Pertahanan kota akhirnya berakhir. Ada yang gembira ada yang kecewa. Beberapa pemain mati berkali-kali tanpa dapat perlengkapan, sementara yang lain selamat dan mendapat perlengkapan bagus bahkan senjata dewata.
Aku tak sempat membaca detail peraturannya. Sistem akan diupdate—beberapa area yang dikuasai arwah gelisah akan menjadi zona netral. Artinya peta akan membuka banyak area baru untuk pemain, termasuk Ngarai Arwah Gelisah di luar Lembah Bulan Perak.
“Xu Lin dan Xin Yu serta yang lain sibuk mempersiapkan pembukaan kembali NPC di markas guild. Markas Firdaus yang Hilang sebagai garis depan Kota Bulan Perak telah menjadi korban genosida pertama saat Resimen Arwah Gelisah menyerbu, bahkan tembok pertahanan luar telah dirobohkan. Tapi tak masalah, membangun kembali tembok hanya memakan biaya kurang dari 10 juta. Yang terpenting adalah NPC markas utamanya masih bertahan!”
Setelah memberi tahu Xin Yu, aku segera log off. Waktu sudah menunjukkan pukul satu pagi. Dari awal perang kota sampai sekarang, aku tidak tahu apakah Murong Shanshan sudah tidur.
Memakai mantel, keluar kamar, naik ke lantai atas menuju kamar Murong Shanshan. Ternyata Li Qingzheng sedang menyeduh teh di sana. Setelah dipotong oleh Raja Lich, dia tidak login lagi. Rupanya nona kecil ini kabur ke sini.
Aku mengintip dan bertanya pelan: "Shanshan sudah tidur?"
Li Qing tersenyum: "Iya, sudah tidur. Malam ini jangan temani dia, ikut kakak saja yuk?"
"Aku X..."
Aku masuk, merebut cangkir teh lalu berkata: "Qing'er kamu juga lelah, pulang istirahatlah. Biar aku yang di sini."
Akhirnya Li Qing bertindak tegas. Dia meletakkan selimut dan keluar kamar, sambil mengunci pintu.
Kulihat ke dalam, Murong Shanshan terbaring di ranjang. Matanya terbuka lebar menatap layar komputer, jemari kecilnya menyentuh keyboard laptop.
"Shanshan..." panggilku lembut.
"Hmm?" Murong Shanshan mengangkat wajah ke arahku. Tapi aku tahu, sepasang mata indah itu tak bisa melihat apapun.
"Belum tidur juga?"
“Kamu belum kembali, aku tidak bisa tidur.” Murong Shanshan menjawab lembut, lalu berkata: “Serangan monster ke kota, akhirnya bisa dipertahankan. Aku tadi terus mendengar komentar langsung Fei'er, hehe, tak menyangka intensitas serangan Arwah Gelisah begitu tinggi. Kalau bukan karena bantuan NPC, mungkin Kota Bulan Perak sudah runtuh.”
Aku mengangguk: “Benar, gerombolan Raja Lich itu terlalu garang. Untung Raja Lich sendiri tidak datang, hanya mengirimkan sebilah pedang dan sebuah mirror. Kalau tidak, bahkan Ice Phoenix dan para Ksatria Naga pun tidak akan sanggup menghadapinya.”
Sambil berkata demikian, aku melepas sepatu dan menuangkan air untuk mencuci kaki.
Murong Shanshan tersenyum manis menarik lenganku: “Lin Fan... Fei'er bilang kamu punya Naga sebagai tunggangan, benar kan? Dia juga bilang, kamu terbang ke langit sambil membawa Xin Yu!”
Aku menoleh sambil tersenyum, membelai bahunya yang halus: “Ada apa? Shanshanku sedang cemburu?”
“Aku tidak!” Murong Shanshan memiringkan kepala sambil tertawa, lalu melanjutkan: “Setelah mataku sembuh, bagaimana kalau kau perkenalkan aku ke Ice Phoenix? Aku juga ingin jadi Ksatria Naga, setuju?”
Aku kaget: “Itu cerita panjang. Harus menerima tugas dari Dark dulu, lalu menjalani serangkaian misi untuk mempelajari Jalan Naga Ksatria, kemudian naik level menjadi Tarian Penunggang Naga, baru ada kesempatan menjadi Ksatria Naga...”
