Long Ci adalah pengawal pribadiku, Xiong Manzi adalah jenderal istanaku, sedangkan Adik Xueyu adalah Imam Besar yang mengurus ritual. Mereka semua tidak berkeberatan, berkata semuanya tergantung keputusan Raja.
Aku menarik napas dalam-dalam, merasakan hembusan angin dingin yang menusuk. Aroma darah bergulir di antara bibirku. Mataku menyapu hamparan Bunga Manjusaka merah yang mekar subur, akhirnya tertambat pada warna putih di antara kelopak-kelopak - penawar yang membangunkanku. Seluas hamparan Bunga Higan yang bisa membangkitkan ingatan kehidupan lampau ini adalah hasil upaya maksimalnya. Gadis dengan postur sempurna ini masih menyimpan bayangan Yu Fei. Melihat ini, sebuah tekad menggelora dalam hatiku. Tanpa kusadari kuperintahkan pada Adik Xueyu di sampingku: "Jaga baik-baik dia. Jangan biarkan dia terluka lagi."
Adik Xueyu mengangguk setuju. Aku tak lagi menghiraukannya, fokus merenungkan cara memproyeksikan dan mengembalikan bayangan Dà Hēi Tiān ini ke tempat asalnya.
Tapi belum sempat aku berpikir lebih lama, tiba-tiba seorang pendeta Tao jubah hijau dari samping menerjang ke depan, meraih lengan bajuku sambil berteriak: "Si Racun Kecil, Si Racun Kecil, kenapa denganmu?" Tenaganya seperti beruang raksasa, tapi tak ada niat jahat padaku. Aku mengerutkan alis sejenak, baru sadar dialah saudara sehidup semati-ku selama sembilan belas kehidupan.
Aku tak melakukan apapun padanya, hanya tersenyum dan berkata: "Jangan bergerak sembarangan, aku tak ingin melukaimu." Long Ci juga mendekat, menahannya sambil berkata: "Xiao Keming, minggirlah! Jangan menghalangi Raja menjalani takdirnya."
Dalam tarik-menarik itu, wajah pendeta jubah hijau itu tiba-tiba berubah merah padam bagai lautan darah dan gunung mayat. Dia menggigit jari tengah tangan kirinya, menggambar karakter "gunung" berdarah di dahinya, lalu menggeram: "Aku tahu kau adalah Raja Yelang, sang penakluk legendaris. Tapi Lu Zuo adalah saudara sedarahku. Jangan kau lukai dia!" Melihat saudara sembilan belas kehidupanku, kukatakan sambil tersenyum: "Bagaimana mungkin? Aku adalah Lu Zuo. Mustahil aku menyakiti diriku sendiri?"
Pendeta itu menggelengkan kepala dengan mata berapi-api, mengucapkan perlahan: "Kau boleh meminjam tubuhnya untuk apapun, tapi jangan sampai tekadnya terkikis! Jika kau berani menghancurkan kesadarannya, biar dunia ini hancur bersamaku sebagai tumbal!"
Ia berbicara dengan sangat serius, sementara aku merasakan energi pedang yang tajam bergelora di perutku. Ini adalah tekad yang ditinggalkan oleh seorang yang sangat kuat, meski tidak tajam, tetapi karena sudah terlalu lama tertinggal, itu mulai menimbulkan masalah. Menghadapi situasi ini, Long Ci dan Xiong Manzi di sampingku sudah sangat marah. Xiong Manzi yang paling temperamental bahkan sudah mengangkat kapak legendarisnya dan membentak: "Musuh sudah mau menyerang ke depan mata, kau masih berkonflik internal di sini. Apa kau ingin kubacok?"
Pendeta Tao jubah hijau tetap tak bergeming, berkata dengan suara dingin: "Lepaskan tekadnya, atau kita semua akan mengorbankan diri."
Kedua pihak berseteru tak kunjung usai. Xiong Manzi dan Long Ci sudah bersiap menyerang. Namun setelah melihat sekilas ingatan Lu Zuo, aku bisa memahami emosi pendeta Tao ini. Aku tersenyum tipis dan berkata: Baik, ingatan delapan belas siklus sudah cukup. Aku akan melepaskan asimilasi terhadap tekadnya...
※※※
Siapa aku? Dari mana aku berasal? Ke mana aku akan pergi?
Ah... Kepalaku seolah mau pecah, persepsi dalam kegelapan total. Setelah lama sekali, akhirnya kemampuan berpikirku pulih. Rasa sakit pun berangsur mereda - Aku Lu Zuo, Aku Lu Zuo, Akulah Lu Zuo!
