Sebenarnya aku belum lama berkenalan dengan Gu Wang Hitam Zunyi dan murid perempuannya Yaoe. Hubungan kami pun masih dangkal. Saat itu mereka menyerbu karena rumor gelar "Raja Gu Perbatasan Miao" yang melekat padaku, lalu akhirnya takluk oleh kekuatan Jin Can Gu. Sebelum pulang kampung, mereka memberitahuku tentang sekelompok orang mengaku "Keturunan Yelang" yang dipimpin seorang gadis bernama Youyou. Mereka menyebut diri sebagai utusan raja untuk merekrut semua anggota klan Gu.
Youyou ini adalah gadis etnis Miao yang kami temui di celah sempit Perbatasan Gunung Hijau kala itu, juga Youyou yang kemudian diangkat Xiao Foye sebagai Perawan Suci Sekte Iblis.
Terlihat jelas, meski Raja Wuling membenci semua orang di dunia ini, dalam hatinya masih memikirkan keturunan sukunya, atau mungkin berencana memanfaatkan kekuatan mereka untuk mewujudkan ambisinya. Tapi ini hanya keinginan sederhananya saja, karena di mata orang-orang seperti Gu Wang Hitam, Yaoe, dan Man Niu Azhuangga, kemegahan dinasti Aliansi Besar Yelang bagaikan paviliun di udara, kejayaan itu tak ada hubungan setahil pun dengan mereka, dan tidak layak diperjuangkan mati-matian.
Hidup manusia sebenarnya sangat singkat, hanya seratus tahun berlalu cepat. Tak ada yang memiliki pengalaman ribuan tahun seperti Xiao Foye. Kejayaan masa lalu dan semua balas dendam yang memuaskan, bagi orang-orang yang hidup di tanah ini, tidak lebih penting dari tiga kali makan sehari.
Yaoe memberitahuku, gadis kecil yang pernah dia sebutkan sebelumnya datang lagi. Katanya dia telah mengumpulkan sebagian besar keturunan 36 gua Miao di Perbatasan Miao, berkumpul di Gua Naga Hijau Zhenning tenggara Guizhou. Yang bisa hadir akan mendapat status terhormat di dinasti Yelang dunia baru, sementara yang tidak hadir akan dianggap pengkhianat dan musuh, utang nyawa akan ditagih kemudian.
Dia bertanya apa yang harus kami lakukan. Aku tersenyum, bilang kalau mereka sudah mengirim undangan, ya kita datang saja. Kanan-kiri juga bisa dapet makan gratis, kan?
Setelah membuat janji dengan Yaoe, aku segera memberitahu Si Berbulu. Saat ini semua anggota sekte Mao Shan telah kembali ke Jurong, Master Shixiong juga telah menarik pasukannya, tinggal aku dan Si Berbulu yang berputar-putar di pegunungan liar yang tak terhitung. Bayangan hantu pun tidak terlihat, sudah lama kami merasa bosan setengah mati. Mendengar kabar ini, dia langsung tertawa terkekeh sambil berkata: "Situasi yang rumit tiba-tiba menemukan jalan keluar, di balik pohon rimbun tersembunyi sebuah desa. Tak disangka Xiao Foye masih menyimpan kartu as di sini. Ayo, ayo, kita habisi dia!"
Dulu aku meminta Master Shixiong menyampaikan pesan kepada Si Berbulu yang berada di Mao Shan tentang kabar Youyou. Namun sebelum sempat membahas detailnya, aku sudah terjerat dalam jebakan tata letak Luo Shiba di rumah leluhur, terdampar di alam baka dan hampir tak bisa kembali. Semua terjadi terlalu cepat sampai tak sempat membicarakan hal ini. Ternyata akhirnya masalah ini tetap datang juga.
Zhenning terletak di perbatasan Hunan-Guizhou, sebenarnya tidak terlalu jauh dari kampung halamanku di Jinping. Karena waktu yang mendesak, kami tak sempat mengemas barang. Langsung membawa sekelompok teman dan pengawal pribadi Long Ge, naik pesawat militer menuju Bandara Libo. Kemudian transit ke Kaili, menunggu sehari di sana untuk berkumpul dengan Gu Wang Hitam Zunyi, Yaoe, Man Niu Azhuangga, Xia Meiniang, serta si Pincang Lao Hei. Setelah bertemu, baru tahu pertemuan telah dijadwalkan besok senja di Gua Naga. Detail urusannya sendiri masih belum jelas.
