Meskipun Naihe Mingyuan yang sedang digigitnya dengan kejam itu masih melawan sekuat tenaga, anggota tubuhnya terus bergerak, namun ini tidak menggangguku untuk mengamati wanita ini——sejujurnya, dia adalah salah satu dari sedikit wanita dengan kecantikan sempurna yang pernah kulihat seumur hidup, parasnya sempurna, mata almond dan bibir ceri, kulit seputih salju serta postur tubuh yang proporsional, membuat siapapun yang melihatnya ingin melakukan kejahatan, meskipun tubuh anggunnya telah terbungkus sepenuhnya oleh dedaunan hijau, justru memancarkan aura menggoda yang seolah ingin mengatakan sesuatu tapi ragu.
Namun begitu melihat khas botaknya yang ikonik itu, seluruh tubuhku langsung lemas——si iblis ini, bukankah dia Xiao Heitian yang dulu dibakar mati oleh Master Shixiong?
Ternyata Master Shixiong tidak berhasil membakarnya sampai mati, hanya mengembalikannya ke tempat asalnya?
Yang bergema dalam pikiranku bukanlah suara manusia, melainkan komunikasi kesadaran, suara yang berasal dari hati. Bahasa yang digunakan di sini pernah didemonstrasikan oleh Harimau Kucing Besar (Tuan Kulit Harimau) sebelumnya, sebuah bentuk bahasa yang berbeda dengan semua bahasa di dunia saat ini, hanya siluman seperti burung gemuk itu yang bisa mempelajarinya. Kulepaskan pegangan, jatuh bebas dari pucuk pohon, lalu menatap wanita botak yang memesona ini sambil berkata hati-hati: "Meski dulu kau pernah mencoba membunuhku, tapi yang mengembalikanmu ke sini bukanlah aku..."
Aku sedang mencoba membuat perjanjian damai dengannya, karena Xiao Heitian benar-benar makhluk yang membuat putus asa, dan ini adalah wilayah kekuasannya. Dengan bonus lingkungan dan tubuh yang sepenuhnya matang, sungguh sulit mengatakan ada peluang menang jika benar-benar bertarung. Lagipula di tempat kacau ini, bertarung seperti ini terlalu mencolok. Bahkan jika menang dengan susah payah, para MAHIR misterius yang terus berdatangan dari belakang pasti bisa menghancurkanku.
Namun pengorbananku ini tidak mendapat pengertian dari Xiao Heitian. Di balik sorot matanya yang indah bagai bintang di langit, berkobar cahaya pelangi merah darah. Dengan tiga dua tegukan, dia menghisap habis cairan otak monyet air itu, melemparnya sembari mengusap bibir cerinya yang merah muda dengan punggung tangan putih mulus. Senyumnya merekah saat suara bergema dalam pikiranku: "Hm, pejantan perkasa. Nanti kuhamili dulu sebelum kusantap, pasti lezat!"
Suara itu belum juga menghilang ketika tubuhnya langsung berubah menjadi bayangan ilusi. Dari jarak belasan meter, dia tiba-tiba sudah berdiri di hadapanku.
Kulempar Sang Bintang Iblis yang kugenggam erat ke samping. Telapak kanan bergetar, Qihai di bawah perut bergerak. Pusaran energi ikan Yin-Yang berputar gila-gilaan. Energi Qi dari seluruh tubuh mengalir deras melalui meridian menuju telapak tangan. Dengan metode visualisasi, kutaktifkan Tangan Iblis Sihir yang tersegel, menghujam seperti meriam kaliber besar ke arah Xiao Heitian yang menyergap.
Boom...
Telapak tangan ganda saling bertabrakan, seolah seluruh dunia ikut gemetar. Kekuatan dahsyat yang saling memaksa antara kedua belah pihak menjelma menjadi gelombang kejut bergema, menyebar ke segala penjuru dalam wujud angin dan tenaga. Terhembuslah ranting-ranting patah dan daun-daun kering, sementara para Naihe Mingyuan yang tak sempat berpijak mantap terpelanting beberapa kali di tanah sebelum akhirnya terguling ke samping. Aku pun tak sanggup menahan serangan gencar Xiao Heitian ini, mundur teratur beberapa langkah. Namun anehnya, Xiao Heitian sendiri hanya mundur tiga langkah. Pipinya sempat memerah sebentar sebelum kembali normal.
Meski tak terluka, serangannya sempat melambat sejenak. Di sisi lain, Xingmo yang khawatir akan keselamatanku segera meniup seruling gioknya, mengomandoi para Naihe Mingyuan yang tersisa sebagai umpan meriam untuk memanjat mendekati Xiao Heitian.
