Berdiri di bawah gedung, kutatap gedung karyawan yang lampunya berkedip-kedip. Kutanya sambil menoleh: "Sekarang sudah lewat jam 9, pada dasarnya semua orang sudah mempersiapkan tidur. Apa kita masih mau merepotkan koki bangun untuk memasak untuk kita?"
Lu Xuehan tersenyum dan berkata: "Tidak perlu, setiap hari merepotkan orang lain rasanya tidak enak. Lagipula, bukankah kamu sudah janji dengan Xin Yu dan Shanshan untuk jalan-jalan ke pasar malam? Menurutku lebih baik kita makan di restoran luar saja. Terlalu sering makan bisa bikin gemuk. Lagi pula, setelah makan pasti sudah sekitar 10 derajat, pas waktu emas pasar malam. Lebih praktis langsung pergi setelah makan di luar."
Aku agak terkejut. Lu Xuehan ternyata mulai menunjukkan kemandirian. Hanya dengan latihan kerja beberapa hari saja bisa mengubahnya seperti ini. Kedepannya semakin sulit untuk mengelabuhinya.
Xin Yu tentu tidak keberatan dengan usulan Lu Xuehan. Murong Shanshan juga menyetujui: "Hmm, aku juga merasa lebih praktis di luar. Tadi Lin Fan kan bilang mau mentraktir kami makan? Jangan-jangan mau mengemplang!"
Aku bukan tipe orang yang ingkar janji. SEKARANG JUGA aku mengajak ketiga MM keluar.
Kami tidak naik kendaraan. Di malam yang tidak terlalu dingin seperti ini, jalan-jalan santai juga menyenangkan.
"Lin Fan?" Lu Xuehan menatapku: "Dua tiga hari lagi kamu akan ke Beijing bersama Shanshan kan? Sudah dipikirkan mau naik pesawat atau kereta? Biayanya nanti direimburse pihak Beijing?"
"Biaya akan direimburse. Tapi untuk pesawat harus ke Shanghai dulu. Lagi pula di pesawat hanya bisa melihat pemandangan Langit. Aku dan Shanshan belum pernah ke Beijing. Jadi ingin sekalian menikmati pemandangan sepanjang perjalanan sebagai perjalanan bertujuan. Bagaimana menurutmu, Shanshan?"
Murong Shanshan tersenyum halus sambil mengangguk: "Aku juga berpikir begitu. Kemarin aku sudah bertanya, perjalanan dari Suzhou ke Shanghai menggunakan kereta cepat hanya memakan waktu belasan jam, asalkan tidak ada hambatan di sepanjang rute. Kita bisa cari tempat duduk di dekat jendela, sepanjang jalan pasti ada banyak pemandangan yang bisa dilihat, seperti Yangzhou, Xuzhou, Jinan, Shijiazhuang, dan lain-lain. Aku belum pernah mengunjungi kota-kota itu. Sekarang tidak ada waktu untuk memverifikasi satu per satu, setidaknya bisa melihat sekilas dari dalam kereta sebagai kompensasi kecil~"
Sial! Entah apakah rute kereta benar-benar melewati begitu banyak kota. Mungkin yang aku bayangkan sekarang hanyalah khayalan kosong.
Mengenai kota-kota terkenal itu, ternyata Murong Shanshan belum pernah mengunjunginya sama sekali. Rupanya dia juga orang kampungan. Aku tak bisa menahan tawa dan bertanya: "Shanshan, kalau tempat-tempat itu belum pernah kau kunjungi, sebenarnya kota menarik apa saja yang pernah kau datangi?"
Murong Shanshan melirikku, mengangkat kepala sambil merenung. Jari-jari putih bersihnya mengetuk-ngetuk bibirnya: "Ada kok! Dulu Ibu sering mengajakku jalan-jalan ke berbagai kota... Sungai Seine di Paris, Pusat Sains Vancouver, Kuil Parthenon di Athena... Intinya banyak sekali. Beberapa liburan musim panas SMA hampir selalu kuhabiskan di luar negeri..."
Aku langsung terpaku. Murong Shanshan memang benar-benar orang kaya. Bangsat! Orang kaya yang menyebalkan!
