Di bawah bayang-bayang krisis besar di belakang, tak ada yang membantah perintah untuk menyelamatkan diri. Aku juga sudah jelas menyatakan akan turun menyelamatkan orang, sehingga beban psikologis semua orang pun terangkat. Dalam waktu singkat, pasukan besar mundur dengan tegang namun teratur. Bersama Si Berbulu, ditemani Duoduo dan siluman kecil, aku perlahan merangkak menuju aliran sungai di bawah.
Raungan kemarahan makhluk raksasa di belakang masih terus bergema. Meski terhalang beberapa puncak gunung, dentuman kerasnya masih jelas terdengar. Tapi karena Si Berbulu bilang anjing hitamnya takkan kalah, untuk sementara aku tak perlu terlalu khawatir. Aku fokus mengamati area yang telah membuat dua puluh lebih orang tersesat ini.
Ini adalah aliran sungai tersembunyi di lembah pertemuan dua gunung. Beberapa puluh tahun lalu mungkin masih ada aliran air di sini, namun karena perubahan jalur sungai atau sebab lain, kini hanya tersisa batu-batu berbentuk aneh dan mengerikan. Celah batu itu terletak di sisi kiri aliran sungai, berbentuk seperti zaitun ramping dengan panjang beberapa zhang. Bagian tersempit hanya muat untuk satu kepalan tangan, sedangkan bagian tengah bisa memuat dua orang - ciri khas topografi karst.
Tempat seperti ini sebenarnya sering kulihat di rumahku, biasanya merupakan pintu masuk ke gua batu kapur. Namun yang berbeda dari tempat lain, di sini seringkali muncul hembusan angin tajam yang berhembus dari luar ke dalam, kadang disertai daya hisap dahsyat yang tiba-tiba muncul. Seandainya kami tidak berpegangan erat pada pepohonan di tepi lereng, mungkin sudah tersedot ke dalam. Kami merundukkan tubuh turun ke tepi sungai kecil. Saat daya hisap itu perlahan menghilang di balik celah-celah batu hitam legam, aku menoleh ke Si Berbulu dan bertanya: "Apa kau mencium aura formasi magis?"
Ia menggelengkan kepala, "Tidak, tapi ada bau anyir yang aneh."
Siluman kecil memeluk lengan sambil mengangguk, "Betul! Di dalam ada makhluk yang setiap hari berguling-guling di lumpur busuk. Jijik sekali! Daripada masuk perangkap lagi, lebih baik kita urungkan niat?"
Aku tersenyum getir, "Meski Kepala Departemen Lou berniat jahat, tetap saja dia rekan satu organisasi. Mengingkari janji di tengah perang dengan alasan seperti ini tidak pantas. Lagipula, dua puluh lebih prajurit itu tak bersalah. Ingat Yang Cao? Dulu dia sering menolong kita saat kita susah. Manusia harus tahu berterima kasih, kalau tidak apa bedanya dengan binatang sialan?"
Siluman kecil paling tidak tahan mendengar omelanku. Dengan gerakan tangan kesal ia berkata, "Beres, beres! Dasar cerewet! Ayo selamatkan mereka kalau begitu!"
Diskusi kami berdua di sini belum selesai, Si Berbulu sudah memegang erat pedang Lei Fa dan mendekati tepi celah batu itu. Sambil berpegangan pada tebing batu di sampingnya, dia menunduk melihat ke dalam. Tiba-tiba muncul daya hisap dahsyat dari ruang dalam, batu-batu di sekitar kami terangkat ke udara dan melesat masuk ke dalam gua. Batu yang melayang di udara itu memiliki momentum mengerikan, Si Berbulu memilih menangkis dengan gesit daripada bertarung langsung. Namun saat itu juga, Duoduo yang sedang melayang tiba-tiba bergerak tak terkendali menuju mulut gua yang gelap gulita.
"Duoduo!" Aku terpekik ketakutan, refleks mengulurkan tangan untuk menahannya. Tapi terlambat setengah langkah, jemariku hanya menyentuh udara kosong.
Segalanya terjadi terlalu cepat, tak memberi waktu sedikitpun untuk bereaksi. Kulihat sosok Duoduo berubah menjadi cahaya putih dan menghilang ke dalam kegelapan.
