“Apa kamu benar-benar sepupu Shanshan?” Aku langsung bertanya.
Nangong berkata: “Iya, kakak menyuruhku mengurus Pedang & Mawar. Bagaimana, menurutmu aku tidak mirip bos guild?”
Aku tersenyum tipis: “Mirip. Tapi aku ingin tanya, sebenarnya Shanshan pergi ke mana?”
“Ke tempat yang tidak akan kau temukan!” Nangong tersenyum kecut, lalu melanjutkan: “Lupakan saja, kalau kakak sudah tidak mau ditemui, mustahil kau bisa menemukannya. Dan kuberi tahu jelas-jelas, pengumuman yang kau buat itu pun tidak akan membuatnya muncul. Kalau ada yang mencarinya, langsung saja dibunuh. Kau kan kenal sifatnya, pasti dia sanggup melakukannya.”
“Lagipula, kakak tidak lama lagi akan meninggalkan Kota Bulan Perak. Ingin mencarinya? Lebih sulit lagi. Jangan bilang kau mau nongkrong di server transmisi, percuma! Setiap hari ada ribuan orang yang transit, mana mungkin kau awasi semua? Apalagi titik transmisinya tidak cuma satu, mana mungkin kau tebak!”
Nangong tampak puas diri. Aku langsung menggigit gigi: “Nona-nona, apa maumu sebenarnya?”
Nangong tersenyum manis: “Kakak mencintaimu, tidak tega menghukummu. Jadi aku yang menggantikannya! Kau sudah menyakiti kakak, pantas menerima hukuman! Hmph, demi kau, kakak sampai bersujud pada Kakek. Penderitaanmu ini belum seberapa!”
Napasku tersekat. Kukatakan: “Aku memang bersalah pada Shanshan. Setidaknya beri aku kesempatan menebus dosa?”
“Hehe, ingin kompensasi? Baiklah! Kakak pernah bilang, setelah dia pergi, pertahanan seluruh Silver Moon City diserahkan padamu. Prancis dan India pasti akan memicu perang negara lagi. Hanya kau satu-satunya yang bisa menyelamatkan situasi saat itu. Jika hal sederhana seperti itu saja tak bisa kau tangani, tak ada lagi yang perlu dibicarakan!”
“Baik, tentang urusan perang negara, aku tak akan merugikan Silver Moon City. Lalu, bisakah kau memberitahuku bagaimana cara menemukan Shanshan?”
Aku hampir memohon, tapi Nan Gong tetap bersikeras: "Mudah sekali kah?! Baik di dunia nyata maupun game, kakak takkan membocorkan keberadaannya atau mencarimu. Ini janjinya pada Bibi Xuan. Kau pasti tahu kakak adalah orang yang menepati janji, kan?"
Nan Gong melunak, tiba-tiba berkata: "Tentu saja, jika kau bisa menemukannya, berarti bukan dia yang mencari duluan. Itu tidak melanggar janji. Kau paham maksudku?"
Aku berseru gembira: "Artinya, jika aku bisa menemukan Shanshan, semua pertanyaan akan terjawab?"
"Hmm, pintar! Pantasan kakak menyukaimu. Sekarang, bahkan aku mulai menyukaimu. Bagaimana kalau selama kakak tidak ada, kita pacaran dulu?" Nan Gong mengedipkan mata indahnya dengan ekspresi ambigu.
Aku meliriknya: "Lupakan, aku tak tertarik pada gadis kecil yang belum berkembang."
Nan Gong langsung cemberut, marah: "Siapa bilang aku belum berkembang? Kalau tak percaya, lihat baik-baik!"
Sambil berkata dia ingin melepas zirah dada untuk memperlihatkan perkembangannya, aku ketakutan sampai wajah pucat pasi, merangkak sambil berguling kabur keluar, terbang bagai angin kembali ke Kota Bulan Perak.
Lu Xuehan dan Xin Yu pergi latihan leveling, tapi aku kehilangan makna latihan. Satu-satunya hal yang ingin kulakukan sekarang adalah menemukan Murong Shanshan, tapi Murong Shanshan entah menghilang ke mana, di Kota Bulan Perak sama sekali tidak ada bayangannya.