"Sejak kecil sampai sekarang, perjalanan terjauhku hanyalah dari Suzhou ke Hangzhou," kata Xin Yu dengan nada sentimental.
Aku menghibur: "Tenang saja. Setelah periode sibuk ini, kita akan mengorganisir tur mandiri musim semi keliling Tiongkok~"
“Tidak perlu, nanti tidak tahu berapa banyak waktu yang akan terbuang percuma. Mendingan selagi kita masih muda, cari lebih banyak uang itu lebih penting,” ujar Xin Yu sambil tersenyum.
Aku tidak berkata apa-apa. Perkataan Xin Yu memang masuk akal. Tiba-tiba Murong Shanshan menyela, “Uang sebanyak apapun tidak ada gunanya. Seringkali hal yang paling kita inginkan justru tidak bisa dibeli dengan uang.”
Lu Xuehan juga mengangguk, “Benar. Meskipun uang penting, jangan sampai kita kehilangan hal yang lebih berharga demi mengejar uang.”
Melihat percakapan mulai filosofis, kutilah ke arah restoran tak jauh, “Makan di sana saja. Sebentar lagi kita sampai di pasar malam paling ramai. Habis makan bisa jalan-jalan sebentar lalu pulang istirahat. Besok masih banyak urusan: misi aku dan Shanshan yang bahkan belum tahu lokasi NPC penyerahan tugasnya, belum lagi urusan guild yang harus ditangani.”
Tiba-tiba aku teringat, Hong Ye sudah tewas saat melawan Flame Beast tadi malam. Aku harus mengeluarkan koin emas untuk menghidupkannya kembali di Golden Dawn. Entah bagaimana kabarnya di alam kosong setelah kematian.
Sambil merenung, kami masuk ke restoran. Seorang pelayan mendatangi kami.
Memesan beberapa hidangan biasa dan minta disajikan cepat, kami masing-masing memegang gelas teh sambil membahas persoalan hidup dan MATI ini.
Xin Yu berkata, “10 besar lomba ini berkesempatan dapat artefak spiritual. Tiga besar bahkan ada kemungkinan dapat senjata dewata.”
“Itu sudah jelas. Kalau tidak, mana ada yang mau ikut…” jawabku sambil meliriknya tak sabar.
Xin Yu tersenyum manis dan berkata: "Lalu, apa kau tahu aturan konkret kompetisi itu?"
"Aturan apa?"
Aku terkejut, tapi Murong Shanshan hanya tersenyum misterius: "Sepertinya kau memang tidak sepeduli Xin Yu soal kabar ini. Beberapa jam yang lalu, aturan kompetisi hidup dan MATI sudah dirilis. Soalnya tinggal kurang dari satu minggu lagi lomba dimulai. Sekarang biar semua pemain melihat, nanti bisa lebih baik mendukung atlet nasional."
Memang, saat membuka forum aku hanya memperhatikan gosip dan asal-usul perlengkapan serta skill. Adapun aktivitas dalam game, aku selalu tidak terlalu menanyakannya. Yueheng berbeda dari game online sebelumnya, aktivitas dalam game hanya untuk menambah hiburan. Jika ingin mendapatkan kepentingan seperti perlengkapan dari aktivitas, basically mustahil.
Murong Shanshan berlari maju ke Xin Yu sambil tersenyum kecut, berkata: "Xin Yu, Lin Fan yang malang itu merespon dengan kurang tanggap. Kau beri dia penjelasan~"
Murong Shanshan cukup bijaksana tidak mengambil alih peran tuan rumah, Xin Yu juga tersenyum mengangguk dan berkata padaku: "Sistem poin yang digunakan dalam lomba. Total 1000 pemain masuk ke arena pertandingan game, poin awal setiap manusia adalah 100 poin. Tapi jika dibunuh oleh pemain lain, 50% poin akan didapatkan oleh lawan. Waktu pertandingan setiap hari dari pukul dua siang hingga pukul tujuh selama lima jam dihitung sebagai satu ronde."
