Tiga hari berlalu. Dalam tiga hari itu hanya menemani hampir seribu Ksatria guild untuk leveling sambil menjalin ikatan perasaan. Pada tahap saat ini, kecepatan leveling Penyihir yang bisa menggunakan sihir kelompok pasti lebih cepat dariku, apalagi Penyihir kelas kakap seperti Xu Lin yang memiliki serangan sihir yang mengerikan.
Dalam bantuan latihan leveling ini, sebagian ksatria dengan perlengkapan yang cukup baik diprioritaskan untuk naik ke level 80. Batu Segel Badak di tangan saya juga telah dibagikan lebih dari setengah. Berdasarkan prinsip menjaga profil rendah, kami secara khusus memerintahkan para ksatria hanya boleh melepaskan tunggangan di area latihan leveling yang sepi. Di area latihan, efek serbuan gagah lebih dari 100 orang Ksatria Badak membuat banyak orang terpana, gemuruh yang mengguncang jiwa membuat semua orang sangat bersemangat.
Namun, penampilan transmisi armor badak memang terlalu keren. Hasilnya, kebenaran akhirnya terungkap - beberapa orang memposting gambar Ksatria Badak Berbaju Baja di internet. Untungnya tidak ada foto kavaleri dalam jumlah besar, jadi semua orang hanya tahu bahwa ada pemain di Firdaus yang Hilang yang telah melengkapi diri dengan tunggangan badak level 80 ini, tapi tidak menyadari bahwa kavaleri badak ini akan segera mencapai skala besar. Bagaimanapun game berbeda dengan realita, basically beberapa ratus kavaleri badak saja sudah bisa memberikan efek serbuan yang cukup mengesankan.
Xu Lin pernah menyaksikan formasi kavaleri menyerbu membuat serigala mutasi level 95 kocar-kacir, sehingga dia sangat menghargai pembentukan resimen kavaleri. Baik secara emosional maupun sumber daya, dia memberikan perhatian khusus. Hanya dana aktivitas saja, aku sudah menarik 1 juta dari dirinya dalam tiga hari, dengan alasan sebagai tunjangan kehadiran saudara dan perbaikan perlengkapan. Sebenarnya, uang itu hanya kuhabiskan setengahnya, sisanya ada di rekening bankku. Saat jalan-jalan ke pusat perbelanjaan dengan Xin Yu, beberapa ribu terpakai, membuat Li Qing geram dan menuduhku menggelapkan dana. Akhirnya, dengan petunjuk Xin Yu, kusediakan camilan puluhan uang untuk membungkam mulut Li Qing.
Pagi hari, langit baru mulai terang. Semua orang masih belum bangun, tapi aku sudah tak bisa tidur lagi. Mungkin karena tidur terlalu cepat semalam, mentalku sangat segar. Musim sudah memasuki panas. Membuka tirai, melalui jendela kaca besar terlihat plaza belakang sudah ada lansia yang jalan pagi. Beberapa dedaunan menggesek kaca, embun di dedaunan bergoyang dan mengalir turun.
Tiba-tiba sebuah kehendak muncul di pikiran: Sepertinya sudah lama tidak keluar sendiri untuk membeli sarapan Lu Xuehan dan Xin Yu. Dulu, saat tinggal di rumah Xu Lin, sering bangun pagi untuk membeli bakpao untuk semua orang. Sekarang jadi malas.
Akhirnya bangun, merapikan diri dan mengenakan pakaian kasual lalu keluar rumah.
Di luar sangat sunyi, baru pukul 6 pagi, sama sekali belum ada yang bangun. Hanya beberapa koki di bawah sedang sibuk berlarian di depan kantin.
Beberapa satpam sudah membuka pintu perusahaan. Di luar terlihat suram, banyak pekerja shift pagi di pinggir jalan yang sedang buru-buru mengendarai motor listrik atau menunggu bus pagi. Di sudut-sudut jalan, beberapa pedagang kecil sembunyi-sembunyi mendirikan stan mereka sambil terus awas ke sekeliling, khawatir petugas ketertiban akan tiba-tiba muncul.