Saat log off malam hari, tiba-tiba melihat gambar promosi "Raja Para Pemenang" di homepage resmi Yueheng. Yang lebih mengejutkan, gambar promosi menggunakan cuplikan game saat aku bertransformasi iblis - rambut merah mata merahku terlihat dingin tanpa ampun di gambaran itu, Pedang Bulu Terbang sedang membelah kepala naga. Awalnya, naga itu seperti keberadaan yang nyaris BUG, tapi grup pemain itu sama sekali tidak menyangka ada pemain yang bisa membunuh naga sendirian secara paksa.
Untungnya ibukota kerajaan pemain Inggris itu sangat jauh dari kita. Kalau tidak, saat perang negara ada yang memanggil naga, benar-benar akan merepotkan.
Di forum ramai sekali, para pemain sedang mendiskusikan alasan Firdaus yang Hilang membatalkan pertandingan final. Ada juga yang membocorkan gosipku hari ini di online, mengatakan Lin Fan dan Murong Shanshan resmi bermusuhan, Shanshan kabur dari rumah karena emosi. Melihat ini aku tak bisa menahan tawa, meski tawanya pahit.
……
Tahun-tahun mengalir seperti air, waktu berlalu bagai nyanyian.
Murong Shanshan telah pergi, tetapi hidup kami harus terus berjalan. Hari demi hari berlalu, dan kini sudah lebih dari seminggu sejak kepergian Murong Shanshan.
Aku benar-benar tidak bisa menahan diri, memutuskan untuk menyelidiki asrama Murong Shanshan.
Menyetir ke Universitas XX yang familiar, langsung memarkir mobil di luar, kemudian masuk dengan paksa penuh aura. Anehnya satpam sama sekali tidak menghalangi.
Di bawah asrama Murong Shanshan, tante-tante administrator sedang merajut wol. Aku membungkuk dan menyelinap masuk. Beberapa perempuan di belakang memandangiku heran, tapi tak ada yang berteriak.
Naik ke lantai atas, langsung mengetuk pintu asrama. Yang membuka adalah A Li. Matanya melotot melihatku, lalu berkata: "Lin Fan, Shanshan sudah pergi. Kenapa kau datang?"
Aku buru-buru masuk, menutup pintu sambil berkata: "Aku tidak tahu ke mana Shanshan pergi, jadi datang ke sini untuk mencari informasi."
A Li mengangkat bahu: "Kamu sebagai pihak yang bersangkutan saja tidak tahu, apalagi kami? Tapi Shanshan meninggalkan beberapa barang di sini. Mau kau urus?"
Kulihat selimut di ranjang Murong Shanshan sudah dibawa. Namun di meja belajarnya masih ada banyak barang berantakan: pulpen hitam legam, MP4 yang masih berfungsi, beberapa buku catatan elegan. Laci-lacinya justru rapi, buku dan alat tulis tersusun teratur.
Aku menaruh semua buku dan barang-barang ke atas meja, tiba-tiba melihat ada foto terselip di celah bawah yang diletakkan terbalik. Ketika kubalik, ternyata foto bersama dengannya! Itu foto yang diambil malam itu saat kami makan masakan Sichuan di Shanghai. Dalam foto, Murong Shanshan tersenyum manis, bersandar manja di bahuku.
Keke di samping berkata: "Saat Shanshan hendak pergi, dia mencari lama sekali di laci, akhirnya pergi dengan kecewa. Kurasa yang dia cari adalah ini..."
Dadaku serasa tertusuk jarum, tangan yang memegang foto gemetar halus.
Keke melanjutkan: "Shanshan punya dunianya sendiri, tapi karena kehadiranmu, dia mengorbankan banyak hal dan belajar menghargai. Tapi kamu? Pernahkah kau perhatikan perasaannya? Tahukah kau betapa sakit hatinya saat kau bersama perempuan-perempuan itu?"
