Sekelompok orang bertubuh kurus hitam ini muncul dari semak dan pepohonan, mengarahkan senapan otomatis dengan hati-hati sambil mengepung kami seperti menghadapi musuh besar.
Melihat sekitar satu kompi tentara bersenjata dari segala penjuru, aku membungkukkan pinggang seperti macan tutul siap menerkam, mata jelalatan mencari jakun setiap lawan. Pedang Hantu sudah menggenggam di tangan untuk melindungi dada, sementara Si Berbulu merapalkan mantra dengan jari membentuk pedang. Lei Fa berdentang keras lalu melesat ke udara, mengawasi semua orang dari atas.
Dengan kekuatan internal dan indra keenamnya yang tajam, siapapun yang berani menarik pelatuk akan langsung ditembus Lei Fa sebelum sempat bertindak.
Tapi konfrontasi ini hanya bertahan beberapa detik. Tak lama kemudian, aku melihat wajah yang familiar. Wu Wulun yang berbalut hitam datang dari belakang kerumunan bersama anak buahnya, memerintahkan para tentara itu untuk menurunkan senapan dan meninggalkan area kolam untuk berjaga di perimeter.
Perintah Wu Wulun benar-benar efektif. Setelah memberi instruksi singkat, lebih dari seratus prajurit elit ini mengalihkan senapan mereka dan kembali menyamar ke dalam hutan.
Sambil mengerutkan alis, aku memperhatikan Wu Wulun mengatur pasukan elitnya. Ketika melihat mereka berbalik pergi, aku bertanya: "Ahli Spiritual Wulun, bisakah kau jelaskan apa yang sebenarnya terjadi?"
Anak buah Wu Wulun tidak menunjukkan ekspresi marah. Mereka semua tetap sopan. Bahkan Wu Wulun sendiri mendekat dengan ramah: "Lu Zuo, tak kusangka kita bertemu di sini. Maaf, situasi akhir-akhir ini cukup tegang sehingga terjadi kesalahpahaman. Jangan tersinggung, ya?"
Wu Wulun bersikap sangat baik, aku pun tidak mempermasalahkan trauma yang tiba-tiba tadi. Kutanyakan mengapa dia membawa pasukan besar muncul tiba-tiba di sini. Wu Wulun mendekat dan berkata: "Beberapa hari ini Myanmar utara dilanda angin dan awan, Qinuqa sedang mencari Guru Datushang yang hilang di sini. Dampaknya terlalu besar, jadi kami memutuskan campur tangan resmi. Saat tiba di sini, kami baru menyadari aura iblis menjulang ke langit. Seluruh hutan dipenuhi energi menakutkan Mara. Burung dan hewan ketakutan. Tapi kurang dari sehari, situasi berubah drastis. Wang Lunhan yang menguasai wilayah ini sudah dihancurkan markasnya. Berantakan di mana-mana, pemburu suku Heiyang menyusuri hutan memburu sisa-sisa Sakulang..."
Wu Wulun mengingat-ingat, lalu memandangku dengan penuh hormat: "Seluruh wilayah ini beredar legenda bahwa Anda sendiri memusnahkan pasukan elit Wang Lunhan dan menjadi pemimpin tertinggi suku Heiyang. Bahkan penduduk gunung yang tidak bisa bahasa Mandarin bisa menyatukan tangan dan berseru 'Lu Zuo Raja'. Beberapa hari ini kami beberapa kali bertemu pemburu Heiyang, menangkap sisa-sisa Sakulang. Kami sangat hati-hati, makanya situasinya jadi tegang begini..."
"Lu Zuo Raja?" Mendengar gelar ini, aku antara ingin menangis dan tertawa. Tapi Wu Wulun malah mengangguk dengan serius.
Ia berkata kepadaku: "Kata-kata ini berasal dari mulut pemburu suku Heiyang. Mereka bilang Sekte Gelang bertindak melanggar hukum alam, sangat berbeda dengan hukum Buddha, bagai roda kereta yang berlawanan arah. Maka Tian menurunkan seorang raja bernama Lu Zuo untuk menjadi pemimpin suku Heiyang. Di bawah panji Raja Lu Zuo, suku Heiyang menaklukkan iblis ketakutan dari neraka, lalu membunuh pemimpin Sekte Gelang Xu Yingzhi. Sejak itu dunia damai, tak ada lagi perang - Lu Zuo, benarkah Mara sudah ditaklukkan? Apakah Xu Yingzhi benar-benar kaubunuh?"