Aku juga takut petugas ketertiban akan datang mendadak. Segera kusambar stan yang baru dibuka, cepat-cepat menyodorkan 20 yuan ke bos paruh baya itu. "Bos, dua kukusan bakmi daging, dua kukusan bakmi sayur, dua kukusan pangsit kuah kecil. Tambahkan juga tiga buah susu kedelai dan tiga buah bubur encer. Youtiao juga dua lusin. Ini 20 yuan, tak usah kembalian!"
Bos itu menghitung dengan jarinya: "Uangnya kurang, bos!"
Kulempar lagi lima yuan padanya: "Sekarang cukup?"
"Masih kurang lima mao. Sudahlah, aku kasih diskon lima mao untukmu..."
Tanpa basa-basi lagi, kubawa sarapan hangat itu dan langsung berlari kembali. Di depan pintu perusahaan kutemui Wang Xue yang sudah bangun pagi. Dia bertanya sambil tersenyum: "Manajer Lin beli sarapan pagi-pagi? Kan makanan di kantin gratis, kenapa harus beli di luar?"
Aku berkata: "Ini beda, makan di kantin tidak ada romantisnya sama sekali, makan sarapan di asrama baru terasa hangat. Hah? Makeup Xue hari ini bagus, jauh lebih baik daripada coretan sembarangan Guozi. Hmm, akhir-akhir ini baik-baik saja dengan Feng Shen? Kudengar perempuan yang mendapat siraman cinta sejati akan terlihat lebih segar, wuih... Wuih... Benar saja, akhir-akhir ini Xue memang terlihat semakin memikat~"
Seketika, wajah cantik Wang Xue memerah padam. Dengan panik ia mengambil dokumen di meja untuk menutupi bagian bawah matanya, ekspresi malu-malunya membuat orang tak sadar terpesona. Untungnya, aku masih sadar diri, mengingat dia adalah perempuan pujaan Feng Shen. Akhirnya aku berhenti menggoda, meninggalkan dua bakpao untuknya sebagai suplemen sebelum kembali ke asrama. Jelas terlihat, Wang Xue manis dan menggemaskan, sayangnya bagian dada montoknya kurang sempurna. Mungkin makan bakpao bisa sedikit membantu.
Naik ke lantai atas, pertama-tama membangunkan Lu Xuehan dan Xin Yu, lalu menendang pintu di lantai tiga untuk membangunkan Xu Lin. Lagipula makanan yang kubawa banyak, sedangkan Xin Yu dan Lu Xuehan hanya makan sedikit di pagi hari. Memanggil mereka turun juga sama saja.
Di dalam kamar Lu Xuehan, Xu Lin terlihat sangat terkejut. Ia berseru dengan penuh kejutan: "Lin Fan tiba-tiba ingat untuk beli makanan dari luar? Hehe, sudah lama aku tidak makan bakpao asin otentik seperti ini~"
Xu Lin menatapku dengan penuh arti, tiba-tiba bertanya: "Lin Fan, dulu di kompleks perumahan kau juga sering keluar beli sarapan. Sekarang, apa kau merindukan kehidupan saat itu, hmm, tinggal bersama Xue Han!"
Lu Xuehan tidak berbicara, menggigit bakpao kecil-kecil, riak senyum mengembang di bibirnya.
Aku malah berkata: "Aku tidak merindukan kehidupan itu. Aku hanya sangat membenci kehidupan sebelum itu."
"Aku tahu. Apakah kau pernah membenciku?" tanya Xu Lin dengan tenang.
Aku menggeleng: "Kenapa harus membencimu? Awalnya aku yang pergi dari klub sampai jadi terpuruk. Hanya saja, pengalaman itu tak ingin kurenungkan. Setiap hari seperti hidup di ruang gelap, bahkan jalan di jalanan saja takut ada yang mengenali."
Xin Yu terkekuk: "Kalau tak ingin mengingat, jangan dibicarakan lagi."
Xu Lin melirikku, lalu memandang Xin Yu, menghela nafas panjang penuh kesan.
Xin Yu segera meletakkan barang di tangannya: "Kakak Lin, jangan mengeluh. Aku dan Lin Fan tak perlu dikasihani. Segalanya adalah pilihan kami sendiri. Tak bisa menyalahkan siapa pun. Lagipula, kalau memang hanya dengan begitu bisa bertemu Lin Fan, aku tidak akan ragu untuk mengalaminya lagi!"