Keke mulai menangis, seolah meluapkan amarah. Dia memukul dadaku keras sambil berteriak: "Kau tahu betapa Shanshan mencintaimu? Kau pikir dia bahagia? Tidak... Dia tidak sekuat yang kau bayangkan. Berapa kali dia meringkuk di sudut ranjang menahan sakit di dada, menangis sendirian di tempat sepi. Keangkuhan terakhirnya membuatnya tak bisa mengungkapkan cinta - semua ini... kau tahukah?!"
Keke tak sanggup melanjutkan, bersandar di bahuku sambil terisak-isak.
Aku sangat ingin menangis, tapi air mata tak keluar. Perasaan itu seperti benda keras yang tersangkut di tenggorokan, menyiksaku.
Setelah lama, Kakao mengusap mata dan menjauh dari bahuku, berbisik: "Maafkan aku..."
Aku menggelengkan kepala: "Kau tak perlu minta maaf. Yang harus menyesal adalah aku. Selama ini, sungguh aku mengabaikan Shanshan. Aku gagal melakukan yang seharusnya. Kakao, menurutmu, masih adakah kesempatan untukku memperbaiki ini?"
Kakao dengan mata berkaca-kaca berkata: "Aku tahu kau pasti juga sangat mencintai Shanshan. Kalau tidak, hari ini kau takkan datang. Tapi sekarang bahkan aku tak tahu di mana Shanshan berada. Tapi aku yakin, dia pasti menantimu di suatu tempat. Menunggu hari ketika kau muncul di hadapannya. Saat itu, dia akan mencintaimu tanpa ragu, karena demi dirimu, dia sudah mengorbankan segalanya."
Aku mengangguk. Bukankah aku juga mengharapkan hal yang sama? Selama ada harapan, akan ada keberanian untuk terus berjuang.
Kuambil tas dan kukumpulkan semua barang-barang Murong Shanshan yang berserakan. Dengan melihat ini, aku takkan melupakannya.
Bahkan jika ingin melupakan, mana mungkin? Beberapa hal benar-benar terukir di tulang sumsum.
Setelah meninggalkan kampus, aku tetap kembali ke perusahaan.
……
Malam itu, Xin Yu memanggilku dan Lu Xuehan ke kamarku. Xin Yu berkata: "Aku harus membuat keputusan sangat penting!"
Melihat tingkahnya yang misterius, kutanya: "Xin Yu, kau mau melakukan apa lagi ini?"
“Ha～Hal yang kulakukan tentu untuk kebaikanmu. Ngomong-ngomong, aku akan membuat minuman untuk kalian, mau pesan apa?”
Aku merasa aneh dan bertanya: “Xin Yu, hari ini hari apa sampai dibuat seribet ini? Untuk minuman, air putih biasa saja～”
Lu Xuehan juga berkata: “Iya, Xin Yu jangan repot-repot.”
Xin Yu tersenyum ringan: “Gak apa-apa, aku pergi sebentar dan segera kembali!”
Akhirnya, aku pesan kopi es, Lu Xuehan minta jus.
Baru saja Xin Yu pergi, Xu Lin masuk dengan hanya memakai baju tipis dan rambut setengah basah. Aku terkejut: “Bangsat! Kakak Lin datang dalam kondisi begini mau apa?”
Xu Lin kesal: “Omong kosong! Xue Han ada di sini, mau aku apain? Aduh, tadi sedang keramas tiba-tiba pemanas airnya rusak, gak bisa mengeluarkan Air. Jadi aku turun pinjam kamar mandi kalian. Pintu Xue Han terkunci, kamarmu bisa dipakai kan?”
Aku menghela nafas: “Pakai saja～Tadi malam aku baru merebus air untuk mandi. Habis kamu pakai, nanti aku rebus lagi.”
Xu Lin tersenyum kecut lalu masuk ke kamar mandi.
Saat itu, Xin Yu masuk. Dia melihat waktu lalu terkejut: “Wah, sudah larut begini. Habis minum bisa langsung tidur～”
Aku juga kaget: “NDD, baru pukul 10! Kau sudah buru-buru mau tidur?”