Setelah diterkam Kadal Naga Berduri Pedang, jumlah Naihe Mingyuan yang masih hidup dari rombongan kami tak sampai dua puluh. Namun begitu mendengar panggilan Shen, mereka langsung bersemangat memukul-mukul dada sambil menjerit-jerit lantang, seolah ingin menggelegarkan suara terakhir mereka di dunia fana ini sebelum menyerbu Xiao Heitian. Secara logika, makhluk-makhluk ini sebenarnya penguasa Sungai Naihe. Tapi segalanya jadi relatif - musuh alami mereka, Kadal Naga Berduri Pedang, bisa dihabisi Xiao Heitian hanya dengan satu jurus hingga tengkoraknya pecah berantakan seperti semangka, sementara rekan-rekannya hanya dijadikan camilan pembuka.
Perbedaan kemampuan yang begitu besar membuat mereka bagai bagian terbawah rantai makanan, sama sekali tidak memiliki harapan untuk hidup. Begitu maju, mereka langsung meledakkan api Yin dalam tubuhnya, hanya berharap bisa melukai sedikit saja nona cantik botak yang menakutkan dan kejam itu.
Adegan belasan Naihe Mingyuan meledakkan api Yin dalam tubuh mereka secara serentak tentu sangat mengejutkan. Gaya bandit tangguh "tak punya sepatu tak takut pada yang bersepatu" ini benar-benar membuatku terpana. Meskipun hubunganku dengan monyet-monyet air ini adalah musuh sekaligus sekutu, aku tahu sebenarnya mereka juga makhluk berakal. Namun melihat mereka begitu rela mati tanpa rasa takut maupun penyesalan, hatiku pun dipenuhi kesedihan.
Banyak orang zaman sekarang menyebut diri sendiri jomblo, tapi lihatlah monyet-monyet ini! Berani mati demi shen, ini semangat apa sebenarnya?
Daging beterbangan bagai bunga mekar, api Yin menyambung tak putus. Karena perbedaan makanan sehari-hari, warna api Yin mereka pun bervariasi: ada nyala pucat yang dingin, sinar biru kehijauan, juga kuning pucat seperti krisan. Namun daging yang meluncur itu sama sekali tak bisa melukai kulit Xiao Heitian yang tampak halus dan tipis. Api Yin yang berkobar-kobar pun hanya berhasil membakar daun raksasa yang membungkus tubuh Xiao Heitian, memperlihatkan sosok femininnya yang angkuh dengan jelas.
Hampir seketika, di hadapanku terbentang kobaran api yang terlihat begitu mencolok di bawah bayangan pohon yang seram itu.
Namun ketika Xiao Heitian melangkah perlahan keluar dari kobaran api, suasana itu justru memancarkan keputusasaan yang begitu mencekam.
Dari pihak kami masih tersisa dua Naihe Mingyuan yang belum menyerbu. Melihat Xiao Heitian yang telanjang muncul dari cahaya api, mereka saling bertatapan, merintih pelan, lalu tanpa menolong sama sekali meninggalkan tempat ini dan berlari pontang-panting ke arah jalan datang—tak ada yang mau mati sia-sia. Bahkan bagi buronan sejati sekalipun, ketika segala yang diperjuangkan tak lagi bermakna, menyerah mungkin adalah kebebasan.
Akhirnya aku paham mengapa banyak jagoan hebat yang nyawanya melayang di sini. Tak perlu menyebut yang lain, kehadiran Xiao Heitian sebagai penjaga saja sudah cukup membuat orang jadi gila.
Menyaksikan pasukan Naihe Mingyuan-nya hampir hancur tak tersisa, bola mata Sang Bintang Iblis memerah seketika. Ia mencabut pedang lentur di pinggangnya, menjejak ringan dengan ujung kaki, lalu langsung menerjang. Postur Sang Bintang Iblis setinggi model, sementara Xiao Heitian juga berperawakan jangkung. Dibandingkan mereka, aku justru terlihat lebih pendek. Menyaksikan pertarungan keduanya—satu sisi pedang lentur yang diayunkan bagai bintang di langit, sisi lain tubuh berselimutkan sutra putih salju yang memesona—ini benar-benar seni pertarungan yang sempurna.
Tapi semua keindahan itu justru terlihat begitu berbau darah ketika dibentangkan di atas medan perang yang dipenuhi mayat dan daging monyet air.
