Enam tujuh ninja yang tadi bertarung bersamaku di halaman, pakaian mereka tidak seperti di film-film yang serba hitam dengan penutup kepala dan berbagai aksesori, melainkan berpakaian biasa layaknya tukang kebun dengan topi jerami, wajah-wajah yang mudah terlupakan. Namun sosok yang tiba-tiba meluncur dari atas tembok ini mengenakan baju tempur hitam dengan zirah hitam di titik vital, kepala terlindungi helm kawat seperti dalam anggar, tombak pendek di tangannya memancarkan kilau dingin yang menunjukkan ini bukan senjata sembarangan.
Awalnya kukira orang ini yang level kemampuannya jelas jauh di atas yang lain adalah pengawal pribadi Kato Kazuo. Tapi saat kulihat sasaran serangannya bukanlah aku, melainkan Kato Kazuo berambut putih yang dikerumuni orang, barulah aku paham keributan besar di halaman belakang tadi mungkin karena upaya pembunuhan ini.
Pikirananku melayang sesaat. Sosok itu menyambar turun. Seorang pria berbaju hitam di sebelah Kato Kazuo menghunus tachi pendek hendak menghadang, tapi penyerang yang mengejar ini begitu ganas. Dengan sekali kibasan tombak, pria berbaju hitam itu terlempar ke batu buatan di taman, darah muncrat deras dari mulutnya, nyaris tak mungkin selamat.
Melihat orang ini begitu ganas, dua tukang kebun yang bertarung denganku pun tak sempat melanjutkan serangan. Mereka berbalik melindungi kepala keluarga, tapi tetap tak mampu menghadapi ninja berbaju zirah seganas harimau macan ini. Sekelompok orang itu tercabik-cabik darahnya, terus terdesak mundur.
Aku dan Si Berbulu menyusup ke sini hanya untuk berbicara dengan Kato tua, mencari kejelasan situasi. Tak ada niat melukai siapa pun, itulah sebabnya tadi saat ketahuan aku tak bertindak kasar. Tapi sekarang melihat ada yang ingin mencabut nyawa ayah Aya, dengan serangan secepat membelah bambu, tentu tak mungkin aku berdiam diri.
Dengan sekuat tenaga kulempar pedangku, memaksa mundur para penjaga yang mengawasiku. Lalu kulanjutkan dengan langkah nekat, jarak 7-8 meter itu tiba-tiba menyusut di bawah kakiku. Akhirnya tebasan pedangku mendarat di tombak pendek sang ninja zirah hitam yang bergerak lincah bak naga.
Braaak... Brummm!
Secara diam-diam kukumpulkan tenaga dalam di tangan. Serangan Pedang Hantu-ku begitu dahsyat, kukira bisa memutus tombak pendek di tangan ninja zirah hitam itu. Tapi saat senjata kami bertabrakan, terdengar gemuruh bergema. Guncangan hebat merambat ke tanganku.
Tombaknya berkualitas, pemakainya ahli. Aku mundur beberapa langkah, memutar Pedang Hantu membentuk lingkaran untuk menyalurkan gaya yang diterima. Sedangkan lawanku terlempar dua kali jungkir balik di udara, baru mendarat mantap di genteng hijau atas pagar halaman kecil.
Tapi setelah Ia menstabilkan tubuhnya, akhirnya menghentikan aura yang mengalir deras, kedua tangan menyilang di dada, berdiri tegak di atas tembok bagai pohon pinus yang kokoh.
Sepuluh lebih pria berkostum hitam di samping Kato Kazuo tiba-tiba melihatku dengan kewaspadaan, sementara beberapa ninja yang menyamar sebagai tukang kebun di halaman pun mendekat. Setelah berdiskusi singkat dan tahu aku juga penyusup istana, tangan mereka meraih sesuatu dari dalam jas, bersiap melemparkannya padaku.
Namun di saat genting ini, Kato Kazuo yang masih gemetar justru mengenaliku. Ia menghentikan pengawalnya lalu berteriak, "Kau Lu Zuo? Ah, bagaimana bisa kau ada di sini?"
Mataku tak lepas dari sosok ninja zirah hitam yang berdiri tegak di atas tembok bagai pohon pinus. Orang ini ahli sejati - selain kemampuan kultivasinya, hanya dengan melihat tekad baja dan ketenangannya dalam membunuh saja sudah cukup mengancam.
Beberapa detik kemudian, dari pintu gerbang muncul sepuluh lebih ninja zirah hitam serupa. Mereka menyebar membentuk formasi bulan sabit, mengurung kami dari kejauhan.