Xin Yu tertawa ringan: “Tidur cepat bangun pagi, Tubuh sehat! Ini kopi esmu, jus Xue Han! Cepat diminum selagi hangat!”
"Es kopi, masih minum selagi hangat?"
"Kalau begitu... selagi masih dingin, minumlah, jangan sia-siakan perasaan kakak!"
Melihat Xin Yu berkata begitu, aku dan Lu Xuehan langsung mengambil minuman masing-masing dan meminumnya. Tiba-tiba Xin Yu berteriak "Wah!" lalu berkata: "Barusan janji sama Guozi mau login untuk lawan BOSS level 90, hampir lupa! Aku harus segera kembali login. Kalian berdua ngobrol saja! Lin Fan, temani Xuehan lebih lama, akhir-akhir ini dia selalu susah tidur."
Aku curiga memandangnya: "Xin Yu, tidak apa-apa? Kok aku merasa kau aneh hari ini?"
"Hmm? Ada? Bukannya dari dulu aku memang seperti ini?" Xin Yu tertegun sebentar, lalu berkata: "Sudahlah, aku pergi bantu Guozi lawan BOSS dulu. Kalian lanjut ngobrol."
"Perlu kami login bantu juga?"
"Tidak perlu! BOSS kecil level 90 begitu, kakak masih bisa atasi. Kalian lanjut ngobrol saja!"
Setelah berkata demikian, Xin Yu keluar ruangan dan membanting pintu "Byur～".
Lu Xuehan mengedipkan mata besar yang indah, menatapku: "Hari ini Xin Yu kelihatan agak tidak normal, menurutmu?"
Aku tersenyum: "Sudahlah, urusi saja. Mungkin lagi datang bulan!"
Seketika wajah Lu Xuehan memerah padam.
Saat itu, Xu Lin sedang mengeringkan rambut keluar dari kamar mandi. Matanya jatuh pada minuman di meja: "Kalian berdua cukup romantis juga, sudah larut masih minum-minum gini. Lin Fan, es kopimu kucicipi dong? Aku mandi sampai hampir haus MATI～"
Aku sangat murah hati, langsung bilang: "Minumlah, minumlah, gak apa-apa～"
Xu Lin tersenyum tipis, mengangkat kopi dan meneguk N sekaligus. Aku buru-buru berkata: "Bangsat, kasih sisa buat aku dong!"
Lu Xuehan tertawa kecil di samping, minuman di gelasnya juga sudah habis 70-80%.
Xu Lin duduk di sebelahku menonton TV, tapi tiba-tiba dia mengerutkan kening: "Kok aku merasa seluruh tubuh panas ya? Aneh..."
Ucapannya mengingatkanku. Aku juga tiba-tiba merasa tidak enak badan. Kesadaran mulai kabur perlahan. Lu Xuehan juga demikian, terbaring di sofa dengan tubuh memerah, napas tersengal-sengal, wajahnya merah merona bak buah ranum.
"Sial, ternyata ada obat di gelas minuman itu!"
Hatiku semakin berat, lalu langsung terdominasi oleh nafsu tak terbendung. Lu Xuehan merangkulku dengan tubuh membara, memandangku dengan wajah penuh gelora. Bibir merahnya bergetar: "Lin Fan, aku kenapa ya..."
……
Rambut Xu Lin masih basah. Matanya berkaca-kaca mengantuk. Piyama tergelincir dari bahunya, memperlihatkan payudara montok yang tegak berdiri. Dua gunung kembar itu terlihat semakin menggoda di bawah cahaya lampu. Seluruh tubuh Xu Lin gemetar, menempel erat di badanku sambil merintih: "Aku tidak tahan... Aku tidak tahan..."
Lu Xuehan memejamkan mata, wajahnya merah padam. Kepalanya menggesek-gesek leherku, napas membara yang dikeluarkannya membuatku semakin tersiksa.
Aku seperti hampir meledak, sangat ingin mencari tempat untuk meluapkan emosi. Kehilangan kendali, aku memeluk erat tubuh lembut Lu Xuehan di pelukanku. Tanganku meraba-raba setiap lekuk tubuhnya yang elastis. Dengan mata tertutup, Lu Xuehan mengeluarkan erangan senang "Hmm~ Ugh~".
