"Dengan cepat melesat ke depan, mendorong si rambut kuning ke samping, lalu menyangga Xin Yu yang oleng ke kiri-kanan. Matanya yang indah sudah berkaca-kaca, melirik wajahku sejenak sebelum tersenyum: 'Lin Fan, kenapa kamu datang?'"
Kutanya dengan nada menyalahkan: "Xin Yu, ngapain kamu datang ke tempat seperti ini? Kamu tidak tahu ini berbahaya?"
Senyum Xin Yu berangsur memudar, berganti dengan suara dingin: "Kenapa kamu ikut campur? Jangan sok mengira aku suka padamu. Urusanku, jangan kau selidiki!"
Seperti petir di siang bolong, Xin Yu di depanku berubah total. Tanganku yang memeluknya bingung apakah harus melepas atau tidak.
Si rambut kuning kembali mendekat dengan beberapa orang. Braak! Tinjunya menghantam bahuku hingga konter di belakang bergoyang.
……
"Gedebuk~!"
Beberapa cangkang jatuh ke lantai, mengeluarkan denting nyaring yang menusuk telinga.
"Dasar keparat, cewek ini jelas-jelas nggak mau sama lo! Mending kabur sebelum kami mainin dia di bilik tamu kehormatan. Ayo, sikat cewek ini!"
Beberapa orang berwujud algojo segera mendekat. Tak satupun pengunjung tavern mencegah segalanya. Semua hanya menyaksikan dengan tatapan dingin, seperti menonton drama yang tak ada hubungannya.
Kulihat Xin Yu sudah hampir tak sadarkan diri, limbung bersandar di konter. Tangan-tangan preman mulai meraih pinggangnya.
"Huu~!"
"Aku menendang tangan seorang preman, lalu menarik Xin Yu ke dalam pelukanku. Di bawah tatapan terkejutnya, kupukul wajah preman lain dengan keras. Pukulanku begitu kuat hingga ia terhempas ke meja kaca di belakangnya, menimbulkan suara kaca hancur berkeping."
"Preman-preman lain terdiam di tempat, mungkin karena sudah lama tidak menemukan orang yang berani melawan mereka."
"Melihat kesempatan langka, segera kutarik Xin Yu lari ke luar. Seseorang berpenampilan seperti pelayan langsung menghadang di depan. Tanpa ragu kuraih botol anggur kosong di samping dan menghujamkannya ke kepalanya."
"Byur~!"
"Di tengah ratapan dan jeritan pelayan itu, punggungku ditendang keras. Dengan dorongan tendangan itu, aku terus berlari sambil menarik Xin Yu keluar dari pintu bar."
"Tampaknya gerombolan preman ini tidak mau menyerah. Mereka mengejar kami ke jalan. Kerumunan orang di jalanan langsung berhamburan ingin menghindar ketika melihat perkelahian. Dalam beberapa detik berikutnya, karena harus melindungi Xin Yu, tubuhku terkena beberapa pukulan berat. Sial! Preman-preman brengsek ini memukul dengan tongkat bisbol - pantas saja sakitnya minta ampun! Saat menahan tendangan untuk Xin Yu, dadaku serasa mau pecah, punggung terasa terbakar..."
Angin dingin di luar berhembus, membuat Xin Yu semakin sadar dari mabuknya. Dalam keadaan babak belur dipukuli, aku sudah kehabisan tenaga. Kini giliran Xin Yu yang menarikku berlari mati-matian ke luar. Tak jauh di depan terdapat pos layanan polisi, di sebelahnya ada hamparan bunga.
Ingat dulu ketika aku dan Ye Qiu dijuluki "Dua Setan Angin Hitam", bukan sekadar reputasi kosong. Sambil terus berlari dengan Xin Yu, sesekali aku menendang ke belakang. Sayangnya frekuensi pukulan yang kuterima semakin tinggi, wajahku terkena beberapa pukulan sampai air mata meleleh karena sakit.
Melihat pos jaga polisi sudah di depan, para preman langsung berbalik kabur. Xin Yu menarikku masuk ke hamparan bunga itu, membaringkanku di anak tangga.
Di bawah sinar bulan, Xin Yu memandangku dengan sedih: "Lin Fan, kamu tidak apa-apa?"
Aku menarik napas lega: "Tidak apa-apa, Xin Yu. Jangan ulangi lagi seperti ini, kamu tahu betapa khawatirnya kami..."