Aku awalnya masih berharap, merasa bahwa saat itu Tujuh Pedang bisa mengendalikan Xiao Heitian, sedangkan Master Shixiong bahkan berhasil memukulnya kembali ke wujud asli dengan sebuah Fu api. Saat ini, kemampuanku tidak kalah dari mereka sebelumnya, bahkan jauh melebihi. Mungkin masih ada kesempatan. Namun setelah pertarungan telapak tangan tadi, baru kusadari bahwa Xiao Heitian yang baru lahir dibandingkan dengan bentuk matangnya sekarang, perbedaan kekuatannya bagai langit dan bumi.
Waktu itu, Xiao Heitian baru bisa dikalahkan setelah dikepung oleh Bhante Banjong, aku dan Si Berbulu, Tujuh Pedang, Master Shixiong, serta sejumlah ahli lainnya. Sekarang, meskipun ada pasukan bunuh diri Naihe Mingyuan dan kehadiran Sang Bintang Iblis dari Sekte Iblis, mengalahkannya tetap merupakan hal yang sangat sulit.
Yang paling menyebalkan adalah, meskipun cewek ini terlihat persis seperti manusia, pola pikirnya adalah spesies yang sama sekali berbeda. Dia sama sekali tidak menganggap kami sebagai sesama, juga tidak bisa berkomunikasi. Di hatinya hanya ada makan dan kawin, sama sekali tidak ada kemungkinan untuk berdamai.
Sang Bintang Iblis mengeluarkan pedang lentur, jurus-jurusnya begitu indah bak bunga bermekaran. Untuk melawan musuh yang lebih lemah atau syuting film, efeknya pasti sangat bagus. Tapi menghadapi lawan menakutkan seperti Xiao Heitian, dia mulai kehabisan tenaga. Hanya dua tiga gerakan sudah terdesak ke sisi lain. Ketika Xiao Heitian hendak menghajar habis-habisan, aku pun maju menghadang.
Sang Bintang Iblis bukan lawan, tapi aku bisa bertarung sengit dengan Xiao Heitian. Saat aku mengeratkan gigi dan bertarung habis-habisan, sebenarnya aku juga binatang buas yang ganas. Hanya dengan kekuatan fisik, aku masih bisa menahan serangan terus-menerus dari Xiao Heitian ini.
Sementara aku menahan dari depan, serangga gemuk itu merayap keluar licik dari tubuh Kadal Naga Berduri Pedang. Ia menyamar dalam kegelapan sejenak, menyembunyikan aura-nya, lalu tiba-tiba melesat langsung menuju area mekar bunga krisan di tubuh nona telanjang itu. Jurus andalan serangga gemuk yang terkenal ganas ini ternyata tak mempan pada Xiao Heitian yang bukan manusia. Serangga yang biasanya tak tertembus ini justru terhempas seperti menabrak baja, benturan keras itu membuatnya terjatuh, lalu diinjak telapak kaki bulat putih berkilau hingga terbenam dalam tanah.
Tapi untungnya serangga gemuk ini adalah Jin Can Gu nasib dasar yang tak bisa dikukus, direbus, dipalu, digoreng, atau dihancurkan - sebutir inti tak tergoyahkan. Ia tak gentar menghadapi serangan apapun dan tetap tak terluka.
Serangga gemuk mengalami kekalahan, sementara aku, seorang ahli Gu, kehilangan siluman kecil, Duoduo, dan bantuan lainnya, hanya bisa mengatupkan gigi dan mengandalkan tingkat kultivasiku untuk bertahan di depan. Sang Bintang Iblis melihat situasi tidak menguntungkan dan datang membantu. Meskipun berhasil bertahan dari beberapa gelombang serangan, namun Xiao Heitian yang tak sabar dengan beberapa gerakan langsung mengalihkannya ke samping. Tubuhnya terhempas keras ke pohon, napasnya tertahan, dan ia meluncur lembek ke bawah.
Aku bertarung dengan susah payah, namun tidak selalu ditindas. Saat ini, aku telah memiliki kemampuan sejati yang mampu menyaingi para master. Bahkan tanpa bantuan satu teman pun, dengan pusaran energi ikan Yin-Yang di perutku, tubuh yang ditempa sekuat baja, serta kesadaran yang menyatu dengan warisan Yelang - meski tak bisa mengalahkan si pencuri kecil ini, setidaknya kematianku tak akan terlalu mengenaskan.
Tepat saat pertarungan kami mencapai puncak kepuasan, tiba-tiba dari belakang hutan melompat seorang Pendeta Tao Tua berambut kusut. Melihat pemandangan di sini, ia berteriak histeris: "Wu Liang Tian Zun! Cepat lihat! Ada wanita telanjang pantat sedang berkelahi di sini!"
