"Ia akan melahirkan, Tuan Lord." Lao Difu menghindari sangkar dengan hati-hati, menunjuk bagian bawah ekor Tupo sambil berkata.
Li Siter tentu tahu Tupo akan beranak. Misi dan hadiah misinya segera terwujud.
Melihat kandang yang sangat sederhana di penjara anjing, lalu memandang kembali serpihan salju yang berterbangan di luar, serta cuaca yang membekukan ini, dia tak bisa menahan diri untuk berkata kepada pelayan pria: "Thomas, ambilkan dua helai selimut."
"Baik, Tuan."
Tupo berbaring di atas papan kayu, terdiam memandangi para pelayan yang sedang membersihkan area. Benar saja, dia tak lagi segesit dulu, menjadi pemalas dan terlihat bodoh.
Mungkin semua binatang buas yang dikurung terlalu lama akan menunjukkan kondisi seperti ini.
Doson mengelilinginya, sesekali menjulurkan lidah untuk menjilati bulunya. Entah karena pengaruh suhu rendah di musim dingin atau telah menyelesaikan transformasi darah keturunan sepenuhnya, Doson tak lagi sering membutuhkan pelampiasan, kembali ke keadaan tenang yang seharusnya. Setelah berpuasa selama berhari-hari ini, dia bahkan tidak mencoba pergi ke kandang anjing untuk bersenang-senang.
"Apakah dia akan melahirkan keturunan Doson?" Paris yang semakin montok berdiri di luar sangkar, bertanya penasaran.
"Tentu saja, di sini tidak ada Warcraft ketiga."
Di Kota Bunga yang luas ini, bahkan seekor Warcraft pun tak bisa ditemukan untuk memberi "topi hijau" kepada Doson.
Paris memutar matanya: "Bukan, Tuan Baron, maksudku apakah dia bisa melahirkan Warcraft menengah seperti Doson?"
"Mungkin ya mungkin tidak, tapi aku berharap semua keturunan Doson dan Tupo bisa menjadi Warcraft menengah. Dengan begitu aku akan memiliki sekumpulan besar Warcraft menengah yang bisa membentuk Ordo Ksatria Warcraft!" Hati nurani Li berapi-api, "Mereka akan menjadi landasan untuk meraih prestasi, membawaku ke puncak kemuliaan!"
"Hah."
Palis menghela napas: "Mengapa setiap bangsawan tuan tanah hanya memikirkan perang?"
"Karena dunia belum damai." Dia menyuruh pelayan menggelar selimut di dalam sangkar, mengusir Tupo ke atas selimut, lalu menoleh dan menjawab, "Perlu ada yang berdiri tegak, mengubah arus, menciptakan dunia tanpa kelaparan, luka, maupun tekanan."
"Akankah Tuan yang berdiri?"
"Target terlalu besar, sampai aku sendiri pun gentar." Sebagai transmigran, siapa yang tak punya cita-cita mengubah dunia? Namun realitasnya dia hanya bisa mengubah Kota Bunga kecil, "Maka mari mulai dari target kecil di sekitar, satu per satu diwujudkan."
"Lalu apa target pertama Tuan Baron?" tanya Palis penasaran.
"Mengendarai naga." Liszt tersenyum membentuk lengkungan indah, menatap langit kelam, teringat janji Duniko di pagi hari Kastil Ubi Jalar, "Aku ingin menunggang naga, selagi masih muda."
Awalnya Palis mengira ini lelucon, tapi mendengar keseriusannya, mulai menyadari mungkin tuan tanah desa ganteng ini benar-benar punya ambisi besar.
Menurutnya ini menggelikan.
Dia pernah melihat naga terang dan naga hitam jahat yang memberinya identitas iblis naga. Wujud tak masuk akal itu dipenuhi kengerian yang memupus harapan.
Manusia biasa tak mungkin mengendalikan naga.
"Namun di hatinya muncul harapan, suatu hari nanti Liszt benar-benar bisa menunggangi naga, menjadi kesatria naga yang namanya saja sudah bisa membuat banyak wanita klimaks sampai tak terkendali!"
Mungkin karena telah menyaksikan kemustahilan naga, sosok kesatria naga dalam benaknya semakin terasa misterius dan tak terbayangkan.
"Jangan cuma berdiri bodoh, ayo pergi." Setelah menggembar-gemborkan kemampuannya, Liszt sudah keluar dari sangkar besi. Tupo seharusnya akan melahirkan dalam dua hari ini.
Paris tersadar dari lamunannya: "Oh, baik."
Terlihat agak lugu dan menggemaskan.
Ini membuat Liszt kesal, memang hidup nyaman akan mengikis semangat tempur seseorang. Tentara bayaran perempuan yang dulu berteriak akan membunuh bangsawan seperti memotong rumput, berani menyeberangi laut sendirian untuk menyelamatkan adiknya, sekarang sudah berubah menjadi anak buah yang rakus, gemuk, dan kurang cerdas. Sangat diragukan berapa persen penurunan kekuatan tempurnya.