"Ssst~"
Kemeja Lu Xuehan terkoyak, memperlihatkan sepasang "kelinci kecil" yang menggoda di balik pakaiannya. Dia membuka mata dengan panik, berusaha melawan efek obat yang terlalu kuat. Pipinya memerah pasrah, tangannya mencengkeramku erat: "Lin Fan, pelan-pelan..."
Saat itu aku tak peduli. Tanganku meraih kelembutan yang menggairahkan. Lu Xuehan terangsang, wajahnya menyembung di leherku, kaki panjangnya melilit pinggangku.
Dalam kekacauan, sobekan kain bertebaran. Hingga akhirnya Lu Xuehan telanjang bulat. Dengan malu, dia merebah di dadaku, menggigit bibir, tubuhnya membara.
Adegan mesum seperti ini bisa membuat siapa pun tak tahan, apalagi aku yang sedang keracunan obat?
Bagian bawahku terasa panas. Lu Xuehan menurunkan celanaku. Seketika lega, lalu diselimuti ruang hangat. "Wuuwu..." Dia merintih pelan, air mata meleleh.
“Aku tidak tahu seberapa sakit yang dia rasakan, tapi nafsu menggerakkanku untuk terus menerus masuk lebih dalam, merasakan kesempitan dan kehangatan Lu Xuehan, gelombang demi gelombang kenikmatan menyebar, ekspresi Lu Xuehan pun perlahan berubah dari kesakitan menjadi malu-malu, hingga senyum bahagia mengembang di bibirnya.”
“Tiba-tiba, arus listrik mengalir ke seluruh tubuh, Lu Xuehan juga menjerit kencang, lalu dia tertidur pulas dengan senyuman tipis. Baru saja aku turun dari tubuhnya, tiba-tiba ada sosok panas lain menyelinap ke pelukanku. Tak bisa membedakan siapa, dia melilitku erat, membungkusku rapat dengan ruang berharganya, mengeluarkan rintihan, kuku-kuku menusuk punggungku. Aku bertarung lagi, melupakan semua rasa sakit dan kesedihan.”
“Akhirnya, awan dan hujan berlalu. Aku memeluk si cantik di pelukan dan terlelap dalam tidur.”
……
“Pagi-pagi buta saat sinar matahari pertama menyusup jendela, aku terbangun perlahan.”
“Merasa seluruh badan pegal, aku bergerak sedikit. Tiba-tiba kusadari, di dadaku menindih dua gumpalan lembut, bahkan terlihat kuncup bunga merah muda yang menggoda!”
“Aku terkejut, sial ini siapa? Kenapa ada orang di ranjangku?”
“Hmm?”
“MM di pelukan mengeluarkan rintihan manja, mengulurkan tangan mengusap mata lalu menatapku.”
Sejenak, waktu seolah membeku. Aku menatap Xu Lin, dia pun menatapku. Tanganku masih menyangga dadanya yang montok, sementara satu tangannya erat memeluk separuh tubuhku!
"Beri tahu aku, ini hanya mimpi!" ujar Xu Lin.
Kukatakan: "Kamu yang duluan bilang, ini cuma mimpi!"
Akhirnya, kami berdua tersadar: ini bukan mimpi. Kami benar-benar melakukan... hal lain!
Xu Lin dan aku bagai patung batu, tak mampu mengucapkan sepatah kata pun.
……
Tiba-tiba, lenganku terasa hangat dan lembut, seolah terjepit dua tumpukan kenyal. Saat kuminum ke bawah, kepalaku seakan dihantam petir—Lu Xuehan yang telanjang bulat itu sedang memeluk lenganku dengan mesra. Seluruh tubuhnya masih kemerahan, entah berapa kali mereka 'bertempur' semalaman.
Lu Xuehan mengangkat kepala, terkejut: "Kakak Lin..."
Wajah cantik Xu Lin memerah padam: "Xue Han, kamu juga di sini..."