Murong Shanshan terkikik: “Benar! Jadi harus bertahap. Aku tidak takut rintangan. Lagipula, dengan ada Ksatria Naga yang membantuku melakukan misi, apa lagi yang perlu kukhawatirkan?”
Aku tersenyum: "Baiklah, baiklah, apa kata Shanshan akan aku turuti. Ayo, biarkan aku cium dulu!"
Murong Shanshan seketika menghindar, meraih selimut untuk menutupi dadanya: "Jangan! Kata Ibu, tak boleh sembarangan memberi ciuman pada baron..."
"Bangsat..."
……
Malam itu, aku tetap tinggal menemani Murong Shanshan. Sebelumnya tidur di sofa, kali ini dia memintaku tidur di sampingnya, tapi tak boleh menyentuhnya – hanya dia yang boleh memegangku.
Malam telah larut. Xin Yu dan Xu Lin pun sudah tertidur. Setelah mematikan komputer Murong Shanshan, aku menyandarkan kepala di bantal tinggi sambil memandang bayangan pohon dan sinar bulan di balik jendela.
Murong Shanshan yang hanya mengenakan piyama itu menyandar di dadaku, wajahnya menempel di dada sambil merintih: "Aku merasa masa depan kita tak akan mulus. Mungkin... mataku memang takkan pernah sembuh..."
"Jangan ngomong konyol," hatiku tersayat, "Dokter yang dihubungi tante pasti profesional, tak seperti dokter abal-abal dalam negeri yang cuma mau menggaet wanita. Operasi mata memang rumit, tapi selama dilakukan dengan hati, tingkat keberhasilannya tinggi, bukan?"
Murong Shanshan mengangguk kencang, tertawa getir: "Iya. Aku rindu memandangmu, rindu melihat Ibu, rindu salju lagi. Jika segalanya terkabul, aku janji tak akan manja lagi..."
Sambil berkata, dia mengulurkan tangan dan menyentuh wajahku dengan lembut, seketika sensasi licin menyebar dari pipi.
Kuangkat tangan memeluk bahu Murong Shanshan, berujar: "Semua yang Shanshan ingin lihat masih ada, hanya menunggu matamu sembuh. Segalanya takkan berakhir, bahkan jika game ini selesai, kita baru saja memulai. Hidup harus terus berjalan."
Murong Shanshan mengangguk perlahan, tak terasa tertidur.
Di bawah sinar bulan, wajah putih salju itu teramat menawan. Tak kuasa kutahan decak kagum: betapa memesankannya Shanshan, aku sungguh tak tahu kebaikan apa yang kulakukan di kehidupan sebelumnya hingga bisa memilikinya.
……
Keesokan harinya, gadis bernama Ye Xin tak datang. Katanya dia tidak masuk kerja di rumah sakit, jadi tidak mampir ke sini. Tapi tak ada yang benar-benar memperhatikan, lagipula besok Murong Shanshan akan studi di luar negeri untuk pengobatan.
Pagi-pagi buta, beberapa orang dari TOT datang. Ye Qiu bersemangat berteriak: "Kabar baik! Kabar baik!"
Murong Shanshan yang sedang menyantap bubur mengangkat kepala: "Kabar apa?"
Ye Qiu berseru girang: "Kemarin, kita sukses Mempertahankan Kota! Tapi beberapa kota lain gagal! Dua ibukota kerajaan level 2 milik Prancis, dan yang paling memuaskan - hahaha! Satu-satunya ibukota kerajaan Jepang, Kota Jifeng, kemarin dihancurkan sampai rata oleh Raja Lich yang membawa belasan Lich dan Ksatria Kematian! Katanya, Raja Lich yang menyerang Silver Moon City kita hanya ilusi, tapi yang menyerang Jepang itu asli!"
Murong Shanshan segera menunjukkan sifat aslinya yang ingin melihat dunia berantakan, dengan mata berbinar dia tertawa: "Benarkah? Kalau begitu sekarang, pemain Jepang sudah tidak punya tempat berpijak ya?"
