Itulah Serigala Bilah Angin.
Makhluk licik ini tidak langsung merebut Buah Darah Keturunan, justru muncul setelah pertempuran usai untuk mengambil keuntungan di akhir.
Tiga Warcraft sebelumnya saja sudah membuat pasukan kewalahan.
Sekarang harus menghadapi tujuh ekor sekaligus, ditambah kondisi malam hari dan keadaan fisik yang tidak prima, sangat sulit untuk mengalahkan kawanan Serigala Angin ini.
"Yang Mulia, mundurlah."
Markus langsung mengeluarkan bungkusan batu api rumput asap yang dibagikan sebelumnya: "Pertempuran malam sangat merugikan kita, jebakan tidak bisa menghentikan serigala, dan kaki kiriku terluka sehingga tidak bisa menggunakan kekuatan penuh. Sekarang nyalakan rumput asap, aku akan menggunakan 《Panah Berganda》 untuk melindungi Yang Mulia saat mundur. Kita mundur ke arah jalan utama."
Liszt menjawab tuntas: "Baik!"
Saat bertarung harus spektakuler, saat kabur pun harus tuntas.
Batu api belum sempat digesekkan.
Suara lolongan serigala yang menusuk gendang telinga: "Auuu, auuu, auuuuuuuuu......"
Liszt menoleh dan melihat Doson yang sebelumnya tergeletak pingsan di tanah, kini sudah berdiri tegak dengan kepala mendongak meniru lolongan serigala ke langit.
Tubuhnya mengembang seperti balon yang ditiup, otot-otot di bawah bulunya menegang, mata merah berurat darah, gigi-gigi yang semakin mengerikan dan tajam.
Segera mengaktifkan Mata Magis.
Liszt melihat energi sihir cokelat tanah Doson berkobar seperti api, terlihat seperti binatang buas yang terbakar: "Doson!"
Mendengar teriakan Liszt, Doson menolehkan kepalanya dengan sorot mata yang sesaat terlihat bingung.
"Sesaat kemudian, layar yang familiar berkedip, instruksi Liszt terdengar di telinga: "Serang mangsa!" Itu tanpa sadar mengikuti arah jari Liszt, melesat keluar.
Di sana, ada dua ekor Serigala Angin.
Melihat Doson mendekat, mereka buru-buru mundur, tapi kecepatan Doson saat ini sudah sangat tinggi. Dua langkah sudah menyusul Serigala Angin, lalu membuka mulut melepaskan mantra.
Sebuah Tusukan Batu yang lebih besar menyembul dari tanah, langsung menancap salah satu Serigala Angin hingga perutnya robek total, usus dan darah tumpah keluar.
"Wu-wu aah..." Serigala Angin itu mengeluarkan teriakan kesakitan.
Enam Serigala Angin lainnya berhamburan mendekat, menerjang Doson. Pertempuran sengit langsung pecah tanpa pendahuluan. Bilah angin mereka beterbangan acak, memotong dahan dan batang pohon, tanah terkoyak membentuk lekukan-lekukan menawan. Sementara Tusukan Batu Doson ditembakkan dengan presisi, setiap kali berhasil mencakar luka di tubuh Serigala Angin.
Ia bagai harimau masuk kandang domba, kegagahannya tak tertandingi. Serigala Angin yang mencoba menggigitnya seringkali terpental oleh tamparan telapak tangan.
Bahkan jika tergigit, hanya kulit yang sedikit robek. Otot-ototnya menggelembung seperti balon, memungkinkannya menghindar efektif dari gigitan tajam Serigala Angin.
Lalu ia menoleh ke belakang menggigit balik, Serigala Angin pasti tak tahan, menjerit-jerit sambil melompat menjauh.
Darah berceceran, sihir beterbangan.
Pertarungan anjing serigala ini sungguh luar biasa dahsyatnya.
“Doson……berevolusi?” Markus mencubit bungkusan batu api rumput asap, gemetar ringan. Adegan ini sungguh spektakuler, Warcraft 1 vs 6 Serigala Angin.
Liszt bernafas agak tersengal. Ia baru saja melihat sorot mata Doson yang seolah tak mengenalinya lagi. Bahkan tersirat kegerahan haus darah - insting binatang buas. Ia tak meragukan bahwa Doson akan menyerangnya sejenak lagi.
Untung di momen krusial, ia tak panik. Otaknya tetap jernih.
Dengan cepat memberikan instruksi serangan untuk mengalihkan perhatian Doson.
Ternyata sesuai prediksinya.