Seperti pasang-surut, setelah energi hisap yang membuat hun kami berguncang itu lenyap bersama masuknya Duoduo, kami bertiga saling bertatapan. Tanpa ragu sedikitpun, kami langsung menerobos masuk ke dalam retakan batu itu.
Celah ini sangat lembab, permukaannya ditumbuhi lumut. Aku tergesa-gesa melangkah, tiba-tiba terpeleset jatuh. Setelah terguling beberapa kali, akhirnya bisa mengembalikan keseimbangan tubuh. Tak peduli nasib alat ritual, kuhunjamkan Pedang Hantu di tangan kanan ke celah batu, menghentikan jatuhnya. Si Berbulu dan Siluman Kecil jauh lebih lincah, berdiam mantap di atas batu licin itu.
Tak tahu kapan daya hisap itu akan muncul lagi, aku tak berani berlama-lama. Bangkit sambil memicingkan mata memandang ke bawah. Tampak beberapa langkah lagi ada tebing setinggi tiga empat meter. Di balik tebing itu terbentang lorong sempit yang gelap dan panjang. Sampai pandangan terjauh, tak terlihat bayangan Duoduo. Mungkin tersedot masuk oleh angin siluman tadi.
Tempat ini, sebenarnya ada apa?
Masalah menyangkut Duoduo membuat hatiku gusar. Langsung kuhunus Pedang Hantu dan melompat dari tebing batu tadi. Begitu mendarat, terdengar suara berderak. Hampir saja keseleo. Melihat ke bawah, kudapati lapisan tipis tulang belulang. Di samping kaki ada tengkorak abu-abu pucat. Di rongga matanya yang hitam legam, beberapa ekor cacing merah-hitam sedang merayap.
Si Berbulu dan siluman kecil mendarat di sampingku. Siluman kecil yang paling dekat dengan Duoduo langsung menerjang ke depan tanpa henti, sementara Si Berbulu memegang bahuku dengan serius dan berkata berat: "Si Racun Kecil, kita harus tetap tenang! Pikiran yang panas hanya akan membuatmu demam, tidak membantu sama sekali, malah merusak segalanya!"
Peringatan Si Berbulu sangat tepat. Duoduo yang manis dan menggemaskan adalah daging hati kami semua. Ketika dia dalam bahaya, hati kami semua sedikit panik. Tapi kekhawatiran berlebihan justru membuat kita kehilangan keseimbangan. Jika benar-benar kehilangan ketenangan, kita hanya akan mengikuti alur musuh, melangkah sembari melihat situasi. Ini tidak membantu sama sekali, malah bisa membuat kita sendiri yang terjebak.
Aku mengangguk, mengambil napas teratur, lalu tersenyum padanya. "Baik, aku yang maju duluan. Kamu jaga belakang. Jangan sampai jalan mundur kita dipotong."
Sambil berlari cepat ke dalam lorong sempit, pikiranku terus bekerja. Hati kecilku mulai banyak memahami. Kemunculan tempat aneh di jalur pulang yang wajib dilewati ini pasti ada hubungannya dengan Sekte Iblis.
Jika begitu, kondisinya memang masih mengkhawatirkan. Bahkan semua petunjuk sebelumnya mungkin hanya umpan yang sengaja ditinggalkan Sekte Iblis. Tujuannya tak lain adalah untuk memancing kita masuk perangkap, bukan?
Semakin aku berpikir seperti ini, semakin kusadari bahwa lawanku bukan hanya kuat, tapi juga sosok yang benar-benar rasional dan tenang. Ia telah mengisolasi diri dari dunia fana, berdiri di atas sembilan langit, merebahkan diri menyusun peta strategi nasional ini. Di dunia ini, yang memenuhi syarat untuk bermain catur dengannya, tampaknya bisa dihitung dengan jari?
Setidaknya, sampai saat ini aku masih belum layak menjadi lawannya.
Lorong ini tidak terlalu panjang, kami segera mencapai ujungnya. Kudengar siluman kecil sudah berantem dengan seseorang di depan – begitu cepat sudah mulai bertarung?
Seluruh tubuhku bergelora kegembiraan, dengan teriakan kencang aku melesat keluar lorong. Mataku menyapu ruang besar setengah kolam setengah tepi sungai ini – mana ada setengah manusia pun? Tak ada anggota Sekte Iblis, lalu dengan siapa siluman itu berkelahi?