Ye Qiu mengangguk-angguk: "Iya iya, mantap banget! Seluruh pemain Jepang sekarang berdesakan di beberapa kota kecil, sial! Jalanan macet total. Kota Jifeng yang dulu sudah diubah arwah-arwah gelisah menjadi Menara Necromancer raksasa. Di luar menara, mereka membangun kuburan super besar menggunakan mayat pemain Jepang. Dari kuburan itu lahir banyak makhluk kebencian level tinggi dan Naga Embun Beku. Pagi ini, si Jepang kecil mengorganisir serangan balik ke Menara Necromancer Jifeng, tapi akibatnya dihancurkan habis-habisan oleh empat Ksatria Kematian yang membawa pasukan. Hampir saja ibukota level 2 Jepang itu berubah jadi peternakan mayat..."
Orang-orang di sekitar langsung tertawa terbahak. SAI berkata: "Setelah mata Shanshan sembuh, kita harus bikin tim latihan leveling ke Kota Jifeng, habisi monster si Jepang kecil!"
Semua merasa sangat puas. Ye Qiu melanjutkan: "Ada kabar dari jalan setapak, katanya perusahaan Yueheng berencana membuat game Yueheng ini tetap populer selama lima tahun. Sekarang mereka sedang mengembangkan game baru berjudul 《Ling Tong》 yang bergaya Tiongkok, rencananya rilis lima tahun lagi. Saat itu Yueheng mungkin sudah mulai kemunduran, kita semua bisa pindah ke Ling Tong!"
Aku bilang: "Harus, harus!"
Murong Shanshan tersenyum padaku: "Kalau begitu, kita masuk ke game baru itu secara terpisah. Jangan ada koneksi. Lihat bisa tidak kau menemukanku, setuju?"
Ye Qiu juga berkata: "Benar, benar, benar, kalau ketemu artinya hati kita saling terhubung, ada jodoh. Kalau tidak ketemu..."
"Kalau tidak ketemu, aku akan potong-potong kau!" kata saya dengan galak.
Ye Qiu cekikikan: "Lagi-lagi emosi..."
Tiba-tiba ada orang masuk dari luar, seorang MM berbaju jas formal. Setelah dilihat lebih seksama, ternyata Ayue!
"Hmm? Kok Nona Anggrek Hutan bisa datang ke sini?" Ye Qiu langsung mengenali Ayue.
Ayue tersenyum kecut, berkata: "Aku baru dengar mata Shanshan terluka, makanya buru-buru ke sini. Tolong jangan tersinggung ya..."
Setelah bicara, Ayue mendekati saya: "Kok bisa sampai tidak hati-hati begini..."
Saya hanya bisa tersenyum getir, tak bisa berkata apa-apa.
Belum beberapa menit, Xu Lin datang dari gedung depan membawa seorang MM. Xu Lin berbisik: "MM ini bilang kenal kamu dan Shanshan, jadi kubawa ke sini. Kok, aku belum pernah lihat orang ini sebelumnya?"
Xu Lin minggir, MM itu sudah berdiri anggun di depan kami. Saya kaget: "Hong Ye?"
Benar! Ini benar-benar Hong Ye dari markas besar Yueheng di Beijing!
"Haha, lama tidak bertemu!" dia tersenyum manis.
Murong Shanshan sudah mengenali suaranya, bertanya gembira: "Kakak Ye? Apakah ini Kakak Ye?"
Hong Ye segera mendekat, memegang tangan Murong Shanshan dengan akrab: "Maaf Shanshan, aku juga baru terima telepon dari tante. Buru-buru ke sini tak sempat beli tiket pesawat, naik kereta semalaman, baru turun..."
Murong Shanshan tampak sangat senang, langsung berkata: "Kau datang saja sudah bagus, pasti lelah ya? Aku aturkan kau tidur dulu, setuju?"
Hong Ye menggelengkan kepala: "Jangan, besok kau mau berobat ke luar negeri, aku ingin lebih lama menemanimu!"
Akhirnya kami semua memahami situasi dan keluar ruangan, membiarkan Hong Ye tetap menemani Murong Shanshan.
Nanti sore, Murong Xuan datang membawa paspor dan tiket pesawat untukku, mengatakan malam ini kita ke Shanghai, menginap semalam lalu langsung terbang ke luar negeri.