Istilah "36 gua suku Miao" sebenarnya cukup umum. Orang zaman dulu suka menggunakan bilangan jamak dalam ucapan, namun tidak selalu akurat. Keturunan Aliansi Besar Yelang yang tersisa telah terpecah-belah dan berpindah-pindah wilayah selama ribuan tahun, menyebar ke berbagai daerah. Mereka tidak semuanya berasal dari suku Miao - ada juga Dong, Tujia, Buyi, Yi, Zhuang, dan berbagai etnis lainnya. Setelah seribu tahun perubahan, semuanya telah tercerai-berai dan menutup diri.
Kontak antar mereka hanya terjadi dalam lingkaran-lingkaran kecil. Jadi berapa banyak yang akan datang, mereka pun tidak tahu.
Tujuan kedatangan kami (saya dan Si Berbulu) bukan hanya untuk Youyou, tapi terutama kabar tentang Xiao Foye. Kami harus menemukannya sebelum dia sepenuhnya mencerna tiga hantu dewa. Jika tidak, dengan tingkat kultivasi dan kecerdikannya, mungkin hanya sedikit yang bisa mengalahkannya di dunia ini.
Kami berdiskusi sepanjang sore di sebuah warung makan. Saya bahkan tidak pulang ke rumah atau memberi tahu siapapun di keluarga, langsung menyewa mobil ke kota kabupaten Zhenning.
Sebelum berangkat, kami sudah meminta dua topeng kulit manusia dari Yang Cao. Meski topeng ini dibuat sangat halus, tetap tidak bisa menyembunyikan aura dan kebiasaan sehari-hari pemakainya. Jika bertemu orang yang familiar, penyamaran ini tetap tidak berguna.
Namun saat ini kami tidak khawatir akan bahaya, sekedar membuat penyamaran saja. Nanti kami akan bertindak sesuai situasi, tidak perlu menyembunyikan apa-apa lagi. Bagaimanapun, sekarang kami bukan lagi pemain kecil yang mondar-mandir ke sana kemari seperti dulu. Dalam perjalanan satu mobil, Yaoe dan Man Niu sangat penasaran dengan Long Ge yang dingin dan tak pernah bicara di sampingku ini. Namun berbagai upaya mereka mengajak bicara tak digubris sama sekali, membuat hati mereka agak tersinggung.
Tapi intuisi orang-orang ini cukup tajam. Mereka bisa merasakan kekuatan sebesar gunung dan lautan yang tersimpan dalam tubuh pria berbaju jubah hitam aneh ini. Meski diacuhkan, mereka hanya menunjukkan rasa hormat tanpa berani menantang.
Long Ge, ditambah Si Berbulu, Apituo si anjing kecil hitam yang masih dalam masa pemulihan, burung gemuk yang bisa bicara, Yaoe yang menggoda manis, dan Duoduo berponi semangka yang manis - setiap orang di sini adalah sosok yang biasanya hanya bisa mereka pandang dari bawah. Maka antara utusan Raja yang sombong dan aku, akhirnya mereka memilihku.
Tidak perlu berpanjang lebar. Malam itu kami menginap di sebuah penginapan di Kota Kabupaten Zhenning. Keesokan paginya saat sarapan bubur daging sapi di pasar pagi, kami melihat beberapa orang yang dulu pernah membuat masalah di kampung halamanku.
Man Niu yang sudah menghabiskan mangkuk keempat mengusap minyak di sudut mulut sambil berdiri hendak menyambut mereka, tapi tiba-tiba ditahan oleh Xia Meiniang. Dia terlihat bingung dan bertanya, "Ada apa?"
Gu Wang Hitam di samping tersenyum kecut dan berkata: "Orang-orang ini diam-diam datang ke sini, sudah jelas mereka berniat menyerah kepada Raja Misterius itu. Mereka pernah melihat Lu Zuo sebelumnya, bisa saja mereka mengenalinya. Sekarang Lu Zuo tak pernah akur dengan Raja itu, kalau sampai kabar ini bocor, bukankah itu sangat berbahaya?"
Man Niu tampak berpikir, sementara aku melihat orang-orang itu, hatiku juga punya beberapa pertimbangan. Kurasakan kedatangan kita kali ini pasti akan membawa hasil.