※※※
Pengulangan terus-menerus membuat tekadku semakin kuat, namun baru saat ini aku menyadari bahwa sama sekali tak bisa mengendalikan tubuhku. Seperti orang luar, aku mengamati dunia ini. Pertama yang terlihat adalah wajah Si Berbulu yang tersenyum: "Raja, ini yang terbaik. Lu Zuo adalah saudaraku. Aku tak ingin ada yang melukainya—jika ada, aku akan mengorbankan seluruh dunia bersamanya tanpa ragu. Harap Paduka pahami tekadku." Melihatnya bicara serius seperti ini, aku ingin tertawa. Kukatakan, "Gila, perlukah kita berdua bicara begitu cengeng?"
Namun hal aneh terjadi. Kuterasa bahkan tak bisa membuka mulut, malah suara lain yang berbicara padanya: "Tenang, kepulanganku kali ini bukan untuk merebut tubuh. Hanya menyelesaikan karma ribuan tahun ini. Setelah pertempuran ini, debu kembali ke debu, tanah kembali ke tanah, angin sepoi ke langit, cahaya bintang ke alam semesta. Semua telah ditakdirkan."
Kulihat Si Berbulu menyatukan tangan memberi hormat lalu mundur. Baru kini kurasakan dalam tubuhku ada tekad luar biasa bijaksana yang mengendalikan semua gerakanku—tekad itu berasal dari dirinya, Sang Raja Yelang dari seribu tahun silam.
Hatiku terguncang, sekaligus berbagai kebingungan muncul dalam benak. Namun saat ini aku sudah memahami garis besar peristiwa—ternyata setelah Duoduo berpamitan denganku tadi, dia mengerahkan seluruh tenaga untuk mengarahkan kehendak Raja Yelang menggunakan kekuatan Bunga Manjusaka, sehingga menguasai tubuhku. Sementara si Berbulu menggunakan triknya, memanfaatkan energi pedang yang ditanam Dewa Bumi Tao dalam tubuhku dulu, membuat kesadaran asliku Lu Zuo pulih. Meski dalam satu tubuh yang sama, Raja Yelang tidak berkomunikasi denganku. Pandangannya telah tertuju pada Da Hei Tian di kejauhan, sementara aku memusatkan perhatian ke pihak lain.
Di samping Imam Besar berwajah hijau, Duoduo memeluk tubuh lemas si siluman rubah. Kulihat dada menjulang si siluman kecil itu masih bergerak naik turun, menunjukkan bahwa pemanggilan banyak Bunga Higan tadi hanya membuatnya kehabisan tenaga, tanpa ancaman nyawa.
Melihat Duoduo tidak apa-apa, hatiku lega. Meski tak tahu apakah kesadaranku akan terasimilasi oleh kehendak delapan belas reinkarnasi sebelumnya, melihat orang-orang yang kusayangi selamat, sukacita membanjiri relung hatiku.
"Mendengar Jalan Suci di pagi hari, malam harinya mati pun rela." Pernyataan hati Duoduo tadi, ditambah ciuman dalam perpisahan itu, seakan memenuhi seluruh dunianya. Sekalipun aku mati saat ini juga, kurasa tak akan ada penyesalan lagi.
Sebagai penonton yang kesepian, tak ada yang mengetahui keberadaanku. Di sisi lain, pertempuran antara Dà Hēi Tiān dengan Harimau Kucing Besar (Tuan Kulit Harimau) dan Long Ge mencapai puncaknya. Ketika si raksasa mengeluarkan alat ritual yang diambil dari udara, naga dan phoenix akhirnya tak mampu bertahan. Phoenix berapi yang seluruh tubuhnya menyala-nyala tak lagi melanjutkan duel dengan Dà Hēi Tiān, melainkan terbang mendekati kami. Setelah berubah wujud menjadi Phoenix, Harimau Kucing Besar membentang sepanjang belasan zhang (~40m). Saat terbang turun, angin puyuh panas menyengat menerpa, membuat banyak orang limbung - tentu saja ini tidak berlaku bagi para ahli sepertiku.
Dengan gerakan merebahkan diri yang epik, Harimau Kucing Besar yang telah berubah menjadi Phoenix berhenti di ketinggian enam meter. Dari atas, dia berseru: "Formasi Fu-ku hampir selesai, tapi tak bisa kuselesaikan sendiri. Long Ge pun tak cukup. Siapa di antara kalian yang mau membantuku menyegel si anjing ini?"
