Melihat bayangan hitam raksasa yang hendak melahap warga di tenda duka, alisku berkerut. Hati kuberbisik: Ini bukan naga sejati.
Apa yang disebut sebagai citra naga sejati: kepala seperti sapi, tanduk seperti rusa, mata seperti udang, telinga seperti gajah, leher seperti ular, perut seperti ular, sisik seperti ikan, cakar seperti phoenix, telapak seperti harimau. Di punggungnya terdapat 81 sisik, mewakili angka Yang ganda sembilan (99); suaranya seperti dentingan piringan tembaga. Di samping mulutnya terdapat kumis, di bawah rahang terdapat mutiara terang, di bawah tenggorokan terdapat sisik terbalik. Sedangkan bayangan panjang yang muncul dari kegelapan itu, panjang tubuhnya tiga zhang (±10m), seluruh tubuhnya bersisik seperti trenggiling yang penuh kotoran, kepala seperti tikus, ratusan kaki di bawah tubuhnya, bentuknya persis seperti lipan raksasa atau kaki seribu yang diperbesar.
Binatang sialan ini berwarna kuning tanah kehitaman, saat merayap membuat suara gesekan pasir dan kerikil di tanah seperti desiran jam pasir. Namun kecepatannya luar biasa, di antara cipratan lumpur yang beterbangan, ia telah menerjang sampai ke depan tenda duka, membalikkan meja mahjong yang terserak di depannya. Membuka mulut berbentuk tiga kelopak yang buruk rupa, bersiap menggigit warga desa di dalamnya untuk melahap mereka utuh.
Pada saat itu, dua sinar putih dan kuning melesat di udara, menghunjamkan diri ke tubuh cacing panjang itu.
Sisik-sisik pada tubuh cacing panjang itu sebesar telapak tangan, keras dan lentur. Pedang terbang yang dikerahkan sepenuhnya ternyata tak mampu menembusnya. Meski begitu, cacing raksasa itu tetap ketakutan, melepaskan mangsa yang hampir masuk mulutnya, lalu berputar cepat sambil mengangkat bagian depan tubuh. Kepala mirip tikus itu memiliki tiga pasang mata memancarkan cahaya hijau, memandang dengan tatapan yang berubah-ubah ke sepasang pria dan wanita yang mengeluarkan pedang itu.
"Naga lumpur danau?"
Si Putra Muda Ci Yuan di sampingku terkejut melihat cacing itu. Kutoleh dan berbisik, "Kamu kenal benda ini?"
Putra Muda mengangguk, "Aku pernah lihat gambarnya di kitab kuno warisan keluarga. Ini serangga raksasa prasejarah yang hidup di lumpur dasar sungai/danau besar, makan ikan-udang. Meski lahir di air, unsur dasarnya tanah, bahkan mahir menguasai api. Dulu orang kuno menyebutnya 'naga tanah'. Belakangan tahu ada perbedaan, lalu tambahkan prefiks pembeda. Tapi tetap, binatang sialan ini siluman yang sangat kuat. Zirah besi di seluruh tubuh, menguasai tiga dari Lima Unsur. Kalau sudah mengamuk, sulit ditaklukkan."
Kukomentar, "Kalau ini makhluk prasejarah, bagaimana bisa bertahan sampai sekarang?"
Putra pemilik Ciyuan Pavilion menggelengkan kepala, berkata Danau Dongting adalah bekas wilayah Yunmeng Zé kuno yang luasnya hampir seribu li. Di kedalaman danau besar ini tersembunyi banyak spesies langka dari zaman kuno. Keberadaan makhluk ini sebenarnya tidak aneh, bahkan ada spesies yang lebih langka lagi. Yang aneh adalah fenomena naga danau beberapa hari lalu dan cacing tanah berlumpur hari ini. Biasanya makhluk-makhluk ini hanya mengurung diri di wilayahnya, tak pernah naik ke darat mencari makan. Kini mereka ramai mendekati tepian, pasti ada sesuatu yang tidak beres?
Ucapannya membuatku teringat kisah di Tibet dulu, tentang Kadal Naga Berduri Pedang yang konon ditugaskan menekan mata air di Yunmeng Zé Danau Dongting. Danau Dongting memiliki saluran air yang terhubung ke jaringan hidrologi global, sehingga makhluk itu muncul di Danau Langit dan akhirnya dibantai sampai tulangnya dipreteli dan kulitnya dikuliti. Bahkan di Pedang Lei Fa Si Berbulu pun terdapat darah kehidupan makhluk itu - Mungkinkah Kadal Naga Berduri Pedang itu juga kabur tergesa-gesa karena perubahan ini?
