Kota kecil ini dari luar terlihat tidak terlalu besar, namun sebenarnya memiliki kedalaman yang luas. Semakin masuk ke dalam, kabut semakin tebal, jauh lebih luas dibandingkan kota kecil biasa yang bisa dilihat ujungnya. Namun Xu Ming sepertinya sangat memahami kondisi di sini, berjalan cepat tanpa berhenti dengan lancar. Ketenangannya justru kontras dengan keragu-raguanku karena pengaruh lingkungan, membuatku terus-menerus menoleh ke belakang, melihat konfrontasi di mulut kota yang telah terjebak dalam kebekuan, bahkan sudah bersiap-siap untuk bertempur.
Banyak sekali Niu Tou (Kepala Sapi), hanya seorang kakek botak yang memikulnya. Jika ia bisa bertahan, bukankah itu berarti lebih hebat dari Tao Jinhong?
Pikiranku kacau balau, namun Xu Ming sama sekali tidak menghiraukan, berjalan cepat melintasi gang yang sesekali dihuni satu dua pejalan kaki. Namun mereka seolah tidak melihat kami, menunjukkan topeng yang diberikan Xu Ming padaku bekerja dengan baik. Aku masih merasa khawatir, bertanya lagi pada Xu Ming: "Benarkah para Niu Tou itu tidak akan menerobos masuk? Kekuatan mereka sangat hebat, satu saja sudah sulit dihadapi, apalagi sekelompok besar seperti ini. Bagaimana kota kecil ini bisa menahan serangan mereka?"
Mendengar pertanyaanku, Xu Ming berhenti berjalan. Ia menoleh memandangiku, terdiam sejenak sebelum berkata dengan terkejut: "Maksudmu... kau sudah bertarung dengan Sang Pemburu Jiwa itu?"
Aku mengangguk, "Tadi di hutan, aku membekukan satu Niu Tou. Dari situasinya sepertinya tidak mungkin selamat."
Xu Ming memandangiku dari atas ke bawah dengan tak percaya. Melihat reaksinya yang berlebihan, aku kesal: "Apa masalahnya? Aku bukan panda raksasa!" Xu Ming menarik napas panjang: "Lu Zuo, aku benar-benar salut padamu. Sejujurnya, kota hantu ini adalah tempat yang diciptakan oleh dewa purba dengan formasi magis. Begitu para Pemburu Jiwa masuk, kekuatan mereka bukan saja merosot tajam, bahkan bertahan hidup pun tak bisa. Itulah alasan si kakek tua berani bertindak berani. Tapi di luar, setiap dari mereka memiliki kemampuan setara ahli terkemuka di dunia. Jika kau bisa mengalahkannya, berarti kau..."
Ia menghela napas panjang, aura keterpurukan terpancar dari dirinya. Tanpa menghiraukanku lagi, ia melanjutkan memimpin jalan.
Mendengar Xu Ming mengatakan tempat ini dilindungi formasi, hatiku agak tenang. Dengan formasi penjaga, tak perlu menghadapi gerombolan Niu Tou yang terdiri dari ribuan cacing iblis, beban di dadaku pun berkurang. Langkah kaki terasa lebih ringan, dan segera kami sampai di depan bangunan lima lantai berstruktur tanah-kayu yang menjadi landmark Kota Hantu. Kukira ini tujuan kami, namun kurasakan otot di balik baju Xu Ming mendadak tegang. Ia menoleh dan mendesakku: "Cepatlah!"
Sambil bergumam pelan, ia berusaha menghindar ke arah lain. Tiba-tiba, siluet ramping menghadangnya: "Berhenti, Xu Ming! Mau kabur ke mana?"
Pemakai topeng yang sama dengan kami ini bertubuh bak model. Ingatanku tajam - dari suara manisnya langsung kukenali: ini adalah "Kakak Chiling" dari Sekte Iblis, Sang Bintang Iblis asal Pulau Harta Taiwan yang dijuluki "Xié Líng Shuāng Shū" bersama Utusan Kanan Luo Feiyu. Kusorotkan pandangan ke perutnya - saat pertempuran di markas besar dulu, pedang batu Huang Chenqu Jun pernah menembus abdomennya. Tampaknya luka itu tak separah yang kubayangkan.
