Liszt mengusap dagunya.
Dia berpikir bagaimana menyembunyikan keberadaan sirene Ake. Sirene berbeda dengan Warcraft atau monster laut, makhluk ajaib yang tak masuk akal ini jika sampai diketahui orang, pasti akan ada yang berusaha merebutnya.
Meski tak sebanding daya tarik naga, tetapi hampir mendekati.
Naga adalah makhluk yang benar-benar ada, sedangkan sirene hanya legenda yang dibumbui imajinasi jahat maupun indah. Jangan meremehkan rasa ingin tahu para bangsawan, maupun para penyihir yang mengejar kebenaran.
"Karena itu, aku harus menyembunyikan identitas Ake dengan sempurna. Untungnya Ake bersembunyi dalam kerang dan belum berbicara, tak ada yang tahu eksistensinya. Aku bisa umumkan bahwa aku menemukan seekor monster laut jenis kerang, sehingga tak ada yang akan memperhatikan Ake."
Monster laut sama dengan Warcraft, hanya saja Warcraft hidup di darat sedangkan monster laut di air.
Seperti kerang mutiara yang diternak Keluarga Safir di Danau Tenang, itu termasuk jenis monster laut. Jadi penangkapan Liszt terhadap seekor monster laut jenis kerang bukanlah hal yang mengejutkan.
"Setelah memikirkan hal ini, Liszt merasa lega."
"Melirik kondisi di dalam cangkang kerang, Sirene Ake sudah berhenti gemetar, namun masih terbiasa meringkukkan tubuhnya, tetap dalam keadaan waspada."
"Ake."
Liszt mengetuk cangkang kerang berdiameter tiga meter yang memenuhi sebagian besar ruangannya di Kapal Bunga Indah.
"...Liszt."
"Bisakah kau hidup terpisah dari laut?"
"Ake... Di dalam cangkang ada air laut."
"Kau bisa berbahasa Ular, di mana kau mempelajarinya? Pernahkah kau mengunjungi pemukiman manusia?" Tanya Liszt penasaran, sekaligus mencoba membuka hati Ake melalui obrolan.
Hingga saat ini, ia belum tahu wujud asli Sirene Ake. Dari penglihatan Mata Magis, sosoknya mirip manusia dengan tambahan sirip dan sayap. Tinggi tubuhnya mungkin sedikit lebih pendek dari wanita biasa yang 1,6 meter, sekitar 1,55 meter.
Namun proporsi tubuhnya sangat ideal.
Memenuhi rasio emas: pinggang ramping, dada montok, pinggul tegap, dan kaki jenjang.
Ia ingat dalam novel ksatria, beberapa penulis menggambarkan sirene sebagai wanita cantik berbadan ular laut di bagian bawah, ada juga yang mencatat kulit biru atau bersisik hijau.
Liszt penasaran.
Tapi ia tak akan memaksa melihatnya sekarang. Bagaimanapun sirene ini sudah menjadi miliknya, nanti bisa ia amati sesuka hati.
“Ake suka... mendengarkan suara... kapal yang lewat... dan percakapan manusia di laut. Ake tahu banyak... tentang Kadipaten Safir... ada naga safir yang sangat besar... sangat besar.” Saat berbicara tentang Naga Safir, nada suaranya dipenuhi kegembiraan, jelas pesona naga ini bahkan tak bisa ditolak oleh sirene laut.
“Benar, Naga Safir adalah simbol Kadipaten Agung Safir. Ayahku pernah melihatnya langsung, naga berwarna safir utuh itu seperti permata biru yang jernih tanpa cacat. Hanya dengan melihat sekilas dari kejauhan, dia sudah merasakan kekuatan tak masuk akal Naga Safir.”
“Ake suka... naga, naga paling cantik...”
Mendengar ini.
Liszt secara alami mulai berbicara tentang naga. Dia tahu banyak jenis: Naga Elemen, Naga Permata, Naga Logam, bahkan Naga Suci. Penjelasannya membuat Ake si sirene terpana, sama sekali lupa rasa takut. Bahkan berkali-kali diam-diam membuka celah cangkang kerangnya, mengintip ke luar, melihat Liszt lalu menutupnya lagi.
Setelah diskusi tentang naga cukup, Liszt melanjutkan: “Ngomong-ngomong Ake, banyak awak kapal bilang nyanyian sirene bisa membimbing kapal malang yang tersesat, benar tidak?”
