Swan berjalan-jalan di jalanan Kota Bunga. Salju sudah berhenti semalam.
Jalan telah dibersihkan dari salju, memperlihatkan jalan kerikil di bawahnya. Dibandingkan lempengan batu yang pernah dilihatnya di kota besar, jalan kerikil ini sangat sederhana. Tapi untuk kota kecil, membangun jalan kerikil membutuhkan keberanian. Di negara manapun, sebagian besar jalan di kota kecil masih berupa lumpur.
Pasukan patroli dengan senyum menjaga ketertiban budak tani baru, mulai membagikan pakaian.
Pakaian yang dibagikan adalah jaket kapas tebal, tanpa pengurangan bahan.
“Tidak lama kemudian, para budak tani mulai mengangkut makanan yang sudah jadi ke zona permukiman melalui rombongan yang diorganisir pejabat kota kecil, untuk disalurkan kepada budak-budak tani baru.”
“Porsi makanannya cukup banyak. Meski hanya kacang dan roti hitam, setiap orang mendapat jatah makanan berbahan cangkang kerang.”
“Dia pernah mendengar ini disebut seafood, hidangan lezat dari laut yang dianugerahkan kepada Tuan Tanah Liszt. Semalam dia mencicipi seafood tersebut, tekstur rasanya enak. Konon, Kota Bunga mengandalkan seafood sehingga semua warganya hidup berkecukupan. Dari wajah bersemu merah rakyat jelata, dia tahu ini benar adanya.”
“Dibandingkan wajah pucat lesu yang biasa terlihat pada budak tani desa, para budak di sini tampak segar bugar.”
“Mereka semua memakai baju kapas tebal, tersenyum saat bekerja, bahkan menerima upah satu dua uang tembaga. Sulit dipercaya kehidupan seperti ini ada di kota kecil pedesaan.”
“Tak berapa lama, dia sudah tiba di Desa Gandum Kecil.”
“Kokok ayam kampung terdengar tak henti-hentinya di permukiman ini. Terlihat budak-budak tani memberi makan ayam-ayam besar kecil itu dengan remah roti sisa dan dedak gandum.”
“Dia juga melewati peternakan babi yang berisi belasan babi gemuk.”
“Semuanya menunjukkan ini kota makmur: tak hanya kastil dan kawasan kota yang sejahtera, bahkan desa-desa dan permukiman budak taninya pun berkecukupan.”
“Pedesaan yang sangat tenang.”
Tiba-tiba dia teringat kampung halamannya, sebuah desa kecil serupa Pemukiman Gandum. Tempat itu bahkan lebih rusak. Pajak yang ditetapkan tuan tanah setempat terlalu tinggi, eksploitasi tak terkendali membuat para budak tani kelaparan. Keluarganya pun sama miskinnya. Setelah berembuk, orang tuanya berniat menikahkannya dengan pria tua pincang di desa.
Saat itu usianya baru lima belas tahun.
Pria pincang itu sudah berusia lima puluhan, keriputnya bisa menjebak lalat, seolah-olah setiap saat bisa meninggal.
Setelah mengumpulkan keberanian, dia kabur dari rumah keesokan paginya. Saat hendak meninggalkan desa, terdengar olehnya nyanyian para budak yang hendak ke ladang di ujung desa.
"Kampung halamanku di pemukiman ini, aku lahir dan besar di sini, meski tempat ini tak seberapa..."
Air matanya mengalir deras saat itu, tapi tak ada penyesalan.
Empat tahun berlalu bagai sekejap.
Banyak yang berubah, tempat tetap tapi orang sudah berbeda.
Ketika akhirnya dia memiliki kemampuan untuk mengubah nasibnya sendiri, kabar perang antara Negeri Baja dan Kerajaan Elang membuatnya pulang kampung untuk menjemput keluarganya.
Tapi yang ditemui hanyalah puing-puing.
Kampung halaman itu hancur bukan oleh perang, melainkan pembantaian oleh tentara bayaran. Jenazah orang tuanya sudah digerogoti anjing liar. Namun ada petunjuk bahwa adik perempuannya masih hidup. Perburuannya membawanya dari Kerajaan Elang hingga Kadipaten Safir.
Di kota kecil pedesaan di pulau terpencil ini, akhirnya menemukan adik perempuannya sendiri.
"S-selamat pagi, Kapten Swan." Tiba-tiba, salam yang terbata-bata itu menarik Swan kembali ke realitas dari ingatannya. Ia menoleh dan melihat seorang budak perempuan kecil.
Agak berkesan, sepertinya di kapal dulu, budak kecil ini terjatuh lalu kubawa untuk makan: "Oh, kamu ya."
Budak kecil itu sudah memakai baju katun yang agak kebesaran, tapi terlihat sangat hangat. Wajahnya sudah dicuci, meski masih terlihat pucat lesu, semangatnya sudah pulih.
