Perubahan situasi yang tiba-tiba membuat kami semua menoleh. Terlihat pria bertelanjang dada dengan wajah hancur berdarah-darah, mengenakan celana kulit ketat untuk menyelam di air, berlari sekuat tenaga ke arah sini. Begitu melihat Zhenren Shanyang, ia meratap dengan perasaan diperlakukan tidak adil: "Shifu, selamatkan aku! Selamatkan aku!"
Dari kejauhan ia berlari pontang-panting, jelas sudah kehabisan tenaga. Kini melihat penyelamat, semangatnya bangkit lagi. Tersandung-sandung melangkah maju. Di belakangnya, beberapa pria bergaya sama dengan anggota Geng Yutouhui juga ikut berlari, tapi dari penampilannya, mereka bukan mengejar melainkan juga kabur dari maut.
Di balik mereka, kegelapan dan kabut tebal menyelimuti, tak terlihat sesuatu yang menakutkan. Namun aura mistis itu telah membuat nyali mereka ciut, jiwa-jiwa mereka terombang-ambing dalam ketakutan.
Suara orang ini terdengar agak familiar, namun wajahnya kabur sehingga kami tak bisa melihat jelas. Saat masih bingung, Zhenren Shanyang justru mengenalinya dan bertanya dengan heran, "Jinlong? Bukankah dia menghilang secara misterius? Kenapa bisa muncul di sini?"
Ternyata orang yang tiba-tiba berlari keluar sambil teriak-teriak seperti hantu ini adalah playboy dari Gunung Naga Harimau, Luo Jinlong.
Meski masih ada keraguan di hati, Zhenren Shanyang tetap memerintahkan Luo Dingquan di sampingnya untuk pergi menyambut murid sejati ini.
Namun saat Luo Dingquan bergegas pergi, kami menyaksikan adegan mengerikan: Kepala Luo Jinlong tiba-tiba melayang ke langit dengan darah muncrat, sementara tubuhnya masih terus berlari beberapa meter karena momentum sebelum akhirnya terjatuh, tangan kakinya kejang-kejang beberapa saat lalu tak bergerak lagi.
Aku memejamkan mata memperhatikan Luo Jinlong. Kesadaran playboy ini tetap bertahan setidaknya setengah menit setelah kepalanya terpisah dari leher. Dia melihat tubuh tanpa kepalanya masih berlari kencang, otot wajah berkerut, matanya dipenuhi keheranan, ketakutan, dan ketidakpercayaan - dalam sekejap memperlihatkan berbagai emosi yang sulit diungkapkan kata-kata.
Konon katanya, dalam beberapa detik terakhir sebelum mati, seseorang akan mengingat berbagai momen berbeda dalam hidupnya. Entah apakah Luo Jinlong mengalami hal ini, tapi yang pasti, pemuda yang dibesarkan dengan sendok emas ini tewas dibunuh di hadapan gurunya sendiri, Zhenren Shanyang, sebuah aib yang tak termaafkan.
Menyaksikan perubahan nasib ini, Zhenren Shanyang pun sulit mempercayainya. Mata jernihnya yang seperti anak kecil nyaris melotot keluar, dipenuhi amarah yang menyala. Beberapa saat kemudian, ia berteriak pada Luo Dingquan: "Tarik kembali hun-nya!" Begitu perintah itu keluar, bayangannya telah berada 100 meter jauhnya, menerjang ke arah Jembatan Lima Unsur.
Penyerangnya adalah sosok anggun yang meliuk-liuk di antara kerumunan yang berlarian, membunuh dengan elegan bak seniman yang tenang.
Dari kejauhan kulihat, sosok itu ternyata seorang gadis biasa berambut perak sepanjang pinggang yang terurai tanpa ikatan. Wajahnya kehijauan pucat, bibir kebiruan, dengan sepuluh kuku runcing. Meski mengenakan jubah sutra hijau, aura nya sama sekali tidak manusiawi.
Sungguh mengerikan. Tak perlu membahas ikatan guru-murid antara Zhenren Shanyang dan Luo Jinlong, melihat murid sendiri tewas mengenaskan di depan mata sudah merupakan penghinaan tak tertahankan bagi sang Zhenren.
Pada saat Zhenren Shanyang berlari kencang menuju jembatan, sang pembunuh tidak melarikan diri. Dengan tenang ia meliuk di sekitar lima mayat itu. Dengan cepat, beberapa pilar darah melesat ke langit. Darah hangat menggenangi batu panjang, mayat-mayat itu berjatuhan dengan suara Braak! Braak!