Aku mulai bingung bertanya: "Lalu mengapa masih ada jadwal tujuh hari pertandingan? Menurutku satu hari sudah cukup. Membunuh sampai akhir, siapa yang poinnya tertinggi dialah Juara. Dengan sistem peringkat berdasarkan poin seperti ini, bukankah lebih praktis?"
Xin Yu mengerutkan bibir, tidak puas berkata: "Kalau peringkat diurutkan seperti katamu, itu akan kehilangan banyak keadilan. Bagi pemain yang langsung kena serangan mendadak dan tewas di awal, ini terlalu tidak adil. Seperti pingpong harus main tiga ronde, harus kasih kesempatan sedikit."
"Kompetisi tujuh hari itu variabelnya terlalu banyak! Orang sial yang terus tewas enam hari pertama, kalau di hari ketujuh bisa membunuh ahli peringkat atas, mungkin bisa masuk 10 besar dengan separuh poin itu!"
Xin Yu tertawa: "Makanya ada aturan lain: Setiap hari 100 pemain terbawah di diskualifikasi. Jadi di hari pertama, kalau kau masuk 100 besar tapi tidak membunuh lalu tewas, 100% kau akan tersingkir."
Aku bersyukur: "Untunglah, begitu masuk arena langsung jadi Siluman. Bertahan dulu lewat 100 besar baru rencanakan langkah berikut."
Xin Yu menutup mulut tertawa, Murong Shanshan kesal: "Dasar orang tak berguna! Targetmu cuma tidak tersingkir?"
"Pertama-tama, bertahan di posisi tak terkalahkan."
"Hmph~" Murong Shanshan mendengus: "Targetku tidak muluk, pertahankan peringkat 10 besar server. Mungkin bisa dapat artefak spiritual. Katanya hadiah perlengkapan di lomba ini 100% sesuai job change."
Aku tak bisa menahan tawa: "10 besar server, kamu berani menyebutnya target kecil? Aku tidak takut menghancurkan semangatmu. Sebenarnya level tidak bisa menjadi patokan utama. Walau Shanshan kamu ranking pertama di peringkat level dunia, dalam hal kekuatan sebenarnya, belum tentu kamu masuk 10 besar. Orang-orang luar negeri itu benar-benar gila."
Murong Shanshan memandangku dengan polos: "Benar. Aku sengaja tidak mempertimbangkan level saat bilang 10 besar. Kalau pakai pertimbangan level, pasti kusebut tiga besar. Kecuali melawanmu yang tidak yakin, yang lain tidak kuperhitungkan."
Entah dia sengaja menjaga mukaku atau tidak. Saat itu, makanan datang. Hidangan pertama adalah sayuran hijau pencuci mulut kesukaan Xin Yu dan Lu Xuehan. Ayam muda dengan chestnut kesukaanku masih harus menunggu.
Sambil menggoda Qingcai, pikiranku bekerja. Jika aturan kompetisi benar seperti kata Xin Yu, maka ini jelas menguntungkanku. Kemampuan Siluman Terkuat-ku yang selama ini kurang terekspos justru mendapat kesempatan. Di arena pertandingan, membunuh dengan stealth untuk mengumpulkan poin adalah strategi terbaik. Terutama menyergap ahli yang sudah banyak membunuh - sekali serangan bisa setara dengan 10 pemula.
Ambisi Murong Shanshan begitu besar. Apakah tekad dalam hatiku benar-benar kecil?
Samar-samar kuingat, pemuda juara WAR3 Shanghai dulu pernah berikrar di malam penuh gejolak: "Tidak ada manusia di dunia ini yang bisa menghalangiku!"
Sayang, tekad baja itu akhirnya luluh oleh cinta.
Kali ini, hidup dan MATI sekali lagi menjadi kesempatan baik yang langka. Sejak menerima SMS itu, suara dalam hati saya terus bergema: Aku Lin Fan kembali bangkit! Seluruh dunia, tetap tak ada yang bisa menghalangi aku meraih gelar Juara ini! Entah itu kereta perang Jerman atau pemain profesional Korea, melalui kesempatan ini, pemain Tiongkok akan tunjukkan apa artinya hebat B!