Postur tubuh mereka umumnya pendek, hampir tak ada yang melebihi 160 cm. Tapi dari posisi berjongkok mereka, terpancar aura menyeramkan layaknya ular berbisa yang siap menerkam.
Di antara para ninja zirah hitam yang datang belakangan, ada yang sedang berbisik dengan sosok di atas tembok halaman. Barulah aku punya waktu untuk menjawab pertanyaan Kato senior: "Aku dan Nona Aya adalah sahabat. Dia ada masalah, tentu aku harus datang melihat. Tapi gerbangmu sulit dimasuki, akhirnya terpaksa memanjat tembok."
"Justru kamu, bagaimana bisa sial begini? Di rumah sendiri malah dikejar-kejar sampai melayang keluar..."
Saat aku masih berbicara, kelompok ninja zirah hitam di seberang sudah tak bisa menahan emosi. Mereka mengarahkan senjata tajam mereka dan menerjang ke depan.
Ninja sejati, serangan mematikan mereka selalu berasal dari persembunyian. Saat menggunakan teknik pelarian Lima Unsur untuk melonjak tiba-tiba, ancaman serangan itu paling menakutkan. Tapi ketika pembunuhan diam-diam berubah jadi serangan terbuka, hilanglah daya gentar mistisnya.
Aku melihat lebih dari dua puluh shuriken, jarum caltrop, dan blowgun dengan racun ungu-hitam menyerbu ke arahku. Jelas sekali si brengsek di tepi dinding tadi sudah memberitahu kawan-kawannya tentang ancamanku, sehingga aku mendapat perhatian khusus.
Hati ku geram melihat tingkah mereka yang tak tahu sopan santun. Tanpa basa-basi lagi, pusaran energi ikan Yin-Yang di perutku berputar kencang. Energi Qi melesat naik saat Pedang Hantu tiba-tiba memanjang dua kali lipat. Dengan gerakan pergelangan tangan, pedang itu berubah menjadi kincir angin raksasa yang menyapu jatuh semua senjata tersembunyi yang mengepung tubuhku.
Para penyerang yang berani mencoba membunuh Kato Kazuo di wilayah penting kediaman ini, tentu saja adalah penjahat kafir. Meski melihat Pedang Hantu di tanganku menggumpal dua kali lipat diselimuti kabut hitam, sesekali terdengar lolongan serigala dan jeritan hantu yang mencekam, mereka tetap tak gentar. Dengan senjata masing-masing, mereka menerjang ke arahku dari berbagai sudut.
Ninja yang telah melalui pelatihan profesional biasanya telah dicuci otak, berhati baja, hanya setia pada tuannya dan misi, tanpa sedikit pun belas kasihan. Melihat langkah hantu dan postur tubuh misterius mereka, aku tahu jika sampai terjebak, kematian mungkin datang dalam hitungan menit.
Dengan kesadaran ini, apalagi lawanku adalah orang Jepang, aku tak lagi menahan tekad brutal di hati. Pedang Hantu kusabetkan, menebas ke arah para ninja lincah di depanku.
Dalam film dan biografi sastra, setiap ninja digambarkan seperti Hattori Hanzo atau Sanada Yukimura - legenda yang bisa mengalahkan ratusan musuh dengan trik mistis nan misterius. Namun menghadapi pasukan ninja berbaju zirah hitam yang lincah ini, aku tak merasakan tekanan berarti. Mereka lemah seperti perempuan, hanya mengandalkan kelincahan untuk menang, dan di bawah Pedang Hantu, tak ada yang bisa bertahan lebih dari satu serangan.
Kabut hitam di Pedang Hantu menggeliat liar, memotong tubuh-tubuh bagai mengiris sayur. Darah muncrat ke segala penjuru.
Hatiku dingin seperti besi, sama sekali tak peduli bahwa aku berada di kota megah di negeri asing. Pembantaian habis-habisan ini juga kulakukan untuk melepaskan kebencian atas ketidakadilan Kuil Ise terhadap Aya. Pedang Hantu itu bergerak lincah bagaikan naga berenang. Kumeragakan gerakan Naga Hijau Kecil yang kuperhatikan meliuk-liuk di udara selama ini, mengayunkan pedang itu hingga berputar cepat. Banyak anggota tubuh manusia kulepaskan dari sendinya.