Mampu menyelamatkan Sang Bintang Iblis yang dalam kondisi seperti itu, bisa dibayangkan Jin Can Gu nasib dasar milik Xiao Foye bukan hanya berukuran besar, efektivitas lainnya pastinya juga luar biasa.
Memikirkan ini, rasa penasaranku terhadap Xiao Foye yang belum pernah terlihat semakin bertambah, sedikit harapan mulai menggelora di hati. Kukira jika bisa menemukan Xiao Foye di sini dan membunuhnya, tak perlu lagi bersusah payah mencari kemana-mana. Tapi segera kumemadamkan niat ini, karena bahkan Tao Jinhong sekalipun, tanpa bantuan orang lain, mungkin akan ditenggelamkan oleh kekuatan Sekte Iblis di sini sampai mati.
Memang ada orang yang mampu melawan 10 ribu orang di dunia ini, tapi itu tergantung siapa lawannya.
Menghadapi pertanyaan Sang Bintang Iblis, Xu Ming menjawab datar: "Aku berniat melakukan ritual spiritual di Kuil Nenek sebelah barat. Ada perlu apa, Da Ren Bintang Iblis?" Sang Bintang Iblis melirik Xu Ming lalu memutar kepalanya ke aarku. Wajahnya yang tanpa ekspresi seperti topeng kulit manusia, lalu bertanya: "Siapa ini? Mengapa aura-nya tidak kurasakan?"
Sang Bintang Iblis mengenali orang melalui aura. Sedangkan aku memakai Cincin Pengasingan yang menyembunyikan semua aura, membuatku tampak seperti orang biasa dengan kemampuan lemah. Makanya dia tak mengenaliku sebagai si pembuat sakit kepala Sekte Iblis. Xu Ming tidak berlama-lama, hanya menjawab singkat: "Ini sahabatku."
Menghadapi jarak dingin Xu Ming, Sang Bintang Iblis mendengus dengan suara dingin, "Sahabat? Kau Xu Ming di sini memang sudah berhasil menjalin banyak hubungan. Tapi demi keamanan Xiao Foye, aku tetap harus memeriksamu."
Sambil berkata demikian, dia mengulurkan tangan untuk meraih topengku. Mana mungkin aku membiarkannya berhasil. Tepat saat jari-jari putih jenjangnya hampir menyentuh topengku, aku mundur selangkah tepat waktu, menghindari raihannya. Sang Bintang Iblis terkejut dengan kegagalannya, hendak mengumpulkan tenaga untuk menyerang lagi. Saat itu Xu Ming langsung menghadang di depanku, berkata dengan suara membeku: "Nona Lin, kabar tentang Xiao Foye di sini adalah Sangat Rahasia. Harap diingat, kekuatan di kota hantu ini bukan hanya kami. Ada sisa-sisa Istana Kolam Suci di Gunung Langit, Pulau Penglai di Laut Timur, bahkan Gua Racun Sepuluh Ribu di Perbatasan Miao. Belum lagi beberapa pihak di atas kota ini—mana ada yang lebih rendah dari Xiao Foye? Kalau benar-benar terjadi keributan, sanggupkah kau memikul tanggung jawabnya?"
Posisi Xu Ming di Sekte Iblis sebenarnya tidak tinggi. Tapi entah mengapa, saat ini dia tidak hanya setara dengan Dua Belas Bintang Iblis, bahkan hak suaranya secara samar melebihi mereka. Diperingatkan demikian oleh Xu Ming, bola mata di balik topeng Sang Bintang Iblis berputar-putar. Setelah mendengus, dia melemparkan ancaman: "Kita lihat nanti!" Lalu pergi.
Aku juga bukan orang yang tidak tahu terima kasih. Melihat punggung Sang Bintang Iblis menghilang dalam kegelapan, aku sadar Xu Ming benar-benar berusaha menjagaku dengan maksimal. Dengan tulus aku mengucapkan terima kasih. Xu Ming mengangguk perlahan tanpa berkata apa-apa, lalu membawaku melanjutkan perjalanan.