Kandidat dari area Suzhou, Murong Shanshan adalah orang dalam sepenuhnya. Mungkin aku bisa menukar gelar Juara dengan lolipop. Meski Kuang Jian dan Ye Qiu kuat, mereka belum cukup menjadi ancaman serius. Untuk kota besar seperti Shanghai dan Hangzhou, jumlah ahli sebenarnya tidak banyak. Bahkan Hong Merah, setelah aku menghilang, pasti bisa kalahkan dia. Hanya saja tidak tahu apakah dia lolos seleksi. Suzhou punya banyak ahli. Dari segi perlengkapan, Xin Yu, Lu Xuehan, dan Xu Lin tidak bisa diremehkan. Nian Shao Qing Kuang dari Pedang & Mawar dan Tou Tianzhe juga karakter berpengaruh. TOT FINE dan kawan-kawannya adalah ahli berpengalaman. Sayangnya, Kota Bulan Perak hanya punya 30+ kuota untuk puluhan kota di bawahnya. Memberikan 4 kuota ke Suzhou sudah sangat baik. Banyak kota seperti Hefei dan Lianyungang sama sekali tak dapat jatah.
Setengah jam kemudian, setelah makan, Murong Shanshan menggesek kartu saya lalu kami keluar restoran.
Di dalam restoran hangat, hembusan angin dingin luar langsung menyegarkan Mental seluruh tubuh.
Melihat lampu-lampu kota yang mulai redup, aku kembali bingung dan bertanya: "Kalian mau pergi ke mana? Sepertinya malam ini selain klub malam tidak banyak tempat yang buka, toko-toko khusus pun hampir semua tutup."
Kota yang agak besar biasanya memiliki kehidupan malam yang cukup beragam, dengan klub malam sebagai pusat keramaiannya.
Klub malam, sesuai namanya, adalah tempat hiburan yang beroperasi hingga dini hari bahkan kadang sampai pagi. Jenisnya bermacam-macam, dengan KTV dan bar sebagai yang paling ramai. Di sana berkumpul pria yang mencari kesenangan dan wanita yang haus perhatian - mulai dari pengguna narkoba, pakaian terbuka, hingga aksi tak senonoh. Segala kejahatan dan keburukan yang tersembunyi di siang hari, terbongkar di balik kegelapan malam. Biasanya klub-klub ini juga mempekerjakan wanita atau pria khusus untuk memenuhi kebutuhan tak terduga.
Bar yang dikunjungi Li Qing dan Guozi beberapa waktu lalu mungkin juga termasuk kategori klub malam. Kini Guozi lebih sering bersama Tak Pernah Menyerah - setiap kali login ke game jarang terlihat, tapi saat bekerja justru menunjukkan kedisiplinan luar biasa, bahkan lebih ketat daripada Lu Xuehan. Semoga dia benar-benar bisa meninggalkan gaya hidup bebasnya dan menemukan kedamaian di samping Tak Pernah Menyerah, itu pun sudah merupakan akhir yang baik.
Melihat berkas cahaya menggoda yang samar dalam lingkaran itu, aku tak bisa menahan kekhawatiran. Bersama tiga MM di belakangku, Xin Yu pernah jatuh dalam dosa sebelumnya—ini adalah luka yang terus menghantui kami berdua, juga parit dalam yang sulit diseberangi di antara kami. Usahaku menahan diri untuk menerima Xin Yu belum sepenuhnya berhasil, tentu saja aku tidak ingin dia terjerumus lagi.
Mengenai Lu Xuehan, meski hidup dalam lingkungan seperti itu di bawah perlindunganku dan Xu Lin, dia belum benar-benar jatuh. Mungkin dia cukup beruntung.
Murong Shanshan yang polos bagai bunga kecil putih, lebih baik tidak diperkenalkan dengan tempat hiburan seperti ini. Lagipula, siapa yang tahu seberapa kuat pengendalian diri orang ini?
Akhirnya, aku sengaja berdehem dan berkata: "Bagaimana kalau kita pulang saja? Agak dingin. Kalau tidak bisa tidur, kita beli kartu dan ajak Kakak Lin main doudizhu di kamarku?"
"Jangan!"