……
"Wuwa!"
"Wuwa!"
Merasakan kepulangan Liszt, Jela si peri kecil duri yang tinggal di kastil langsung terbang keluar dari ruang insekta, mendarap tepat di kepala Liszt yang baru saja masuk pintu kastil.
Sangat merindukan Liszt.
Liszt merasakan emosi kecil peri itu, merasa hangat, lalu membiarkan Jela duduk di kepalanya sambil kedua tangannya mencengkeram rambutnya.
"Tuan, apakah Paduka akan mandi dulu atau menemui pejabat kota kecil?" Kepala pelayan Carter datang bertanya.
"Temui pejabat dulu, singkirkan urusan yang menumpuk selama ini, baru mandi."
"Baik, Tuan."
Liszt kembali ke Kota Bunga, bahkan tidak masuk ke kastil, langsung pergi ke penjara anjing untuk mengunjungi Tupo dan anak anjing Warcraft di perutnya.
Pejabat kota kecil yang mendapat pemberitahuan segera datang.
Setelah kata basa-basi, mulai melapor pekerjaan. Fakta menunjukkan bahwa meski tanpa pengawasan langsung Liszt, perkembangan Kota Bunga tetap mengalir.
Lahan pertanian baru dibuka setiap hari, bukan hanya di Bukit Duri, tapi juga tanah kosong di berbagai permukiman sedang dikembangkan. Alat tulang dari pengrajin tulang diproduksi tiap hari, dibagikan ke Budak tani, membuat mereka antusias bertani tahun ini, bahkan ingin menggarap beberapa hektar lahan kosong.
Batu terus ditambang setiap hari. Batu besar utuh yang sudah dipoles sederhana ditumpuk di satu tempat - bahan batu ini akan digunakan untuk proyek besar seperti kastil baru Liszt di Pulau Kuda Hitam. Batu kecil dihancurkan jadi kerikil untuk membangun jalan.
Lapangan Ksatria sudah selesai, anak-anak punya tempat latihan hangat. Dua pemandian menjadi ikon Kota Bunga, bahkan bangsawan Kota Lembah Utara datang beberapa kali hanya untuk spa seperti air panas. Gudang es mulai menyimpan balok es, saat ini satu ruang es sudah penuh.
Singkatnya, Kota Bunga sekarang damai dalam ketenangan manusia dan hewan.
“Ini membuat Liszt lega, wilayahnya mulai masuk jalurnya, tim pejabat bawahannya juga perlahan terbentuk; namun ada juga rasa kecewa, ternyata tidak semua urusan tidak bisa berjalan tanpa kehadirannya. Mulai dari pesta perayaan hingga perayaan Tahun Baru di Pulau Kepiting Merah, selama kurang lebih setengah bulan tanpa moderasinya, Kota Bunga sama sekali tidak kacau.”
“Haruskah aku bersyukur tidak perlu turun tangan langsung, atau justru merasa lega cukup dengan perspektif visioner?”
“Bagaimanapun ini adalah keuntungan, tuan tanah menikmati hidup sementara bawahan yang lari-lari, inilah irama utama kehidupan sehari-hari. Tentu saja masih banyak urusan yang perlu dia perhatikan, yang terpenting adalah misi asap tidak boleh berhenti, ini merupakan pendorong utama kemampuan mengendarai naganya.”
“Konselor Gorret, apakah campuran bahan jamur api es sudah berhasil dikembangkan?”
“Saat ini sudah mendekati keberhasilan, beberapa KK budak tani berhasil menanam jamur api es di rumah kaca mereka, tapi produksinya tidak stabil, efek pertumbuhannya masih buruk.”
“Suruh mereka terus berusaha.”
“Baik, Yang Mulia.”
“Pekerjaan penanaman jamur api biasa juga jangan ditunda. Ngomong-ngomong, sudahkah Tuan Elkeson datang?”
“Pernah sekali, mendengar Yang Mulia pergi ke Kastil Ubi Jalar merayakan Tahun Baru, dia hanya ngegebet di kamar mandi umum lalu pulang.”
“Hubungi dia, suruh segera datang ke sini.” Liszt berkata. Ramuan magis jamur api di tangannya hampir habis, perlu Elkeson membuatkan batch baru. Selain itu, semak duri ajaib cepat tumbuh yang sudah dipanen dan disimpan di gudang kastil juga bisa diolah menjadi ramuan magis untuk digunakan bersama.
Karena pembangunan kota kecil tidak perlu dikerjakan sendiri lagi, maka waktu luang akan digunakan sepenuhnya untuk latihan.
Dengan misi asap, sapi perah naga, berbagai ramuan ajaib, catatan Sword Saint, pengalaman Marquis, dan pikiran ilmiah - dia berharap bisa naik pangkat menjadi Sky Knight lebih cepat, idealnya memecahkan rekat 22 tahun Marquis Merlin.