Untuk menghindari mengganggu ular dalam semak, kami menunggu dengan sembarangan selama sehari. Sampai sore hari, baru kami berangkat ke Gua Naga Hijau. Turun dari bus antar kota, tiba-tiba kurasakan banyak orang asing di jalan. Yang disebut orang asing ini adalah pendatang yang berbeda dengan warga lokal. Jarak Zhenning ke Jinping tidak terlalu jauh, masih dalam satu Kabupaten Otonomi yang sama, jadi tradisi hidupnya pun hampir mirip. Karena itu aku bisa dengan sensitif merasakan perbedaan ini.
Gua Naga Hijau terletak di Gunung Zhonghe sebelah timur Kota Zhenning. Di sini kontur gunung curam dengan tebing jurang, batu raksasa dan gua menyatu. Kuil-kuil dari tiga agama - Tao, Konfusianisme, dan Buddha - tumbuh di lereng gunung, menjadi objek wisata lokal yang cukup terkenal. Tujuan kami adalah sebuah paviliun kecil di tengah hutan di sebelahnya.
Sore hari mendaki gunung, cuaca kelabu dan suram, awan menggantung rendah seolah hendak turun hujan deras. Bulan Desember, udara mulai membeku, angin berdesir membuat orang tak kuasa mengencangkan baju. Untuk tujuan penyembunyian, Harimau Kucing Besar (Tuan Kulit Harimau) bertengger di atas, siluman kecil dan Duoduo bersembunyi dalam papan kayu pagoda. Anjing tanah Si Berbulu pun mengikuti malas-malasan di belakang, menggigil dengan kepala mengkerut.
Cuaca seperti ini sungguh tidak cocok untuk perkumpulan maupun jalan-jalan. Maka ketika sampai di gunung, pejalan yang ada di jalan hampir semuanya peserta Perkumpulan 36 Gua yang dipanggil Sekte Iblis ini.
Awalnya aku khawatir pakaian Long Ge terlalu mencolok dan mudah jadi bahan perbincangan. Ternyata banyak peserta yang juga mengenakan jubah panjang hitam pekat ini, membungkus tubuh rapat-rapat hingga wajah pun nyaris tak terlihat. Aku terkejut dan bertanya pada Gu Wang Hitam. Ia menjelaskan bahwa ini adalah jubah ritual Yelang kuno, banyak pemelihara Gu yang memakainya sebagai bentuk kesungguhan.
Mendengar penjelasannya, aku jadi ingin juga mencari satu untuk dipakai.
Tak lama setelah naik, akhirnya kami sampai di paviliun. Di sana telah berkumpul lebih dari seratus orang sakti - lelaki perempuan, tua muda. Sebagian memakai jubah ritual, sebagian berbusana tradisional Suku Miao, sementara sisanya berpakaian biasa seperti kami.
Dua poin pertama tak perlu dibahas, hanya membahas yang terakhir ini: selain melihat beberapa orang dengan pakaian cukup bagus, sisanya jelas bukan orang kaya. Hal ini secara tidak langsung membuktikan salah satu dari tiga takdir pemelihara Gu — yakni kemiskinan.
Kondisi miskin memicu perubahan, perubahan membuka jalan, jalan menuju pencapaian. Semua yang benar-benar terjepit pasti ingin perubahan. Namun mereka yang berniat jahat dan ingin mencari keuntungan ilegal, sebagian besar telah ditindak Departemen Agama. Yang tersisa bukanlah orang-orang yang ingin menonjol. Undangan kali ini dianggap sebagai kesempatan, makanya jumlah hadirin cukup banyak.
Di area sekitar, aku tidak melihat Youyou maupun anggota Sekte Iblis. Tapi di dalam paviliun muncul sosok yang sangat mengejutkanku - Lao Wai si orang lokal berpengaruh. Di sampingnya ada pria paruh baya yang cerdik berusia 30-an. Penampilan mereka sangat mirip, kemungkinan itu Guo Wa Xi, anaknya.
Dahulu kami mencari jejaknya bertahun-tahun tak berhasil, tak disangka ia justru muncul di sini.
Musim dingin hari cepat gelap, seratus lebih orang berdatangan bertahap. Langit dan bumi semakin remang-remang, para pendatang mulai tak sabar. Lao Wai berulang kali menjelaskan, "Sebentar lagi sampai!" Padahal ini cuma alasan. Yang hadir semua siluman pintar, beberapa mulai bersiap pergi. Tiba-tiba tiga dentuman meriam menggema. Kami melihat ke bawah tangga: Seorang gadis berbaju putih berjalan perlahan dikerumuni rombongan.
