Melihat serangga gemuk berwarna keemasan dengan tubuh dipenuhi mata di kedua sisinya yang menempel di kepala Si Berbulu, hati saya bergetar hebat. Bukankah ini Jin Can Gu Nasib Dasar milik Xiao Foye?
Jin Can Gu ini sangat berbeda dengan Si Cacing Gemuk yang lugu dan tak berbahaya. Banyak MAHIR terhebat seperti Tiga Sesepuh Qingcheng, Penatua Pengajar Mao Shan Deng Zhendong, dan ahli-ahli ternama lainnya pernah digerogoti sumsum otaknya oleh makhluk ini. Sebagai Pembunuh Sekte Tao sejati, pertarungan Si Berbulu melawannya benar-benar memicu kengerian.
Saya menyaksikan Si Berbulu terjatuh dari udara, tubuhnya kaku seperti patung dan pingsan. Dengan panik saya berteriak ke arah langit: "Si Cacing Gemuk!"
Ikatan sehidup semati antara saya dan Si Berbulu membuat saya tak rela melihatnya tewas di tempat. Sambil memanggil Jin Can Gu untuk membantu, saya mengayunkan Pedang Hantu dengan kekuatan maksimal menuju tempat ia terjatuh.
Si Berbulu yang terlilit Jin Can Gu nasib dasar Xiao Foye itu ternyata tidak pingsan seperti terlihat, malah membentuk segel Dharma di tangannya. Teknik ini mirip Jinzhongzhao, memanfaatkan sirkulasi medan Qi eksternal untuk memperkuat ketahanan tubuh. Kemampuan Si Berbulu sampai level ini bukan main-main. Sementara aku mempercepat langkah, tiga dua langkah sudah sampai di depan, langsung menghunuskan pedang tanpa basa-basi.
Di dunia ini kalau ada yang paling paham Jin Can Gu nasib dasar, selain Xiao Foye ya aku. Tapi si cacing gemuk biasanya patuh, jarang kami berkonfrontasi bersenjata. Saat Pedang Hantu menyentuhnya, terasa seperti menebas batu giok lembut—hanya dentang nyaring yang terdengar, tak ada kerusakan sedikitpun.
Jin Can Gu nasib dasar bisa keras-lunak, makhluk ajaib tiada dua di dunia. Senjata tajam baginya bukan ancaman. Meski Pedang Hantuku bermuatan energi arwah penasaran, tak bisa melukainya. Justru Si Berbulu di bawah menjerit kesakitan luar biasa.
Gagal dengan Pedang Hantu, aku langsung menerjang tubuh Si Berbulu. Pedang Hantu kusarungkan, kedua Tangan Iblis Sihir kosong langsung mencekik cacing gemuk sebesar labu itu sekuat tenaga.
Di tanganku ada banyak trik, tidak hanya menyerap kebencian dan ketakutan tak terhitung dari makhluk jurang, tapi juga memiliki Cap Naga Sejati dan Api Sejati Naga Surgawi. Kekuatan aturan yang terpicu seketika ini akhirnya menyentuh Jin Can Gu nasib dasar yang gemuk itu. Yang semula menempel erat di kepala Si Berbulu, kini menggeliatkan tubuhnya mati-matian. Kekuatan di ekornya hampir sanggup menjatuhkanku. Namun meski begitu, ia tetap bertahan di tubuh Si Berbulu dengan gigih, seperti irama pertarungan habis-habisan.
Si Berbulu berguling-guling kesakitan sementara aku sibuk mencoba melepaskan Jin Can Gu nasib dasar dari kepalanya. Tempat kami berada ternyata markas besar makhluk iblis. Sekeliling kami bermunculan pasukan iblis dengan senjata tajam yang ingin membunuh kami. Tapi kami masih bisa mengontrol situasi, menghindar tepat pada waktunya.
Tapi dalam kondisi kritis seperti ini, kami bisa mundur sesaat tapi tidak selamanya. Terutama Si Berbulu—jika tentakel Jin Can Gu nasib dasar itu sampai menembus otaknya, nyawanya pasti tidak akan selamat.