Yang bicara adalah Murong Shanshan. Kepalaku langsung pusing. Xin Yu dan Lu Xuehan masih bisa kuhadapi, tapi kalau dia yang melawan, aku benar-benar tak berkutik.
Melihat ekspresi kagetku, Murong Shanshan tak tahan tersenyum manis: "Tenanglah. Aku juga tahu sekarang cuma bar dan ballroom yang bisa dikunjungi. Tapi rambutku belum di-treatment berminggu-minggu. Kebetulan ada waktu hari ini, bagaimana? Xin Yu, rambutmu juga lama tidak dirawat kan?"
Konsekuensinya, Xin Yu langsung tersulut minatnya: "Iya! Sudah lama tidak sempat merawat!"
"Tidak ada pilihan lagi, aku hanya bisa menunjuk ke salon rambut di kejauhan: "Yang di sana terlihat lebih profesional. Kalau mau potong rambut, ke sana saja ya?""
Meski tahu rambut yang ditata malam hari pasti berantakan keesokan harinya, beberapa MM tetap bertahan untuk menata rambut.
Begitu tiga si cantik masuk, beberapa pria yang duduk di sudut langsung bersemangat. Mereka meletakkan majalah dan menyambut dengan senyum: "Mau potong ramit, nona-nona?""
Lu Xuehan dan Xin Yu sama-sama menatapku. Aku melirik ke dalam lalu menunjuk seorang wanita berkarisma: "Si cantik itu bos kalian ya?""
"Wah, kok bisa tahu? Tiga wanita cantik di sebelahnya juga penata rambut kami." Seorang pemuda dengan rambut meledak tersenyum, tapi matanya terus mengamati Murong Shanshan, Lu Xuehan dan Xin Yu. Aku jadi khawatir, tiga MM cantik ini pasti akan jadi sasaran ulah mereka.
Akhirnya kukatakan: "Suruh bos dan dua penata rambit cantik itu yang datang. Temanku mau menata rambut.""
Murong Shanshan memandangku dengan geli tapi tak berkata-kata. Tak lama, bos salon datang dan mulai bekerja setelah menanyakan syarat dari para MM.
Awalnya kukira hanya sebentar, ternyata menata rambut butuh lebih dari 2 jam. Hasilnya memang memukau - tiga si cantik ini jadi semakin memesona dengan gaya rambut barunya.
Beberapa penata rambut muda di belakang terpana. Baru sadar ketika aku membayar.
Saat keluar dari salon, waktu sudah lewat jam 12 malam. Semua orang dalam suasana hati yang baik, para MM merasa bangga karena model rambut baru mereka cantik, sementara aku merasa enak gelap karena melihat si cantik secantik itu lagi.
Xin Yu berkata: "Sepertinya tidak bisa tidur, bagaimana kalau kita kembali ke tempat Lin Fan untuk main kartu?"
Murong Shanshan tertawa setuju, sementara aku malah menyiram air dingin: "Sekarang kamu tidak ngantuk, tapi begitu kepala menyentuh bantal pasti lebih cepat tidur daripada siapa pun. Hmph, kelakuanmu Xin Yu kan aku sudah tahu. Dulu waktu kita nonton TV di aula, kamu maksa mau nonton Super Baron, eh hasilnya di tengah acara malah terkapar di pangkuanku sampai tidur. Aku saja jadi malu mengingatnya!"
Xin Yu bersuara kesal membantah: "Sekarang sudah beda! Aku janji tidak akan tidur!"
"Tetap saja tidak baik. Kalau benar mau main kartu, mainlah besok pagi. Sudah larut malam begini, kalian semua harus istirahat..."
Murong Shanshan tidak setuju dengan pendapatku: "Main kartu besok pagi akan memakan jam kerja. Nanti merasa bersalah. Tapi kalau main kartu malam ini kan hanya hiburan di waktu senggang, besok telat kerja pun masih bisa dimaklumi."
Aku tak bisa berkutik, akhirnya mengiyakan. Beberapa orang dengan semangat lari ke lapak terdekat membeli kartu, kembali ke asrama, dan membangunkan Xu Lin yang masih mengantuk.