Kulihat setiap kali mayat terjatuh, otot di wajah Yao Xueqing dari Geng Yutouhui berkedut.
Pernah ia berkata, semua nama saudara di Geng Yutouhui bisa ia sebut. Perasaannya terhadap anggota geng ini tak bisa dipahami siapa pun.
Yang mati adalah anggota Geng Yutouhui yang bertahan. Setiap nyawa yang melayang seperti menyayat daging di hatinya.
Kuperkirakan, dengan keahlian secepat kilatnya, Luo Jinlong dan kawan-kawan seharusnya sudah mati sejak lama. Tapi rupanya ia sengaja membiarkan mereka hidup sampai saat ini, hanya untuk menakut-nakuti dari belakang sebagai cara meneguhkan wibawa lewat pembunuhan.
Kecerdikannya menggetarkan. Tapi apa alasan sebenarnya di balik kekejaman ini?
Tak sempat berpikir panjang. Zhenren Shanyang yang bergerak bagai kuda pacu, posturnya bak naga, tiba-tiba mendarat di depan wanita berwajah hijau itu. Kedua tangannya berputar lalu mendorong ke depan.
Telapak tangan ini memusatkan tingkat kultivasi hampir seabad biksu tua itu. Gerakannya yang semula secepat kuda liar tiba-tiba berhenti, menyimpan tenaga lalu melepaskannya dalam dorongan biasa. Terlihat lambat, tapi efeknya seperti ombak besar menghantam tepian, bak pegunungan yang runtuh.
Seandainya yang dihadapi adalah orang biasa, mungkin tekanan menakutkan ini sudah menyebabkan mereka berdarah di tujuh lubang dan tulang remuk.
Tapi apakah gadis berwajah hijau yang bisa membunuh beberapa orang sambil mengobrol dan tertawa ini lawan biasa?
Dari semua orang di sini, kecuali Zhenren Shanyang, hampir semuanya pernah kuhadapi. Namun biksu tua inilah yang benar-benar membuatku merasa tak berdaya dari lubuk hati, bahkan tak ada keinginan untuk melawan. Kedamaian sesaat di tempat ini pun terjadi karena kekuatan Biksu Hidung Sapi ini. Tapi saat dia mengerahkan seluruh tenaga dan menciptakan gelombang raksasa ini, barulah kita benar-benar merasakan kengerian tingkat kultivasinya.
Benar-benar jagoan sezaman yang dulu bisa bertahan melawan Tao Jinhong! Biksu tua moody ini memang punya kemampuan asli. Tapi wanita berwajah hijau itu menyeringai dingin, otot wajahnya berkedut kaku. Tiba-tiba bayangannya menghilang dan mundur ke jembatan. Kedua tangannya mengibas, membuat kekangan yang sudah kulepaskan muncul kembali. Cahaya lima warna - kuning, hijau, putih, merah, hitam - menyembur dari lima jembatan lengkung, terkumpul di tubuh wanita itu. Kemudian dia membentuk mudra dan mendorong perlahan.
Gerakan keduanya begitu lambat, tidak seperti pertarungan seru dengan nuansa pedang dan gerakan gesit yang biasa kami lakukan. Bagi orang lain, ini cuma terlihat seperti kakek-nenek berlatih di taman. Tapi di mata kami, ini bagaikan bara api menghantam bumi - begitu megahnya sampai sulit diungkapkan dengan kata-kata.
Kedua orang menunjuk dari kejauhan, energi qi akhirnya bertabrakan - Boom!
Seluruh Istana Naga Dongting nyaris bergetar, permukaan tanah bergetar tiga kali. Seandainya tidak waspada, mungkin akan terhempas ke tanah. Mataku membelalak sesaat saat melihat wanita berwajah hijau melayang mundur menghilang dalam kabut tebal. Zhenren Shanyang yang termasuk 10 besar ahli se-dunia pun tampak kesulitan, mundur belasan langkah sebelum bisa stabil.
Karena membelakangi kami, ekspresi Zhenren Shanyang tak terlihat. Tapi pasti sangat marah. Tanpa jeda, lengannya mengibas mengeluarkan Tianzi Hu yang tiba-tiba muncul dan menghantam Jembatan Lima Unsur di bagian tersempit.