Memikirkan ini, panas menyengat dan dingin menusuk di tanganku semakin menjadi. Tiba-tiba mencapai puncaknya. Akhirnya Jin Can Gu nasib dasar itu tidak tahan dengan siksaan tiga lapis kekuatan yang bertumpuk ini. Dengan suara "Creek!", ia melepaskan Si Berbulu dan melesat ke angkasa.
Jin Can Gu nasib dasar milik Xiao Foye yang baru saja terlepas dari kepala si berbulu, langsung ditembak cahaya hijau di pinggangnya. Benda ini jatuh ke tanah seperti bola bekel, lalu terpantul tinggi. Sejenak kemudian, sinar keemasan menyusul datang, bertarung sengit dengan Jin Can Gu raksasa ini.
Cahaya hijau itu tak lain adalah Qing Chong Huo warisan Chi Limei untuk Xue Rui. Sedangkan sinar keemasan berasal dari si cacing gemuk yang buru-buru datang. Kedua serangga ini tepat waktu tiba, sehingga di langit terlihat dua cahaya - hijau dan emas - mengapit dari kiri-kanan, langsung melilit Jin Can Gu yang ditakuti aliran Tao Tiongkok Tengah ini.
Begitu Jin Can Gu Xiao Foye kucabut, setelah beberapa kali menggeliat, kulihat kepala si berbulu penuh lendir basah. Kondisinya berantakan, tapi dia tetap goyah bangkit sambil berteriak, "Si Racun Kecil, jaga formasi untukku!"
Aku tak paham rencananya, tapi kedekatan kami membuatku tak bertanya. Kugoyangkan Pedang Hantu. Pedang Batu yang lama terpendam tiba-tiba melesat, membentuk lapisan hijau zamrud mengelilingi kami. Siapa pun yang berani masuk, langsung dihajar pedang terbang tanpa ampun.
Jin Can Gu nasib dasar yang besar dan gemuk itu muncul di sini. Yang paling kukhawatirkan adalah serangan Xiao Foye yang selama ini bersembunyi di balik layar. Berdasarkan catatan pertempuran sebelumnya, bahkan jika aku dan Si Berbulu bergabung, kami tetap takkan mampu mengalahkan Xiao Foye. Jika dia langsung menerobos ke dalam formasi pertempuran saat ini, mungkin kami sudah tak bisa bertahan. Namun kekhawatiranku tak terbukti. Si Berbulu justru mengangkat pedang Lei Fa-nya perlahan tanpa kewaspadaan, membiarkan pertahanan terbuka lebar. Dari altar tinggi di balik pintu darah, Xiao Foye yang merasuki Qing Yazhi sama sekali tak menampakkan diri.
Situasi ini sungguh aneh. Tapi Si Berbulu tak peduli. Dia memusatkan seluruh tingkat kultivasi dan tenaganya pada pedang Lei Fa di tangannya. Energi Lei bercampur cahaya pelangi, menciptakan aura perkasa yang menyembur ke langit.
Kesatuan manusia-pedang. Si Berbulu dan Lei Fa bagai menjadi satu alat ritual yang utuh, tak terpisahkan.
Seluruh tubuh Si Berbulu seolah menyatu dengan pedang. Namun itu hanya sesaat. Sedetik kemudian, Lei Fa di tangannya sudah menghunjam turun secepat kilat.
Katanya seperti kilat, benar-benar bagaikan kilat. Ini pertama kalinya aku melihat Si Berbulu mengerahkan seluruh tenaganya ke dalam satu tusukan pedang ini. Momentumnya dahsyat, membawa semangat heroik hidup-mati. Kulihat pedang Lei Fa seakan hampir retak. Saat ujung pedang menyentuh tanah, tiba-tiba tercipta energi pedang yang luar biasa tajam. Berpusat pada Si Berbulu dan Lei Fa, energi itu melesat deras menyebrangi pusat Danau Tianchi, merembet sejauh ratusan meter.
Inilah puncak serangan Si Berbulu, bahkan melebihi serangan pemutus aliran Utusan Kiri dulu. Sungguh membuat orang tercengang, sekaligus memaksa kita mengakui bahwa Pemimpin Qingcheng yang baru dilantik ini benar-benar memiliki kemampuan yang tak tertandingi.