Setelah berjalan cukup jauh, bangunan di sekitar semakin berkurang. Di kejauhan terlihat kontur besar yang menyerupai gerai gapura. Xu Ming mempercepat langkahnya, bagai tidak menyentuh tanah, hingga kami cepat sampai di depannya. Tampak jelas sebuah gerai gapura tradisional setinggi belasan meter dengan struktur bata dan kayu, bergaya khas Kota Hantu Fengdu. Di belakang gerai gapura itu, di atas hamparan tanah lapang tiba-tiba muncul kompleks kuil yang sangat kontras dengan gapura megah itu. Meski tidak sampai hampir roboh, bangunan ini jelas terlihat berisiko.
Kompleks kuil itu tidak besar, terdiri dari satu aula utama, dua kamar samping, dan halaman kecil di belakang. Xu Ming mendekati depan kuil dan menyatukan tangan untuk ritual permohonan. Tak lama, pintu penuh lubang itu terbuka. Xu Ming kemudian memimpinku masuk berurutan seperti ikan ke dalamnya.
Aku memperhatikan sekeliling, aula utama ini benar-benar tidak ada yang istimewa. Di mana-mana terlihat debu dan tata letak yang rusak, hanya patung dewi berbalut sutra merah di atas altar utama dan beberapa bantal duduk di bawahnya yang terlihat agak bersih. Setelah Xu Ming masuk, dia terus membungkuk dengan hormat menciptakan suasana sesak. Aku pun tak berani banyak bicara, hanya mengamati sekilas sambil menyorotkan pandangan ke patung shen di hadapan - sebuah arca dewi berbadan emas dengan wajah teduh meski tidak cantik, memberikan kesan akrab seperti nenek sendiri.
Kami menunggu sekitar waktu minum teh. Tiba-tiba dari sebelah kiri terdengar suara 'creek' pintu kayu, lalu muncul seorang nenek tua bertongkat yang jalannya gemetaran. Melihat kami, dia tersenyum teduh sapa pada Xu Ming: "Xiao Mingzi, sudah lama tidak berkunjung. Kali ini apa yang membuatmu mencari nenek?"
Sambil berbasa-basi dengan Xu Ming, dia mengajak kami duduk di bantal di bawah patung. Aku tak berani menatap terlalu jelas, tapi dari pandangan sekilas, wajah nenek ini mirip dengan arca dewi di kuil. Ada juga perasaan familiar yang aneh. Saat dia duduk, Xu Ming membimbingku duduk berseberangan lalu berkata sopan: "Nenek, bukankah aku datang khusus menjengukmu?"
“Lihat aku? Sepertinya kamu yang butuh bantuanku. Katakan, apakah karena seberang gunung di selatan kota kecil itu, atau ada hal lain? Kau harus tahu, secara prinsip aku takkan ikut campur urusan-urusan begini. Jadi jangan ajukan permintaan yang keterlaluan!” Nenek tua ini mengendurkan keriput di wajahnya, tutur katanya penuh keakraban yang membuatku merasa ada ikatan keluarga tersisa antara dia dengan Xu Ming. Adapun soal seberang gunung itu, jangan-jangan...
Xu Ming yang dapat peringatan dari nenek berwajah teduh ini hanya tersenyum kecut. "Aku tahu, nenek. Untuk urusan sebelumnya, nenek sudah sangat memberi muka. Aku tak berani meminta lebih. Tapi kedatanganku kali ini untuk teman ini," katanya sambil menunjukku, "Dia tak tahu kenapa tiba-tiba sleepwalking ke sini. Jika tak bisa pulang dalam tujuh hari, dikhawatirkan akan terjebak selamanya di sini. Karena itu, mohon bantuan nenek."
Xu Ming menunjuk ke arahku. Segera kukencangkan tulang punggungku yang sedang bersila di atas bantal duduk, membiarkan nenek berwajah teduh itu mengamatiku dari ujung rambut sampai ujung kaki.
Wanita tua di seberang ini melirikku, tanpa berpikir panjang langsung menggelengkan kepala. "Dia bukan punya tujuh hari lagi. Kalau setelah tiga hari belum kembali, tubuh ini mungkin sudah jadi milik orang lain," katanya sambil memasukkan jari tengah kanannya ke mulut, mengolesi sedikit air liur di telapak tangan kiriku. Tiba-tiba matanya terbelalak lebar, suaranya berapi-api: "Tidak! Kenapa kau?"