“Hm... Ake juga pernah membimbing... bernyanyi, menyanyikan lagu manusia... hehe.” Entah teringat apa, Ake tiba-tiba tertawa kecil.
Ini pertanda sangat baik.
Membuktikan sirene Ake mulai membuka isi hatinya.
"Sirene memang makhluk yang baik, seperti nyanyian Ake yang menyenangkan hati... Ake, apakah kamu lapar sekarang, ingin makan sesuatu?"
"Ake agak lapar."
"Kamu suka makan apa?"
"Ake suka... buah-buahan, pohon buah di tepi pantai... jatuh ke laut... Ake paling suka mengumpulkannya untuk dimakan."
Liszt memiliki banyak buah-buahan. Di dimensi permata-nya tersimpan berbagai buah, di ruang yang semuanya statis sehingga makanan tidak akan rusak. Karena itu dia selalu menyimpan banyak persediaan untuk jaga-jaga saat bepergian.
Segera dia mengeluarkan apel, raspberry, anggur, kacang tanah, jeruk dan buah lain dari dimensi permata: "Ake, aku punya banyak buah di sini, makanlah."
Saat itu fajar telah menyingsing, matahari terbit di timur, kabin kapal perlahan terang.
Dengan perasaan penuh antisipasi, Liszt melihat Ake ragu sejenak sebelum membuka cangkang kerangnya. Bukan hanya membuka celah kecil, tapi perlahan membuka seluruhnya. Cahaya masuk, wujud Sirene Ake sepenuhnya terpapar di mata Liszt.
Betapa mempesonanya keindahan itu!
Yang pertama menarik perhatian adalah kulit putih kemerahan yang halus bagai bayi baru lahir, murni seperti lautan, sempurna layaknya permata tak bernoda. Ini adalah kulit sirene yang memiliki karakteristik mirip manusia, namun jauh lebih halus dan putih bersih.
Hanya dengan melihat kulit putih berkilauan ini, Liszt langsung ingin menggigitnya untuk mencicipi rasanya.
Kemudian perhatiannya tertarik pada wajah yang sempurna.
Ciri-ciri wajah yang indah dengan pesona eksotis, dipadu rambut panjang biru terang hingga pinggang dan sepasang mata biru terang. Kecantikan seperti ini sama sekali tak bisa dicapai manusia. Liszt hanya bisa secara vulgar memberi nilai 11 dari skala sepuluh.
Yang paling unik, telinganya bukan bentuk manusia, melainkan berangsur berubah dari warna daging di akar telinga menjadi warna air, lalu membentuk telinga biru muda berbentuk sirip ikan berduri.
Telinga ini bukan bentuk fisik, tapi benar-benar terbuat dari air.
Liszt bisa jelas melihat rambut biru terangnya berayun melewati sirip telinga tersebut. Hal serupa juga terlihat pada sepasang sayap berbentuk sirip ikan berduri yang tumbuh di posisi tulang belikat, tidak terlalu besar, lebih mirip sirip daripada sayap.
Mengalihkan pandangan dari sirip, Liszt memperhatikan lehernya yang putih dan jenjang.
Kemudian melihat ke area dada.
Sangat bulat dan tegak.
Yang paling ajaib, meski tak berpakaian, aliran air seperti pita menyelimuti bagian depan tubuhnya. Jelas-jelas itu air, tapi tampak tak transparan, sepenuhnya menutupi keindahan dadanya.
Ke bawah lagi ada perut rata, pinggang ramping yang seakan bisa dipeluk satu tangan, dan pusar yang indah.
Di bawah pusar, pita seperti aliran air kembali menutupi area segitiga paling misterius, menghalangi khayalan Liszt.
Dengan malu-malu ia melirik Liszt lalu perlahan berdiri. Di dalam cangkang kerang terdapat air laut kebiruan, pita-pita air yang menutupi bagian vital itu berasal dari air laut dalam cangkang, melingkari tubuhnya.
Kakinya yang jenjang tampak sempurna tanpa cacat sedikitpun.
Air laut mengalir perlahan ke bawah.
Tanpa sadar Liszt mengikuti tetesan air itu, dari paha ke lutut, lalu ke betis. Di bawah betis di mana seharusnya ada pergelangan kaki, warnanya berangsur berubah dari warna daging menjadi kebiruan seperti air laut, menyatu sempurna. Seolah-olah ia tidak memiliki kaki, tetapi tumbuh dari dalam air.
"Memesona!"