Xu Lin terdiam, lalu menggeleng sambil tersenyum getir: "Xin Yu, nona-nona bodoh ini. Maukah Lin Fan melihatmu melakukan itu?"
Xin Yu juga menatapku, seolah menanyakan pendapatku. Aku pun berkata, "Di dunia ini tidak ada 'jika', tak perlu kita berandai-andai yang hanya menambah beban. Sejak pertama kali bertemu Xin Yu, aku sudah merasa dia sangat cantik dan tak seharusnya berada di tempat itu. Tapi aku tak berdaya. Aku merasa beruntung bisa diterima Xin Yu. Satu kalimat: Memperoleh Xin Yu, keberuntunganku. Kehilangan Xin Yu, takdirku!"
Xin Yu tampak ingin menangis. Li Qing di sampingnya segera menghentikan, "Cukup, cukup! Kita sedang makan! Kalian berdua kalau mesra cari tempat sepi saja, tak ada yang peduli. Tapi menurutku, kalimat terakhir Lin Fan lebih cocok untuk Murong Shanshan. Hehe, dia sudah kembali ke kampus. Di Universitas XX, pria ganteng banyak seperti bulu kerbau. Orang buta pun bisa lihat Shanshan cukup menyukaimu. Jika bisa mendapatkannya, itu memang keberuntunganmu. Kehilangan, bukan takdir, hanya kau tak bisa mempertahankan."
Aku terpana menatap Li Qing, tak menyangka MM genit ini bisa mengucapkan kata-kata yang agak masuk akal.
Xu Lin kali ini batuk-batuk kecil, berkata, "Urusan Shanshan, Lin Fan sendiri yang akan memutuskan. Tak perlu Li Qing merencanakan strategi di sini!"
Li Qing melirikku, membantah, "Kalau dia benar-benar bisa memutuskan, hmph, sekarang Xin Yu dan Xue Han kita pasti sudah jadi istrinya. Tak akan ada urusan dengan Shanshan sama sekali."
Xu Lin tersenyum tipis, berkata dengan kekecewaan: "Bukankah Li Qing kamu lupa? Saat Lin Fan pertama kali kenal Shanshan, dia sama sekali belum bersama Xin Yu. Waktu itu, bukankah dia setiap hari terus bertengkar sengit dengan Xin Yu? Lagipula, perhatian Lin Fan terhadap Xue Han waktu itu hanya sebatas perintahku. Hmph, sublimasi perasaan yang sebenarnya baru terjadi setelah urusan game."
Xin Yu mengetuk meja, dengan ekspresi datar berkata: "Ini semua urusan rumah tangga kami. Kalian berdua tak perlu ikut campur. Hubungan antara Lin Fan dan Shanshan biar mereka sendiri yang saling menangani. Tak perlu kita repotkan. Makanlah, habiskan lalu kita harus latihan leveling!"
Setelah berkata demikian, Xin Yu menyunggingkan senyum tipis padaku. Seketika, terlihat lekuk payudara yang menggoda di balik kemeja putihnya. Karena tak perlu kerja, Xin Yu malas turun rumah sehingga berpakaian seenaknya. Cuaca semakin panas, dia mulai kembali ke gaya berpakaian seksi khas musim panas. Saat ini, bagian bawahnya hanya mengenakan celana pendek hitam super mini yang sepenuhnya tertutupi oleh ujung kemeja panjangnya, sehingga terlihat seperti tidak memakai apa-apa sama sekali. Berkali-kali aku ingin menunduk memastikan.
Kutanya: "Xin Yu, kemeja ini kapan dibeli? Sepertinya belum pernah kulihat kamu pakai?"
“Bukan beli, itu baju yang waktu itu kamu bilang agak kecil, yang kamu suruh aku hancurkan secara manusiawi, masih ingat? Karena masih baru, dan itu merek level 2 yang harganya ratusan, aku rasa sayang kalau dibuang, jadi aku simpan. Baru selesai mandi pagi, langsung kukenakan, pas cocok!”
Sial, wanita dengan postur bagai memang enak, langsung jadi model pakaian hidup. Postur Xin Yu sempurna, apapun yang dikenakan pasti cantik. Bahkan kemeja putih biasa pun jadi terlihat seksi saat dikenakannya. Kalau pakai kemeja hitam, kontras dengan kulit putih bersihnya, bukankah godaannya bisa bikin orang gila?
