Probabilitas evolusi peri serangga menjadi Elf Kecil sangat rendah. Dari 10-20 peri serangga, mungkin hanya 2-3 yang berevolusi, dengan kemungkinan gagal yang besar.
Tentang hubungan antara probabilitas evolusi dengan transplantasi Rumput Ulat, Li Si tidak tahu pasti.
Tidak ada bukti yang menunjukkan korelasi antara keduanya.
Saat Jela masih berupa ulat duri, Rumput Ulatnya ditanam di Kastil Tulip. Evolusi berhasil setelah dipindahkan ke Kota Bunga, meski dengan bantuan misi asap. Ini membuktikan Rumput Ulat yang dipindahkan masih bisa berevolusi sukses.
"Mungkin memindahkan Rumput Ulat bagi peri serangga seperti... kekuatan tiga fase dari tiga kembar karet?" Li Si tiba-tiba terpikir.
"Tiga Fase seharusnya dianggap sebagai jenis sihir, tidak akan memengaruhi evolusi ulat karet. Kalau tidak, misi kabut menggali kemampuan mereka sama saja menipu Liszt."
Ini tidak sesuai dengan gaya konsisten misi kabut.
"Kembar tiga ulat karet mengaktifkan Tiga Fase, istirahat sebentar langsung pulih. Peri serangga pindahkan rumput ulat juga begitu. Mungkin bagi peri serangga, ini seperti penyihir melepaskan mantra—pasti menguras tenaga, tapi bisa jadi latihan?"
Dengan terus melepaskan Tiga Fase dan memindahkan rumput ulat, melatih penguasaan 'sihir' peri serangga?
Dugaan ini kurang meyakinkan. Tiga Fase masih bisa dijelaskan dengan "latihan memperkuat", tapi memindahkan rumput ulat bukan latihan. Peri mana yang iseng cabut-cabut rumput ulatnya—sebagai tanaman, bukankah harusnya ditanam di sawah dengan tenang?
"Inti peri serangga terletak pada rumput ulat. Memindahkannya berarti merusak basis, Tiga Fase mungkin tidak..." Liszt hanya bisa menyimpulkan begitu.
Setidaknya kembar tiga ulat karet sekarang dalam kondisi baik, sama sekali tak terlihat dampak negatif setelah mengaktifkan Tiga Fase.
Melambaikan tangan.
Misi kabut muncul.
Tugasnya tetap sama, belum terselesaikan meski sudah pindahkan rumput ulat.
"Mungkin peristiwa menguning di ladang gandum belum sepenuhnya diperbaiki, jadi misi belum selesai. Tunggu dua hari dulu, lihat apakah benar begitu."
……
Setelah menyelesaikan konflik kutu gandum, Liszt terutama mengarahkan perhatiannya pada Elkeson dan Grani.
Dua penyihir ini sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda hendak menyerahkan tabung penyimpanan roh. Satu dengan tenang membuat ramuan ajaib dan melontarkan candaan dalam pesta, sementara yang lain asyik membuat Mutiara Penenang Laut sampai enggan mandi. Murid-murid mereka juga bekerja dengan patuh tanpa kelainan.
Saluran-saluran lain juga sama sekali tidak membawa kabar tentang "tabung".
Hal ini membuat suasana hati Liszt agak muram. Dalam jamuan makan, ia memandangi dua penyihir yang asyik menyantap hidangan dengan tidak senang: "Sepertinya kalau tidak dipaksa, mereka tidak akan menyerahkan tabung penyimpanan roh."
Tepat saat ia mempertimbangkan cara apa yang akan digunakan untuk memaksa mereka menyerahkan tabung penyimpanan roh.
Situasi justru mengalami kejutan tak terduga keesokan harinya.
Anggota Pasukan Penjaga Serangga datang melapor bahwa suara terompet telah berbunyi di tepi pantai——ini adalah sinyal komunikasi antara dirinya dengan sirene Ake. Ia pernah berpesan kepada penjaga Rumput Ulat di pohon kelapa harum agar segera melapor jika mendengar suara terompet.
Maka...
Ia paham bahwa Ake sedang mencari dirinya. Biasanya Ake tidak akan meniup terompet kecuali ada urusan penting. Dia lebih suka berdiam diri di ruangan sambil membaca buku dan meneliti sihir.
Sesampainya di villa tepi pantai, Ake berkata dengan panik: "Kak, Ake menemukan manusia tak sadarkan diri di laut, tidak tahu harus bagaimana menyikapinya."