Rentetan pertanyaan Wu Wulun membuatku bisu. Kepalaku langsung BOOM meledak, bzzz-bzzz, sampai tak bisa mendengar beberapa kalimat terakhirnya. Kulihat ke arah Si Niangzi, wanita itu menunjukkan ekspresi nyengir sambil berkata sombong: "Utusan Suci, apa yang dikatakan saudara-saudaraku semua benar. Mengapa kau memandangku dengan tatapan penuh kebencian?"
Meski tertutup cadar kulit manusia, senyum hina di wajah Si Niangzi tetap terlihat jelas. Hati ini langsung mual, seketika merasakan niat licik suku Heiyang.
Jelas, suku yang pernah gemilang ini tak puas dengan keadaan sekarang. Mereka memanfaatkan kesempatan kehancuran Mara dan meninggalnya Tuan Xu untuk membangun reputasi. Sebenarnya hal ini wajar, tapi para rubah tua itu langsung mengangkat namaku tanpa izin. Sungguh mereka sedang menimpakan kebencian padaku!
Dengan begini, sisa-sisa Sakulang yang terserak di berbagai tempat kini punya target jelas: balas dendam atas dendam, menuntut keadilan atas ketidakadilan. Kedepannya, kurasa aku benar-benar tak akan punya waktu luang. Pembalasan dari para pendendam yang mendengar kabar ini saja sudah membuatku kewalahan menanganinya.
Melihat perubahan ekspresiku, Wu Wulun menjelaskan: "Di wilayah hutan ini, tinggal lebih dari 300 ribu penduduk gunung. Suku Heiyang memiliki pengaruh besar pada mereka. Jika kabar ini disebarkan melalui mulut mereka, maka hal ini sudah pasti terkunci. Lu Zuo, apakah benar ini semua perbuatanmu?"
Hatiku kacau balau, seratus mulut tak bisa membela diri. Hanya bisa berkata dengan wajah dingin: "Jika memang aku yang lakukan, lalu bagaimana? Jika bukan, lalu apa bedanya?"
Wu Wulun yang melihat emosiku tidak stabil sepertinya tak ingin melanjutkan diskusi ini. Ia mengubah topik: "Lu Zuo, bagaimanapun, kami sangat berterima kasih padamu karena telah menaklukkan Mara dan membasmi Wang Lunhan beserta sisa-sisa Sakulang yang seperti parasit di hutan purba. Tujuanku datang hanya satu: memastikan nasib Mara. Ini untuk keamanan rakyat sipil yang tak bersalah. Tolong beri tahu."
Wu Wulun menatap tajam mata saya. Langsung kujawab tanpa basa-basi: "Mati. Dihancurkan sampai jadi debu!"
Mendapat jawaban ini, dia tidak terkejut. Mungkin dia sudah mendapat kabar dari saluran lain. Ia mengepalkan tangan memberi hormat padaku, mengatakan bahwa mewakili lembaga pemerintah tempatnya bekerja, dia mengucapkan terima kasih. Kedepannya di wilayah Myanmar, selama tidak melanggar hukum negara, bisa meminta bantuannya.
Setelah berkata demikian, dia berpamitan pada kami dan Si Berbulu, lalu berbalik menuju jalan pulang. Pemuda di sampingnya juga memberi hormat padaku dengan sopan, kemudian memberi isyarat peluit. Para tentara yang bersembunyi di hutan berjalan melewati sisi kami, perlahan menjauh.
Melihat mereka pergi, Si Berbulu menyimpan Lei Fa, tersenyum kecut: "Si Racun Kecil, kali ini kau benar-benar tenar."
Kulentikkan mata padanya, menundukkan kepala berjalan menuju Desa Miao.
Sampai di Desa Zhaili Miao, kudapati gerbang desa yang sebelumnya tertutup rapat kini terbuka lebar. Para warga sudah keluar bekerja, melihat kami, mereka memberi salam dari jauh.
Tak lama, Xiong Ming yang mendengar kedatangan kami segera menyambut dengan antusias. Di sampingnya ada biksu kecil Thanon yang sedang memulihkan luka, bersama seniornya Naipeng.
Xiong Ming mengajak kami beristirahat di rumahnya. Sepanjang jalan dia memujiku habis-habisan sampai seperti diangkat ke langit. Saudara seperguruan Thanon di samping juga terus mengangguk setuju, membuatku benar-benar merasa sedikit melayang, suasana hatiku pun membaik.
Kami duduk sebentar di rumah Xiong Ming. Teh berminyak belum sempat diminum beberapa teguk, kepala suku Li Gong, Xiong Fumu, dan dukun wanita Chi Lihua datang sesuai janji. Mereka menanyakan kejadian setelah kepergianku.