Kisah masa lalu itu. Cacing tanah berlumpur itu mengangkat tubuhnya dengan angkuh, berhadap-hadapan dengan Si Berbulu dan Luo Feiyu. Namun Si Berbulu sama sekali tidak menghiraukan cacing panjang berwajah buruk ini. Dengan suara dingin ia mengejek Luo Feiyu: "Sungguh lucu! Sudah membantai desa ini sampai aliran darah bagai sungai, tak kusangka kau masih peduli dengan nyawa warga tak bersalah? Tadi mengapa kau membelokkan pedangmu? Tusuk saja langsung ke ulu hatiku! Bukankah itu akan mengakhiri segalanya?"
Sindiran berdarah dari Si Berbulu membuat muka Luo Feiyu memerah, terlihat semakin menggoda. Meski bahkan aku tahu kasus pembantaian di desa kecil ini tidak ada hubungannya dengan saudari Luo, tapi mereka tak bisa membantah penjelasan Si Berbulu.
Tentu saja, wanita sombong seperti Luo Feiyu tak sudi menjelaskan apapun pada Si Berbulu. Pedang panjangnya berputar tiba-tiba, benar-benar langsung menghunjam ke arah pendeta Tao itu.
Teknik pedang terbang Si Berbulu awalnya diwarisi dari Luo Feiyu. Meski kemudian mendapat ajaran sejati dari Tao Jinhong, pola dasarnya tetap sama. Begitu Luo Feiyu mengayunkan pedang, Si Berbulu langsung menghindar dengan gerakan jingkat besi, berputar lalu bertarung beberapa jurus dengannya. Adu momentum antara keduanya sangat sengit, nyawa bisa terbalik sekejap di tengah bahaya maut.
Pertarungan kedua manusia ini tak kami pahami, bahkan naga lumpur danau pun bingung. Dengan sisik di lehernya berdiri waspada, ternyata lama-kelamaan tak ada urusannya. Akhirnya makhluk itu berpaling lagi, membuka mulut lebar untuk menggigit warga desa yang pingsan di tanah.
Saat naga lumpur danau mengiler siap melahap mangsa, dua dentang pedang menghantam lehernya. Percikan api beterbangan.
Binatang sialan itu segera menarik lehernya, mendesis panjang penuh kemarahan, lalu menoleh ke belakang. Matanya yang hijau mengerjap melihat pasangan anjing ini ternyata berani menyakitinya lagi saat ia sedang makan.
Dari persembunyianku di gubuk tanah seberang, kulihat melalui jendela wajah mengerikan naga tanah Danau Lumpur yang tiba-tiba menoleh. Enam bola mata hijau berkilatnya dipenuhi dendam dan kesedihan.
Kubayangkan pasti ada 10.000 bajingan berlarian di hati binatang itu. Rasanya seperti aib tak termaafkan yang membuatnya ingin meledak.
Ternyata benar, ia mengabaikan 30 lebih "makanan lezat" di tenda duka itu. Ekornya mengibas kencang sebelum tubuhnya melesat memburu Si Berbulu dan Luo Feiyu.
Naga tanah Danau Lumpur ini panjangnya tiga zhang, lingkar pinggang sebesar tong anggur. Seluruh tubuhnya bersisik sekeras baja, bahkan pedang terbang pun tak bisa menembusnya. Saat mengamuk, kekuatannya bagai tank yang momentumnya tak terbendung.
Baik Si Berbulu maupun Luo Feiyu tak berani menantang langsung. Mereka menghindar, sementara Luo Xiaobei dan gadis keluarga Fang Yi berlarian ke arah kami.
Pangeran Muda Keluarga Ci yang awalnya bersembunyi di gubuk tanah langsung tak bisa diam melihat adiknya dikejar-kejar Luo Xiaobei. Ia berlari ke pintu sambil berteriak: "Kak Lu, aku harus menyelamatkan adikku! Permisi dulu!"
Shaodongjia berteriak memanggil, menerobos keluar pintu. Dari jendela, kulihat Fang Yi jelas-jelas bukan tandingan Luo Xiaobei. Gadis kejam itu memaksa si "lalat tak berkepala" itu kabur pontang-panting.
Tapi Luo Xiaobei tak berniat membunuh. Ia hanya bermain sandiwara, membuat putri kecil Ciyuan Ge ini terpekik ketakutan: "Kakak, kakak, selamatkan aku..."
Shaodongjia Fang Zhilang melesat keluar dari rumah, membawa pedang besi dingin bermata hijau. Ia bertarung sengit dengan Luo Xiaobei. Beberapa jurus kemudian, Xiaobei menendangnya hingga terjungkal ke tanah berlumpur. Melihat kakak-beradik yang berantakan ini, Luo Xiaobei dengan sombong berkata: "Pasangan anjing ini kemampuan biasa saja, tapi hubungannya mesra sekali."