Tianzi Hu bisa memanjang/memendek, membesar/mengecil sesuai tingkat kultivasi dan kesadaran. Saat memanjang puluhan meter, bahkan naga pun tak sanggup menahan. Tapi saat meluncur maju, lima cahaya menyala menghadangnya 10 meter dari jembatan.
Formasi pengunci naga ini tak bisa ditembus dengan paksa di seluruh dunia.
Zhenren Shanyang segera menyadari situasi buruk. Saat hendak maju untuk mengamati dan menyelidiki keanehan tersebut, tiba-tiba formasi magis tipis di koridor jembatan pecah berderai. Aliran panas menyembul dari bawah jembatan, menyebabkan air raksa yang memenuhi parit sungai mendidih hebat dengan permukaan yang bergolak. Uap perak mulai mengepul dan merayap masuk ke dalam Istana Naga.
Melihat pemandangan ini, Zhenren Shanyang kaget setengah mati. Ia segera merapal mantra dan menggerakkan Hu Kaisar untuk menabrak berkali-kali. Namun setiap serangan tercuci bersih oleh Cahaya Lima Warna, terhalang 10 meter di depan. Semakin gencar serangannya, semakin pekat uap perak dari parit sungai yang perlahan mendekat. Akhirnya ia menghentikan serangan dan menarik kembali Hu Kaisar berbahan giok itu. Ternyata permukaannya telah pudar, jelas menunjukkan kerusakan parah.
Ia menoleh ke wajah kabur Luo Jinlong yang terbaring di lantai, sorot matanya berubah-ubah. Setelah beberapa detik, barulah ia mengonfirmasi ke arah kami: "Jalur ini tertutup. Penguapan air raksa di sungai ini - melihat volumenya, mungkin sudah memenuhi seluruh Istana Naga!"
Kami yang mengamati dari ratusan meter di pusat area sebenarnya sudah memahami situasi. Namun mendengar konfirmasi langsung dari Zhenren Shanyang, semua tak bisa menahan kepanikan.
Setiap orang yang memiliki sedikit pengetahuan umum harus paham, uap merkuri memiliki racun mematikan. Begitu masuk ke tubuh manusia melebihi rasio tertentu, bahkan yang tingkat kultivasinya setinggi Zhenren Shanyang sekalipun—selama masih memiliki tubuh fana—tidak akan bisa lolos dari hukum alam kematian.
Dengan kata lain, apapun identitas sebenarnya wanita berwajah hijau itu, aksinya tadi pada dasarnya mengurung kita di ruang gas beracun. Yang bisa kita lakukan hanyalah menunggu datangnya maut.
Tak ada yang mau mati, apalagi di gunung berharga legendaris seperti ini. Begitu kata-kata Zhenren Shanyang berhenti, keriuhan pun pecah. Orang-orang dari Longhushan dan Yutouhui ramai berdiskusi. Luo Feiyu melirik ke panggung, jarinya mengangkat seutas benang laba-laba yang langsung menempelkannya ke stalaktit raksasa. Dalam tiga dua gerakan, dia menghilang dalam kegelapan.
Yang Zhixiu melakukan hal serupa. Karena uap merkuri masih butuh waktu untuk menyebar ke sini, dengan mencari jalan keluar sekarang mungkin masih ada kesempatan selamat.
Waktu sangat mendesak, tak boleh ada detik yang terbuang. Menghadapi krisis besar ini, semua pihak mengesampingkan permusuhan dan berpencar mencari jalan keluar. Yao Xueqing melihat serpihan kapal yang mengambang di kolam, lalu memanggil kami: "Lu Zuo, aliran air ini juga jalan keluar. Bisakah kalian mengontrol bunga siluman asura di seberang sana untuk membuka jalur aman bagi kami?"
Aku menatap duri-duri yang terus bergoyang di atas kepala, yang setiap saat bisa jatuh menimpa, lalu tersenyum getir: "Ketua Yao, kalau aku bilang bisa, kamu percaya?"
Semua tahu kami juga baru masuk, mana sempat berurusan dengan siluman bunga ini? Yao Xueqing berpikir tiga detik, lalu mulai mencari di hutan stalagmit.
Kepanikan ini membuat semua orang bubar, aula tiba-tiba kosong. Paman di sampingku juga cemas, menarik lengan kami: "Haruskah kita ikut mencari?"
Si Berbulu melirik ke arah pelukanku, lalu menyeringai licik: "Nona Bermuka Hijau itu, jangan-jangan utusan Langit?"