Mengikuti arah jari Ake, Liszt melihat seorang wanita dengan wajah pucat terbaring di atas ranjang di pondok lantai dua.
"Tampak seperti mayat hidup, pakaian basah yang jelas merupakan jubah longgar——ini adalah penampilan standar Penyihir baik, perempuan yang tidak sadarkan diri ini adalah seorang penyihir."
Kemudian.
Dia melihat di lemari tepi tempat tidur, terdapat sebuah kaleng mirip teko.
"Wadah Penyimpanan Roh?" Inspirasi Liszt tiba-tiba meledak, dugaan sebelumnya tentang arah ternyata salah, mungkin Elkeson dan Grani tidak terkait dengan Wadah Penyimpanan Roh, petunjuk takdir muncul di tubuh penyihir yang koma ini, "Ake, ada apa dengan teko ini?"
"Itu disembunyikan di bajunya, mengganggu, Ake mengeluarkannya dan menaruh di meja." Ake gugup, "Kakak, apa dia sudah mati?"
Memeriksa nafas, cukup stabil.
"Dia belum mati." Liszt mengusap dagu, berpikir si penyihir ini mungkin tidak pingsan karena tenggelam, karena korban tenggelam biasanya nafasnya tidak normal.
Dia meraba posisi jantung, detak jantung juga stabil.
"Sepertinya bukan tenggelam, hanya pingsan biasa... Kota kecil tidak ada dokter, hanya beberapa orang tua yang bisa meracik tumbuhan obat, aku akan panggil mereka. Juga Guru Markus, pasti tahu cara menolong." Liszt berkata ke Ake, "Kamu minggirlah dulu."
"Hm." Ake kembali ke kerang, berenang menuju laut.
Liszt memerintahkan ksatria pengawal segera menghubungi orang, sambil tetap menjaga Penyihir baik yang tak sadarkan diri. Melihat kondisi penyihir itu, dia tak berdaya — tak bisa menyelamatkan, bahkan pengetahuan nafas buatan hanya teori belaka. Yang penting, sepertinya si penyihir tak perlu nafas buatan.
Bagaimanapun, dia masih bernapas.
Jadi dia langsung mengambil kaleng teko dari lemari untuk diteliti. Teko tembaga ini jelas bukan untuk menyimpan teh, sebab di Kadipaten Safir tak ada konsep teko sejati.
Karena pemilik teh asli hanya Liszt.
Orang lain hanya minum teh susu dari buah pohon merah di gelas, tak memerlukan peralatan seperti teko.
"Agak mirip lampu ajaad dalam 《Seribu Satu Malam》?" sambil mengusap teko tembaga, Liszt tak sengaja menggosoknya.
Berharap tiba-tiba muncul dewa lampu dari kabut biru.
Yang bisa memenuhi tiga permintaannya.
Tapi tak terjadi apa-apa.
Dia mengocok teko — kosong, tanpa tutup, hanya corong yang menyerupai mulut kaleng: "Jadi ini benar-benar wadah roh?" Setelah mengaktifkan Mata Magis, tak terlihat jejak sihir, seperti peralatan minum biasa.
Teko yang dibawa penyihir pasti bukan barang sembarangan.
Hanya saja Liszt tak punya titik terang, melepaskan ceret teh lalu mengamati dengan cermat penyihir yang koma. Wajah pucat membuatnya terlihat seperti mayat hidup, wajahnya bertipe biasa dengan beberapa bintik di pipi. Rambut coklat, tinggi sekitar 1,65 meter, tidak gemuk maupun kurus.
Sekitar tidak ada orang, tidak perlu khawatir, dia langsung meraba pakaian Penyihir baik dengan tangannya, berusaha mencari barang lain yang bisa menunjukkan identitas lawan.
Akhirnya hanya menemukan sebuah liontin di lehernya.
Liontin itu menggantungkan sebuah koin perak – bukan koin perak yang bisa diperdagangkan, melainkan logam bundar berwarna perak, sangat ringan dengan perasaan memegang bola yang mirip Mithril.
Bagian depan terukir pola segitiga dengan mata di tengah, ini adalah lambang penyihir bernama Mata Kebenaran. Di bawah segitiga Mata Kebenaran, terdapat beberapa lekuk ombak yang mungkin mewakili makna air.
Bagian belakang terukir tulisan ular yang sangat kecil: "Semoga pelayaran pencarian Kebenaran, samudera pengetahuan mengelilingimu, Chris*Kebenaran."