Aku tidak menyembunyikan apapun, menceritakan hampir seluruh kejadian. Beberapa orang itu terus-menerus berdecak kagum, benar-benar liku-liku tak terduga, hidup atau mati di ujung tali yang membuat jantung berdebar tak karuan.
Di tengah penuturanku, Chi Lihua tiba-tiba berdiri, menarik tanganku dan berkata dia sudah bangun, memintaku pergi ke sana.
Aku mengangguk, mengizinkan Si Berbulu tetap di sini untuk berakting dengan Xiong Ming dkk. Sementara aku mengikuti Chi Lihua ke kolam serangga.
Di samping kolam serangga bawah tanah yang seram, aku kembali bertemu Chi Limei. Dia terlihat lebih bersemangat dari sebelumnya, menatapku sambil tersenyum anggun: "Kau melampaui harapanku. Bagus, pantas jadi pewarisnya."
Dengan perasaan kesal, kuceritakan semua yang terjadi padaku. Wajah cantik dewasa bak bidadari itu tetap tersenyum samar: "Suku Heiyang tidak seburuk bayanganmu. Kurasa mereka ingin memaksamu naik tahta, agar tidak diabaikan setelah kau pergi ke utara."
"Tak masalah. Selama punya kemampuan, ketenaran pasti datang. Orang kuat terlahir untuk dihormati. Dulu Luo Shiba mengguncang Perbatasan Miao, tak pernah cemas seperti ini."
Matanya menatap tajam ke arahku, perlahan berucap: "Menurutku kau jauh lebih hebat darinya. Yang terpenting, kau punya hati penyayang yang tahu batas. Tak seperti dia yang pemarah dan impulsif. Karakter menentukan takdir. Pada akhirnya, kau akan melampauinya menjadi Raja Gu baru Perbatasan Miao..."
Aku membuat wajah masam, mengatakan keinginanku adalah menikah dan punya anak, mencari pekerjaan yang stabil, hidup bahagia...
Belum sempat aku menyelesaikan ucapan, wajah Chi Limei langsung dingin. Dia berkata satu-satunya kekuranganmu adalah tidak punya ambisi besar. Kau pikir takdirmu bisa kau tentukan sendiri? Sejak lahir, jalanmu sudah ditakdirkan: tidak maju berarti mundur. Jika tidak bisa menjadi kuat, maka kau bukan lagi dirimu sendiri, selamanya kehilangan jati diri – renungkanlah baik-baik!
Setelah menegurku, Chi Limei kehilangan minat bicara. Dengan wajah dingin dia memberitahuku bahwa dia melihat Mara kembali ke jurang, terluka parah, rohnya terpisah. Tidak diketahui berapa lama baru pulih. Mengenai Xue Rui, dia akan tinggal di kolam serangga sampai cukup kuat menyandang reputasi Gu Miao Sungai Putih, baru keluar gunung. Aku diminta menyampaikan hal ini pada keluarganya.
Melihat Xue Rui yang tertidur dalam kepompong putih di kolam serangga, aku menghela napas panjang lalu mengangguk tanda mengerti.
Chi Limei tidak menyukai sifatku yang biasa-biasa saja. Tanpa berkata lebih, dia tenggelam ke dalam kolam dan tidak menghiraukanku lagi. Aku pergi dengan perasaan cemas, selalu merasa seolah Chi Limei punya harapan khusus padaku, tapi aku telah mengecewakannya.
Xue Rui tidak pergi, kami tidak lama tinggal di Desa Zhaili Miao. Pada hari itu juga kami berangkat menuju Tachilek, sementara Tanu dan Shixiong Naipeng harus kembali ke Chiang Mai, Thailand untuk mempersiapkan drama Pangeran Monte Cristo. Angin anyir dan darah dalam peristiwa itu akan diceritakan tersendiri, tidak dimasukkan dalam tulisan ini.
Setelah berkumpul dengan Ah Hung di Kota Tachilek, baru kami tahu dia menerima surat misterius berisi rekening bank Swiss dan kode sandi. Setelah dicek, jumlahnya kurang lebih sama dengan kerugian cabang Myanmar perusahaan Keluarga Li.
Aku menduga hal ini pasti karya Xu Ming. Setelah berputar-putar selama satu bulan, akhirnya semua urusan menemui akhir yang lengkap.
Setelah direnungkan baik-baik, semuanya terasa seperti mimpi.
## Jilid 34 Langit Laut Sanya