Instruksi bagi Doson adalah refleks bersyarat. Bawah sadarnya langsung menerjang untuk menyerang Serigala Angin. Yang mengejutkan, Doson bisa 1 vs 6 tanpa terdesas sedikitpun.
“Aku tak tahu. Energi magisnya sangat liar. Mungkin evolusi, mungkin bukan. Bagaimanapun, ia perlu melampiaskan!” Suara Liszt tenang namun berisi dingin, “Guru Markus, sepertinya Doson terpengaruh Buah Darah Keturunan, berubah jadi binatang buas. Bersiaplah untuk membunuh.”
Jika nanti Doson benar-benar tak mengenal siapa-siapa dan menyerangku.
Aku tak akan ragu.
Markus mengangguk berat, menarik busur sambil mundur ke dekat jebakan yang masih utuh: “Paham!”
Ksatria pengawal membentuk formasi, melindungi Liszt di pusat.
Menunggu dengan hening.
Pertarungan tidak berlangsung terlalu lama.
Doson yang mengamuk tak terkendali menemukan kesempatan, menusuk mati seekor Serigala Angin dengan Tusukan Batu, merusak lingkaran pengepungan kawanan serigala, lalu memulai jalan pembantaiannya. Dengan kasar menangkap seekor Serigala Angin, sebelum sempat bergerak kabur, muncul lagi Tusukan Batu yang menembus tubuh lawan.
"Itu" jauh lebih paham menggunakan sihir dibanding Serigala Angin. Tusukan Batu sendiri adalah sihir yang cocok untuk serangan mendadak, apalagi telah dilatih lama oleh Liszt.
Satu per satu.
Serigala Angin ditusuk mati dengan kejam olehnya.
Aura mengamuk di tubuhnya perlahan mereda. Saat hendak membunuh Serigala Angin terakhir, tiba-tiba energinya habis, gagal melepaskan Tusukan Batu.
Hanya bisa melihat Serigala Angin lolos dari bencana, kabur menjauh tanpa menoleh.
Untuk sesaat "itu" terengah-engah, lupa mengejar.
Tapi sekejap kemudian.
Empat anak panah melesat, menancap mati Serigala Angin yang terluka parah ke tanah. Liszt dan Markus yang bergerak bersamaan, memungut sisa mangsa.
Setelah menembak Serigala Angin yang lolos, keduanya kembali memasang panah, membidik Doson.
Tidak menembak.
Liszt memanggil dengan lembut ke arah Doson yang terengah-engah: "Doson, duduklah."
Doson terdiam, sorot mata haus darah berkedip, seolah tak lagi memahami instruksi Liszt, bahkan tak mengenali siapa Liszt. Ia tetap memburu nafas, menatap Liszt dan yang lain tanpa gerakan.
Liszt mempertahankan posisi memanah.
Hatinya penuh dengan perasaan campur aduk.
Setengah tahun merawat, meski bukan sebagai hewan peliharaan, tetap tumbuh ikatan. Ia tak ingin hubungan mereka berakhir sebagai orang asing, lalu harus membunuh Doson dengan tangannya sendiri——kerugian bukan hanya satu buah darah keturunan, tapi juga banyak hal indah lainnya.
Waktu berlahan berlalu.
Suasana hati Liszt juga perlahan menjadi muram.
Namun tiba-tiba, Doson perlahan duduk dan menggonggong "Woof! Woof!" dua kali ke arahnya.
Sekejap, hatinya cerah kembali. Liszt tertawa terbahak sambil melambaikan tangan: "Doson, kembali!"
Doson segera mengibaskan ekor, pincang kakinya, berlari mendekat. Turun dari kuda, Liszt mengelus bulu Doson yang dengan patuh menjulurkan lidah menjilati telapak tangannya. Sorot matanya telah kehilangan warna merah menyala haus darah, kembali bersinar cerdas seperti dulu.
Markus tersenyum, berbalik berteriak: "Bersihkan medan pertempuran, kumpulkan mangsa, kita pulang!"
“Ksatria pengawal mulai rileks dari kecemasan, bercanda sambil mengumpulkan jenazah Warcraft dan mengikatnya di punggung kuda. Setelah pertempuran ini, mungkin tak ada lagi Warcraft di Bukit Duri selatan——bukit ini telah dipisahkan oleh jalan utama, dipagari, dan terbagi menjadi dua bagian utara-selatan yang tak tersambung.”
“Bagaimana lukanya?” tanya Li Sītè.
Markus membalut lukanya sambil menjawab: “Hanya luka kulit ringan, tidak sampai tulang. Yang Mulia, apa Doson berevolusi? Apakah dia menjadi Warcraft menengah?”
“Aku tak tahu, dia terlihat... lebih besar.”