Pertarungan kontak langsung ini berakhir dalam waktu singkat. Pedang Hantu bagaikan tank yang tiba-tiba muncul di hadapan dunia, menyerbu dengan kekuatan penuh bak sosok tak terkalahkan. Para ninja zirah hitam yang ahli bertarung dengan kelincahan justru terpukul telak. Begitu bertarung, 5-6 orang langsung tumbang. Separuh kekuatan mereka hancur, membuat mereka panik dan berteriak-teriak. Ada yang melemparkan benda ke tanah - pil-pil, asap hitam, atau asap putih yang tiba-tiba mengepul.
Asap hitam mengandung racun, sementara asap putih menutupi pandangan. Area sekitar seketika dipenuhi kabut tebal. Para pengawal di dekat Kato Kazuo berteriak-teriak. Khawatir dia terbunuh dalam kekacauan ini, tiba-tiba Si Berbulu muncul dari pintu samping dan langsung berdiri di samping Kato senior.
Melihat bayangan Si Berbulu, hatiku sedikit tenang. Langsung kuterjang ke depan yang diselimuti kabut hitam. Tiba-tiba desau angin di atas kepala bergemuruh. Ninja zirah hitam terkuat yang berdiri di tepi dinding itu ternyata membatalkan rencana membunuh Kato Kazuo, malah ingin bertarung habis-habisan denganku. Melayang turun, tombak pendek di tangannya langsung menghunjam dadaku.
Penglihatan remang-remang, situasi kacau balau. Memanfaatkan momentum, Tian-Di-Ren (Langit-Bumi-Manusia), tiba-tiba melesat. Orang ini benar-benar ahli ninjutsu yang paham betul cara memanfaatkan situasi. Pada saat itu, seluruh aliran Qi-ku terkunci mati olehnya. Aku bahkan merasakan sensasi tak berdaya yang muncul tiba-tiba.
Tentu saja, rasa tak berdaya itu mungkin hanya tipuan ninjutsunya. Kusingkirkan aura menakutkan yang menyelimuti kepala ini. Kugenggam erat Pedang Hantu, lalu kuhunjamkan ke atas. Ujung Pedang Hantu bertabrakan dengan mata tombak. Sedikit berhenti, dua kekuatan itu bertubrukan hebat. Pedang Hantu bergetar, ujungnya langsung merobek tombak logam itu menjadi dua belahan. Pecahannya melesat ke arah tangan lawan.
Ninja zirah hitam itu berputar di udara, lalu lenyap tanpa jejak. Tapi tipuan mata macam ini mana mungkin lolos dari medan Qi-ku yang terbuka lebar. Segera kurasakan aura angker merembes dari kolam air di samping. Kutebaskan Pedang Hantu, bilah tajamnya menyambar.
Sruuk!
Sebuah lengan terlempar, menumpahkan darah bergejolak di tanah. Mendengar suara gesekan udara Pedang Terbang Lei Fa Si Berbulu yang melesat dalam kabut, aku tak lagi punya keinginan untuk mempelajari teknik ninja Jepang yang termasyhur itu. Badanku menempel erat pada sosok itu, dalam dua tiga gerakan, pedangku sudah menembus dada-perut ninja zirah hitam terkuat ini. Bilah pedang yang berputar-putar di rongga dadanya akhirnya membuatnya menjerit keras, memuntahkan potongan daging hancur, lalu tubuhnya rubuh tak bernyawa.
Ninja Jepang paling terkenal bukan karena misteriusnya atau jurus beladirinya, melainkan kesetiaan yang mencapai titik mesum. Sebelum beraksi, mereka sudah menyimpan racun di mulut dan kerah baju - sedikit saja ketahuan langsung bunuh diri. Maka tak perlu repot menangkap hidup-hidup. Dengan persepsi medan Qi, kuhabisi semua ninja zirah hitam yang bersembunyi di kolam dan batu buatan. Dua orang yang mencoba kabur pun dihabisi Pedang Terbang Si Berbulu.
Saat asap tersapu angin, terhamparlah potongan daging dan mayat yang berbau darah segar. Segalanya akhirnya tenang, hanya terdengar raungan kesakitan yang sayup.
Melihat ancaman telah sirna, Kato Kazuo yang dikerumuni orang di ruang dalam mendorong perlahan beberapa orang di depannya. Ia mendekati mayat ninja zirah hitam yang kubunuh tadi, membuka penutup kepalanya. Terkuaklah wajah pucat seorang pemuda.
Ia tidak mengenal, kuputar kepala ke samping, ada seorang tukang kebun yang sedikit lebih tua datang melirik, mengangguk ringan dan menyebut sebuah nama, wajah Kato tua langsung pucat pasi: "Ninja tingkat menengah ketiga Iga, Aura Mengerikan Naoto?"