Kutundukkan kepala, dan melihat empat lima laba-laba kuning kehijauan sebesar batu giling mengerumuni siluman kecil.
Laba-laba raksasa ini bertubuh seperti labu, dengan delapan kaki yang bergerak cepat dan bertenaga. Mereka memanfaatkan benang-benang transparan yang menjalin di udara untuk berganti postur, terkadang melompat ke atas kepala, tiba-tiba muncul di belakang. Saat mereka menyusut menjadi gumpalan, kulihat pola di punggung mereka menyatu membentuk wajah tua penuh kesan. Kontur mulut, alis, mata, hidung terlihat jelas sekali, di atas dahi ada pola rambut. Terutama mata hitam seperti pusaran itu – memandangnya membuat seluruh tubuh menggigil dingin, perasaan tidak nyaman yang tak terucapkan.
Laba-laba sebesar batu giling ini sambil menyerang Xiao Yao dengan dua anggota depan setajam pisau, juga menyemburkan benang dari mulutnya untuk melilit dan membungkus Xiao Yao. Namun Xiao Yao dengan tendangan dan pukulannya berhasil mengusir para penyerang ini.
Xiao Yao terlahir dari Qilin Tai dengan tubuh giok dan tulang es yang memadukan kelembutan dan kekuatan. Kekuatan di balik kepalan tangannya sudah kuketahui - orang biasa takkan sanggup menahan serangan "tendangan bunga-bunga palsu"-nya. Tapi laba-laba iblis ini sungguh menyebalkan, tubuhnya yang terbungkus cangkang seolah terbuat dari baja tempaan. Pukulan demi pukulan hanya menghasilkan bunyi 'braak' logam, sementara kaki-kaki jenjangnya setajam pedang tebas, menyerang dari arah tak terduga hingga untuk sementara berhasil menjerat Xiao Yao dengan erat.
Tapi siluman kecil mana bisa diperlakukan semena-mena begini. Semangatnya langsung membara saat tertekan, kakinya menghantam seekor laba-laba iblis hingga terlempar ke kolam dalam di kejauhan. Tangan mungilnya bergerak lincah, Tali Pengikat Siluman Sembilan Ekor langsung muncul di genggamannya. Setelah dipelintir kuat, delapan kaki bersendi seekor laba-laba iblis langsung terikat erat, tak bisa bergerak. Melihat Xiao Yao dikepung, kemarahanku pun meledak. Tanganku mengayun, punggung laba-laba yang terikat itu tiba-tiba memancarkan cahaya hijau zamrud. Pedang Batu pun menunjukkan kegarangannya, benda itu menyemburkan cairan biru kental sebelum akhirnya roboh lemas ke tanah.
Aku dan Si Berbulu melompat turun ke batu di tepi kolam, bergabung dalam lingkaran pertempuran. Kutanya pada Xiao Yao: "Duoduo di mana?"
Xiao Yao menunjuk ke atas kepala kami, berkata tak tahu pasti, tapi seharusnya di atas sana.
Kutunggangkan kepala, melihat langit-langit gua raksasa dipenuhi stalaktit yang menjuntai. Selain itu, ada lapisan tebal jaring laba-laba yang menyegel seluruh gua dengan rapat. Kulihat beberapa kepompong berbentuk manusia tergantung di atas, mungkin korban yang tertarik ke dalam. Tapi yang membuat penasaran, laba-laba iblis ini saja rasanya tak mungkin bisa menghasilkan daya hisap mengerikan itu, apalagi melumpuhkan lebih dari 20 orang termasuk Kepala Departemen Lou dan Yang Cao sampai tak bersisa.
Tapi saat ini aku tak sempat berpikir panjang. Di atas jaring laba-laba, laba-laba iblis raksasa terus melompat turun dan menyerbu ke arah kami.
Aku mengayunkan pedang, bersama siluman kecil dan Si Berbulu membentuk segitiga di tepi kolam. Dalam pertempuran habis-habisan ini, banyak laba-laba iblis yang mati. Saat harapan mulai muncul, tiba-tiba dari sudut mataku kulihat tubuh siluman kecil terpelanting seperti ditarik kekuatan dahsyat, terjatuh ke dalam kolam. Bersamaan dengan itu, teriakan paniknya pecah: "Ah..."