Di bawah tekanan angin dahsyat, tak ada yang bersuara. Hanya aku - atau tepatnya Sang Raja yang mengendalikan tubuhku - yang menjawab dengan tenang: "Makhluk ini membawa energi shen. Menyegelnya percuma. Lebih baik kita 'antar' dia pergi. Bagaimana menurutmu?"
Harimau Kucing Besar terkejut: "Wah, Si Racun Kecil! Kau memang semakin berwawasan. Benar, 'mengantar' lebih baik daripada menyegel... Tapi tunggu, kau bukan Si Racun Kecil. Kaukah itu, Saudara Delapan Belas? Dasar anjing, akhirnya kau kembali juga?"
"Nada bicara ayam betina gemuk ini penuh kejutan," namun "Aku" menggelengkan kepala, "Benar, juga tidak. Aku melihat usahamu tadi. Apakah kau mencoba menggunakan kekuatan aturan di bawah langit-bumi untuk membuat tata letak ruang gravitasi raksasa, lalu menggunakan tubuhmu sendiri sebagai wadah untuk menyegelnya? Usaha seperti ini lebih baik jangan kau lakukan. Bahkan jika tubuh aslimu mati, tampaknya kau tetap takkan bisa mengontrolnya - apa yang disebut sifat ketuhanan, itu masih merupakan hal yang tak bisa kau pahami hingga sekarang."
Harimau Kucing Besar (Tuan Kulit Harimau) terkekeh-kekeh, "Awalnya aku hanya punya satu dua puluh persen keyakinan, tapi sekarang kau datang, keyakinanku jadi tujuh delapan puluh persen. Ayo, ayo, si tua bangka, mari bersama-sama selamatkan dunia! Bagaimana menurutmu?"
"Aku" berbicara dengan tenang: "Tapi, meski dengan kehadiranku, tetap sulit - Aku akan mati, kau akan mati, semua orang akan mati..."
Harimau Kucing Besar tetap tertawa terbahak-bahak, "Buang saja omong kosong itu! Tempat itu bukan belum pernah kudatangi. Kalian yang jadi incaran orang mungkin nyawanya melayang, tapi laozi sama sekali tidak khawatir. Bahkan temanku si Naga Tua, dia punya tempat tujuan sendiri. Cepatlah, temanku itu sudah hampir tak kuat bertahan..."
“Aku” mengangguk, Raja Yelang menyetujui pengaturannya, lalu memerintahkan Long Ge, Si Beruang Besar, dan Pendeta Wanita Berwajah Hijau di sampingnya untuk mengikutinya berjalan maju. Raja Yelang berjalan cepat bagai terbang, sementara aku di dalam tubuh sama sekali tidak memiliki hak bergerak maupun berbicara. Namun semua penilaian dan pikiran tetap ada, seolah-olah seperti orang luar yang mengalami déjà vu saat menempel di tubuh cacing gemuk dulu. Jadi ketika melihat Pendeta Wanita Berwajah Hijau melayang maju, pandanganku masih tertahan pada tubuh siluman kecil dalam pelukan Duoduo.
Di ujung akhir, yang dikhawatirkannya dalam hati bukanlah misi warisan seribu tahun itu, melainkan si siluman rubah kecil yang tak jelas hubungannya dengannya.
Meski sebelumnya aku banyak kecewa dengan Pendeta Wanita Berwajah Hijau yang memanfaatkan siluman kecil, namun di saat ini, hatiku terasa hangat.
Belum sempat aku merenung lama, sudah kulihat Raja Yelang membawa anak buahnya menyerang sampai di hadapan Dà Hēi Tiān. Keempat orang itu aura kemenangan membahana, bahkan menghadapi Dà Hēi Tiān yang raksasa pun sama sekali tidak gentar. Raja Yelang menepuk tangan setiap anak buahnya, lalu berhenti sejenak. Ia menoleh ke arah Chi Limei yang tak jauh dan berseru: "Masih kurang satu orang, kau mau ikut?"
Suaranya berubah lagi, bukan suaraku maupun suara perkasa Wang sebelumnya, melainkan membawa magnetisme penuh kejantanan. Chi Limei yang diam di samping tiba-tiba menggerakkan bola matanya. Setelah berpikir beberapa detik, wanita yang biasanya dingin seperti salju itu mengangguk dan berkata, "Baik, aku yang akan melakukannya."