"Lin Fan, jangan lanjutkan... Maafkan aku..." Tetesan air mata hangat menetes di leherku, Xin Yu mulai terisak pelan.
Aku tersenyum getir: "Tadi di bar, kenapa kamu mengatakan hal seperti itu?"
"Aku... Aku..." Xin Yu tersedu-sedu, tiba-tiba tubuhnya lunglai merebah di dadaku: "Lin Fan, maafkan aku, sungguh maafkan aku..."
Dengan susah payah mengangkat tangan membelai rambut lembut Xin Yu, aku tersenyum pahit: "Xin Yu, ada sesuatu yang mau kau ceritakan padaku?"
Xin Yu menangis tersedu-sedu dengan suara terisak, berkata: "Lin Fan, maafkan aku, percayalah padaku, aku mencintaimu, aku mencintaimu……"
Wajah putih bersih Xin Yu yang basah oleh air mata di bawah sinar bulan yang terang membuat orang merasa iba. Tanpa sadar kuangkat tangan mengusap air matanya sambil tersenyum: "Bodoh, menangis untuk apa? Aku belum MATI."
"Tapi... tapi... lukamu terlihat sangat parah!" kata Xin Yu dengan suara tersedak.
Kugelengkan kepala, menggerakkan badan dan baru menyadari tubuh panas Xin Yu masih menempel erat di atasku. Sepasang kekasih yang melewati hamparan bunga buru-buru pergi, terdengar suara pria yang tidak rela: "Frustrasi, hari ini tempat favorit kita malah direbut dua orang ini..."
Mendengar percakapan pasangan itu, wajah cantik Xin Yu memerah. Baru kemudian ia bangkit dari tubuhku, lalu membantuku berdiri sambil bertanya khawatir: "Tidak apa-apa? Lukamu parah, ayo ke rumah sakit?"
Cepat kugelengkan kepala: "Tidak perlu, hanya luka luar. Istirahat di rumah saja. Cepat telepon Kakak Lin, mereka pasti sangat khawatir. Ngomong-ngomong, kenapa teleponmu tidak bisa dihubungi?"
Xin Yu menggigit bibirnya: "HP itu sudah kubuang."
Samar-samar kuingat HP itu adalah pemberian mantan pacar Xin Yu. Selama dua tahun ia menyayanginya seperti harta karun, sekarang malah dibuang?
Dengan susah payah mengeluarkan ponselku, untung tidak rusak saat tadi berkelahi. Menghubungi nomor Xu Lin, menyerahkan pada Xin Yu agar dia berbicara langsung dengan Xu Lin. Saat ini suaraku masih terdengar parau.
"Halo, Kakak Lin, aku Xin Yu. Bersama Lin Fan di hamparan bunga Jalan XX. Datanglah menjemput kami. Lin Fan terluka sedikit..."
Dari ujung telepon, Xu Lin terdengar panik. Buru-buru menutup telepon. Belum beberapa menit, Xu Lin dan Lu Xuehan sudah berlari dari seberang jalan.
"Lin Fan, kenapa kamu?" Lu Xuehan dan Xu Lin hampir berseru serentak. Keduanya langsung canggung, berdiri di samping dengan pipi memerah.
Aku tersenyum: "Bicarakan di rumah saja. Xue Han, bantu aku berdiri. Kakak Lin, tolong dukung Xin Yu. Dia minum cukup banyak."
Xin Yu melirikku penuh tanya, tapi tetap menurut. Akhirnya dia dan Lu Xuehan mengapitku di kiri-kanan. Seluruh tubuhku perih. Sejak tadi kusadari pandangan Xue Han padaku agak aneh. Siapa pun bisa melihat bekas tangis di wajah Xin Yu, dan noda air mata di kerah bajuku. Dalam situasi seperti ini, mustahil Xue Han tidak berpikir macam-macam. Inilah alasan ku menyuruhnya mendukungku. Jika tidak kuhibur baik-baik, hubungan kami mungkin akan membeku.
"Aduh~!"
Kaki kananku tersandung di tempat yang ditendang, tubuhku langsung terhantam ke bawah. Lu Xuehan menjerit kaget buru-buru menopangku, hasilnya sesuai rencanaku, tubuh lembut dan hangat Lu Xuehan sudah mendarat di pelukanku, rasanya sungguh nikmat!
Xin Yu sepertinya sudah lama melihat niatku, tersenyum melirikku tanpa menyingkap...