Aku pun berbisik: "Xin Yu, aku pun kemeja hitam di sana, mau coba?"
Xin Yu menyandar ke badanku, berbisik: "Boleh saja, malam ini ya! Kebetulan, akhir-akhir ini aku kekurangan baju rumah~"
Aku menelan air liur tak tertahan: Ini enak banget, malam nanti bisa puas memandang. Siapa tahu, bisa ada kemajuan lebih dalam!
Saat aku sedang YY, tiba-tiba Lu Xuehan bertanya: "Lin Fan, beberapa hari ini kamu latihan leveling sama kami, pasti levelmu naik lambat. Gimana kalau Xin Yu khusus latihan leveling sama kamu?"
Aku geleng: "Tidak perlu. Sekarang levelku jauh lebih tinggi dari kalian. Lagipula daya serang Xin Yu belum cukup kuat untuk monster biasa level 110. Tunggu saja sampai dia mencapai level 90 dan memakai busur artefak spiritual."
"Lalu hari ini kamu mau ngapain? Masih latihan leveling sama aku?"
Aku berpikir sejenak, latihan seperti ini tidak ada gunanya lagi, membosankan. Akhirnya aku berkata, "Bagaimana kalau aku mengajakmu berkeliling di hutan Landak raksasa? Xin Yu tetap di sini untuk latihan leveling bersama yang lain. Lagipula serangan Xue Han terbatas, lebih aman jika mengikuti di belakangku."
Meski tidak sepenuhnya puas, Xin Yu hanya bisa mengangguk.
Setelah kesepakatan, saat aku hendak memusnahkan pangsit kuah yang sudah lama kugoda, teleponku tiba-tiba berdering. Kulihat layar——nomor tak dikenal.
"Halo, apakah ini Bapak Lin Fan?" Suara laki-laki kasar terdengar di seberang.
"Ya, saya. Ada perlu apa?"
"Oh begini, saya Mo Jingfeng dalam game. Masih ingat? Dua hari lalu kita berdiskusi tentang transaksi pedang Kusanagi. Anda bilang memberi waktu tiga hari. Hari ini batas terakhir. Karena Anda belum login, teman saya tidak sabar jadi menelepon."
Kutanyakan dingin, "Bagaimana kau tahu nomorku?!"
Mo Jingfeng jelas bukan orang ber-IQ tinggi. Gagap beberapa saat, akhirnya menjawab, "Saya... dengar-dengar dari teman. Anda kan publik figur, tentu banyak yang tahu nomor Anda."
Padahal yang tahu nomorku bisa dihitung jari: orang terdekat, anggota TOT, Ayue, Murong Shanshan di kampus. Orang tua sendiri pun tidak tahu!
Kutanyakan, "Bisa sebutkan nama temanmu itu?"
Mo Jingfeng terdengar gelisah, "Ini... agak sulit. Hanya bisa beri tahu, marga Xu..."
"Margaku Xu? Jangan-jangan ini Xu Lin?"
"Mustahil! Xu Lin tidak mungkin kenal orang ini, lagipula dia takkan memberikan nomorku ke orang asing. Pasti ada Xu lainnya!"
Tiba-tiba, sebuah nama melintas di pikiranku: Xu Fei!
"Iya pasti Xu Fei! Waktu itu dia pernah menelepon dan mengancamku. Yang kasih nomorku ke dia pasti Wu Jia!"
Setelah merancang strategi dalam hati, kutunggu dengan santai: "Wah bro, gaya lo kocak banget sih. Ngapain juga disembunyinin? Gimana kabar Xu Fei akhir-akhir ini? Katanya pacar barunya lagi cakep nih, body-nya semok, bokong seksi, benar-benar kelas kakap! Konon skill mulutnya juga jago, rata-rata cowok nggak sampai satu menit langsung kelar~"
"Oh ya? Terakhir kali aku liat dia masih sama artis pendukung itu kan? Body-nya emang oke. Heran deh dia tega banget ninggalin barang kelas kakap kayak gitu..."
Mungkin Mok Jingfeng tidak sebodoh itu, tapi seranganku yang tiba-tiba benar-benar membuatnya panik. Jelas sekali karakter mesum ini langsung terangsang mendengar kata "wanita", memberi celah untukku. Sekarang, bahkan dengan kecerdasan anak kecil pun aku bisa memastikan: nomor teleponku pasti didapatkannya dari Xu Fei.