Saat ia mengejek kakak-beradik Fang, aku perlahan keluar sambil menggaruk hidung. "Mereka saudara kandung, bukan hubungan lain. Kalau mau cari masalah, selidiki dulu fakta sebelum bicara..." kataku sambil pura-pura batuk kecil.
Melihatku muncul dari gubuk tanah, alis Luo Xiaobei berkerut. "Kau juga di sini! Untuk apa kalian datang?" bentaknya penuh kebencian.
Kubalikkan badan, tendang pintu hingga terbuka lebar. Telunjukku menuding mayat yang tergantung di balok atap, terayun-ayun diterpa angin. "Lihatlah kejahatanmu ini," sergahku dengan wajah gelap, "maka kau akan tahu maksud kedatangan kami!"
Luo Xiaobei mengarahkan pandangannya ke mayat dengan anggota tubuh yang terkulai itu. Seorang lelaki tua berusia di atas 70 tahun. Kerja keras bertahun-tahun di ladang dan pekerjaan air membuatnya terlihat sangat tua renta. Rambutnya memutih, bola mata merah membengkak menonjol, wajah dipenuhi bintik mayat besar-besar. Cairan mayat menetes-dititik, memicu rasa takut sekaligus iba di hati.
Melihat situasi ini, nada bicara Luo Xiaobei melunak. Ia menjelaskan dengan suara lemah: "Sudah kubilang, aku bukan anggota Sekte Iblis. Semua ini ulah Ke Hailing. Tak ada hubungannya dengan kami berdua..."
Aku tertawa hehe, "Tak ada hubungan? Alasan bagus! Kalau memang tak ada hubungan, ngapain kalian muncul di sini menghunus pedang? Sudah melakukan ya sudah, ngapain ditutup-tutupi! Luo Xiaobei, sikapmu ini benar-benar membuatku muak!"
Mendengar sengiku, wajah cantik Luo Xiaobei memerah padam. Setelah terdiam beberapa detik, tiba-tiba meledak: "Ya! Aku palsu! Tapi bukannya kamu hebat sekali? Punya rasa keadilan segudang, kenapa tidak selamatkan mereka? Cuma bisa menyalahkanku! Waktu kubicarakan hal itu kemarin, langsung kautolak mentah-mentah! Sekarang baru bisa berlagak suci moral luhur? Dulu kenapa bersikap acuh tak acuh? Dasar brengsek!"
Luo Xiaobei terus memaki sambil menangis, air mata penuh keperihan berputar-putar di matanya. Pemuda dari Keluarga Ciyuan dan adik perempuannya di sampingnya hanya bisa tertegun, tak mengerti bagaimana gadis kejam yang sebelumnya garang seperti serigala tiba-tiba berubah menjadi sentimentil dan penuh keluhan.
Aku yang dimaki Luo Xiaobei merasa telinga memanas. Beginilah nasib orang kecil - marah melihat ketidakadilan, tapi saat menghadapinya hanya bisa kabur.
Saat malu masih menggelayut di hati, tiba-tiba terdengar teriakan hampir bersamaan dari Si Berbulu dan Luo Feiyu: "Menghindar!"
Kepala kuangkat, kulihat si Naga Lumpur Danau menggerakkan ratusan kaki pendeknya, menyerbu ke arah kami dengan kecepatan tinggi.
Sekte Iblis sengaja menyusun formasi di sini untuk memancing Naga Sejati. Tapi yang datang malah palsu. Meski palsu, makhluk ini tetap berbahaya dengan zirah kebal senjata, tenaga brutal, dan taktik konvensional tak mempan. Menghadapi serbuan secepat ini, mustahil kami sanggup menahan benturannya. Satu-satunya cara adalah mundur dan mengitari rumah.
Aku, Luo Xiaobei, dan saudara Fang melompat ke samping. Binatang sialan itu membabi buta menerjang masuk ke rumah. Tubuhnya bergoyang-goyang, tiga ruangan itu bergemuruh lalu ambruk berantakan.
Aku menyuruh putra pemilik Ciyuan Ge dan adiknya segera pergi, tak sempat berdebat dengan Luo Xiaobei, langsung menghunus Pedang Hantu dan menebas ekor panjang yang terlihat di luar.
Dengan sekuat tenaga kuhantamkan Pedang Hantu setajam-tajamnya, namun terpental kembali. Kedua lenganku masih terasa lunglai.
Tebasan maksimalku hanya melontarkan satu sisik. Ekornya yang bergerak tiba-tiba menghantam Pedang Hantu, membuat tanganku lunglai hingga tubuhku terlempar ke tanah berlumpur.
Tiba-tiba suara seram bergema di udara: "Menunggu perubahan hati manusia kuno, namun katanya hati manusia mudah berubah——Tak kusangka di desa kecil tepi Danau Dongting ini kita bisa bertemu lagi. Kehendak Tian, sungguh kehendak Tian!"