Setelah satu tusukan, energi pedang bergelora tak terkendali. Bersama bekas tebasan raksasa, cahaya pelangi berputar mengelilinginya. Serangan Si Berbulu ini berhasil meretakkan langit-bumi. Seluruh angkasa di depannya berubah menjadi kekosongan. Di tengah pintu darah raksasa, muncul pula ruang kosong yang pecah berkeping-keping.
Wajahku dipenuhi ekspresi euforia. Perlu diketahui, dari semua energi di dunia ini, yang paling tidak stabil adalah energi ruang. Satu saat mungkin tenang, namun sekejap kemudian bisa berubah menjadi gelombang raksasa. Ini adalah ilmu paling rigoros yang melibatkan ribuan elemen, begitu presisi hingga sehelai rambut pun tak boleh masuk. Namun aksi Si Berbulu ini telah menjerumuskan Gerbang Darah raksasa yang semula seimbang ke dalam kehancuran abadi. Setelah jeda sejenak, gerbang merah kokoh itu tiba-tiba berubah menjadi pusaran raksasa yang berputar kencang, menyedot semua makhluk mengerikan yang baru saja merayap keluar.
Sebelumnya, dari balik Gerbang Darah itu telah muncul kepala kodok sebesar beberapa zhang. Makhluk ini seharusnya setara dengan Apituo atau Mahoraga - iblis raksasa nan dahsyat. Namun di tengah perubahan drastis ini, ia justru binasa sebelum sempat bertindak, tersesat dalam arus waktu kacau yang mengerikan, tak mampu menyelamatkan diri sendiri.
Gerbang Darah yang dihancurkan Si Berbulu dengan pedangnya telah berubah menjadi pusaran dahsyat dengan daya hisap mengerikan. Dalam radius belasan meter, hampir semua benda tersedot masuk. Si Berbulu sendiri limbung tak berdaya, nyaris terbawa arus. Untungnya aku segera meraih pinggangnya. Kutenangkan qi di Dantian, memvisualisasikan metode pegunungan. Seketika tubuhku mengakar bak gunung, stabil seperti Tai Shan. Daya hisap itu pun tak mampu menggeserku sedikitpun.
Pusaran raksasa yang merupakan transformasi dari Gerbang Darah itu tidak bertahan selamanya. Ledakannya hanya terjadi sekejap, lalu mengembang dan mengerut sebelum akhirnya menghilang di atas permukaan es tengah danau, menampakkan sosok Xiao Foye yang berdiri di atas altar.
Meski permukaan danau masih dipenuhi ratusan makhluk iblis yang bertebaran, sorak-sorai gegap gempita terdengar dari berbagai penjuru ketika orang-orang menyaksikan Gerbang Darah raksasa itu dihancurkan dan dinetralisir. Semua orang menjadi sangat bersemangat, seolah melihat harapan tak berujung yang mulai terbit di langit.
Di tengah sorak sorai itu, aku menyangga Si Berbulu sambil mengayunkan pedang untuk mengusir makhluk-makhluk iblis yang masih bergerak tak menentu, sembari bertatapan dengan Xiao Foye yang bersembunyi dalam tubuh Qing Yazhi.
Kulihat ketenangan di wajah Xiao Foye yang membuatku semakin gelisah. Tapi ini tak mengurangi kemenangan kami sebelumnya. Kubicara mencoba menawarkan penyerahan: "Xiao Foye, hentikan kekacauan ini. Jika kau meletakkan Pisau Penyembelihanmu sekarang, mungkin masih ada ruang untuk bernegosiasi."
Niatku berkomunikasi dengannya adalah untuk menghindari pertumpahan darah. Tapi di matanya, ini dianggap sebagai pamer kekuatan setelah menang. Dengan senyum tipis, ia menatapku tenang dan bertanya: "Kau pikir kalian sudah menang?"
Kuanggukkan kepala, tapi ia langsung menyangkal: "Tidak. Kalian belum menang. Cukup sudah hidangan pembukanya. Persembahan yang dibutuhkan Dà Hēi Tiān akhirnya terkumpul! Sekarang, akan kutunjukkan apa arti keputusasaan yang sesungguhnya..."