"Kulihat ke samping, Lu Xuehan sudah memerah wajahnya, memandangku dengan meledek, sementara Xin Yu mendengarkan dengan seksama. Maka aku pun semakin berani. Lu Xuehan takkan menyalahkanku, sedangkan Xin Yu justru mendukungku dalam hal ini. Andai Murong Shanshan masih di sini, pasti takkan kusampaikan seblak-blak ini."
Melihat Mo Jingfeng panik, segera kulanjutkan serangan: "Lao Xiong, jangan bilang Xu Fei yang mau beli Pedang Kusanagi! Aku tidak cocok dengan bocah itu. Kalau dia yang mau beli, aku pasti tidak mau jual!"
"Tentu bukan! Tentu bukan!" Mo Jingfeng buru-buru menyangkal.
Aku mendesak: "Lalu siapa yang mau beli? Kalau tidak dijelaskan jelas, aku tak bisa tenang! Jangan-jangan kamu sendiri yang mau beli? Harga belasan miliar, pasti cuma orang terkaya 100 besar Tiongkok yang sanggup. Lao Xiong, siapa kamu sebenarnya? Jangan-jangan kamu Ding Lei?"
Mo Jingfeng berkeringat dingin: "Tentu bukan! Mana mungkin aku sekaya itu. Pembelinya bukan dari 100 orang terkaya."
"Bukan 100 terkaya? Berarti dia bukan orang Tiongkok? Negara mana? Jangan jawab dulu. Mari kita buat pilihan ganda: A: Orang Jepang B: Orang Etiopia (negara termiskin sedunia). Mana? Kalau tidak jawab, otomatis pilih A. Benar kan?"
Mo Jingfeng tak berkutik, pasrah: "Mana ada orang Etiopia yang sanggup bayar semahal itu? Tentu hanya pilihan A!"
Kutersenyum tipis. Ternyata benar. Orang Jepang benar-benar kaya raya. Satu perlengkapan game saja rela keluar belasan miliar. Sungguh, BANGSAT, kaya sekali mereka!
Aku berkata: "Kalau begitu, seharusnya temanmu ada di sampingmu kan? Lagipula kau tidak bisa memutuskan, suruh dia saja yang mendengarkan telepon! Aku akan jelaskan situasi secara detail padanya!"
Mo Jingfeng ragu sebentar, telepon berpindah tangan.
Di sisi lain telepon berganti menjadi suara pria paruh baya yang lebih tenang. Sikapnya tidak terlalu baik, langsung berbicara dengan bahasa China yang kaku: "Pedang Kusanagi awalnya milik... Jepang. Secara alami, kami mengambilnya kembali adalah hal wajar. Jangan banyak menghalangi, kalau tidak..."
Aku segera memotongnya, tanpa tedeng aling-aling: "Pedang Kusanagi sekarang ada di tanganku. Aku berani datang ke Kota Jifeng untuk mengambilnya, kira-kira ancaman dari jauhmu yang tidak berarti itu kupedulikan? Jadi, lebih baik Yang Mulia mengendalikan emosi, kalau tidak transaksi batal!"
Pria paruh baya itu terkejut, mungkin agak marah. Tapi cepat-cepat dia menekan emosinya, lalu berkata: "Baik, sesuai harga yang kau minta. Bagaimana cara transaksinya? Kau dan Jingfeng-kun tidak mungkin bertransaksi online... Dia tidak punya uang sebanyak itu. Jadi, harus ganti metode transaksi... Aku akan menyimpan uang di Bank Swiss, kau bisa cek sendiri..."
Aku berpikir sejenak. Tidak bisa! Pemuda kere seperti aku yang belum pernah liat dunia gampang ditipu. Bank Swiss? Aku sama sekali tidak punya pengalaman konkret. Bagaimana jika Pedang Kusanagi tertipu cek kosong? Mau pakai apa untuk menjelaskan pada Murong Shanshan?
Setelah bermeditasi beberapa menit, Xin Yu dan Lu Xuehan memandangku heran. Tiba-tiba, ide brilian yang menguntungkan dua pihak muncul cepat di kepalaku!
