kedua orang sama-sama menjerit kesakitan lalu melompat mundur. Siluman kecil maju menyerangnya, tapi dihalangi pukulan hitam berisi kabut hantu yang dicor pria itu. Qingmu Yigang melesat, rumput liar tumbuh gila-gilaan dan melilit kedua kakinya.
Aku maju lagi dengan jurus Harimau Hitam Mencabut Hati, tinjuku hampir mendarat di perutnya. Tiba-tiba empat kabut hitam berputar mengitari. Hantu Rumput Air yang pernah muncul saat aku bertarung melawan tukang santet Bassong dulu muncul kembali, membawa sabit panjang jenjang, melompati tubuhku.
Musuh benar-benar licik! Aku terjebak dalam penguluran waktu. Mengingat Tuan Xu belum bertindak, pria ini juga tak bisa kukalahkan dalam waktu singkat. Satu-satunya cara hanyalah membelenggunya. Kusesali tak bisa kabur, lalu sambil menghadapi Hantu Rumput Air, kuteriakkan pada siluman kecil untuk segera pergi.
Siluman kecil juga melihat aura mengerikan yang disembunyikan Tuan Xu. Ia tahu situasi sudah tak bisa diselamatkan. Tanpa ragu lagi, ia berkata "Jaga dirimu baik-baik" lalu berlari ke luar.
Pria itu melihat siluman kecil hendak kabur. Ia mendengus dingin, mengeluarkan lonceng kecil seperti lonceng kuil Buddha dari tangannya. Lonceng itu dilempar ke atas kepala siluman kecil, seketika berubah menjadi lonceng perunggu raksasa seukuran empat pelukan. Siluman kecil yang sedang lari kencang itu terjebak di dalamnya. Braaam! Lonceng itu bergetar hebat sampai gendang telinga seperti mau pecah.
Aku merasa ketakutan di hati, hendak menerjang ke depan, tiba-tiba mendengar jeritan menyayat dari belakang. Saat menoleh, ternyata Datushang entah bagaimana sudah dicekik lehernya oleh Tuan Xu dan diangkat tinggi-tinggi.
Satu jurus! Sepertinya ia hanya menggunakan satu jurus saja!