Setelah salam dalam tulisan ular, ia segera beralih ke bahasa angin dengan suara bersemangat: "Kapten Swan, apakah Yang Mulia berasal dari Kota Bunga?"
Swan bertanya: "Apa kamu mencintai Kota Bunga?"
"Hm-hm, aku suka Kota Bunga. Tuan Brown dan Nyonya baik sekali. Aku juga bertemu Oniga yang sama sepertiku, budak tani dari daratan lain yang datang dengan kapal. Dia sudah mulai latihan energi tempur bersama ksatria. Energi tempur, Yang Mulia pasti sudah pernah latihan kan?"
"Budak juga bisa latihan energi tempur?"
"Bisa! Oniga sudah tanya instruktur pelatihannya, Sir Rom. Semua anak perempuan boleh ikut kelas. Nanti aku juga akan latihan energi tempur. Aku ingin jadi hebat seperti Kapten Swan!"
"Kamu tidak ingin pulang ke rumah?"
“Rumah?” Pipi budak kecil itu menampakkan kebingungan, menundukkan kepala, seolah teringat sesuatu, “Tapi, Liar sudah tidak punya rumah lagi.”
Tapi segera dia mengangkat kepala: “Tuan Brown dan Nyonya bilang, suruh Liar anggap Kota Bunga sebagai rumah.”
Swan terdiam sejenak, lalu tersenyum: “Kalau begitu, anggap saja tempat ini sebagai rumahmu.”
……
Menyantap sarapan.
Liszt secara refleks memanggil misi asap.
Meski harus menahan ketergantungan pada misi asap, tapi misi ini sungguh praktis. Dia tak kuasa menahan diri, selalu merenungkannya tiap hari.
Bisa menangkap ekor takdir, pasti harus dicengkram sekuat tenaga.
Kesempatan yang ada harus dimanfaatkan.
Tapi kali ini, misi asap menunjukkan perubahan langka. Tulisan ular yang kabur itu bukan lagi kalimat biasa, melainkan pola ular yang pernah muncul sekali saja.
“Misi telah berubah.”
Segera, misi asap baru diterbitkan.
“Misi: Kota Bunga yang diselimuti es. Para buruh berkeringat setiap hari bekerja, tapi tak bisa mandi air hangat, mudah terserang flu. Sebagai tuan tanah, pertimbangkanlah membangun pemandian terpisah untuk pria dan wanita. Hadiah: Varietas baru jamur api.”
Monyetnya belum dibeli.
Misi jelas belum selesai, tapi kini telah berubah.
"Liszt mengingat misi 《Buku Harian Philip*Keturunan Matahari》 dulu. Dia tidak berhasil menjadikan Phil dan Jessie sebagai hubungan kontrak ayah-anak, hingga kini pun belum. Tapi dia menyisir toko tukang sepatu Phil, mengambil buku harian yang seharusnya menjadi hadiah lebih awal, lalu misi langsung berubah."
"Kali ini, kemungkinan besar alasan yang sama menyebabkan perubahan misi."
"Petunjuk misi asap menyatakan tugas sudah berubah, bukan gagal. Apakah hadiah perampok untukku sudah tiba?"
"Dia memikirkan satu kemungkinan: Swan mungkin sudah memiliki perasaan pada seseorang."
"Tapi merasa perkembangannya terlalu cepat. Terhadap prajurit bayaran perempuan dengan kemampuan menghilang ini, dia cukup bimbang. Nilainya pasti ada, hanya dengan kemampuan menghilang saja sudah worth it untuk ditaklukkan. Tapi ancaman titik lemah juga ada - membunuh bangsawan, asal-usul tidak jelas, semua melanggar pantangannya."
"Jadi dia sudah mempersiapkan pertarungan panjang. Tak disangka, lawan malah cepat menyerah."
"Bahkan sampai membuatnya berkomentar: 'Awalnya kukira ini BOSS terakhir, ternyata cuma adegan selingan. Apa Xiao Wang panik, atau pesona Lao Li terlalu memikat?' Dia mengambil roti kukus 'penemuan' baru Nyonya Abi, mengolesi saus daging sapi dan mustard, lalu menggigitnya."
"Agak kering, agak keras."
"Tidak selembut roti kukus asli, masih perlu perbaikan."
"Apakah Swan punya perasaan atau tidak, rencana awal harus terus berjalan. Penyelidikan latar belakangnya harus dipercepat... Pembangunan dua pemandian umum harus segera dimulai. Aku baru saja merancang pemandian air panas bak mandi, misi asap langsung mengikuti perkembangan zaman menyuruhku membangun pemandian umum."
Pemakian umum harus dibangun, karena hadiah misi adalah varietas baru jamur api, tidak perlu berpikir, pasti ramuan ajaib jamur api yang ditingkatkan.
