"Jadi, apakah namanya Chris*Kebenaran, atau orang yang memberikan koin perak ini yang bernama Chris*Kebenaran?" Li Si memeriksa koin perak itu sambil berpikir.
Menggunakan kata "harapan" sebagai pembuka, mewakili doa antar teman, menunjukkan koin perak ini diberikan orang lain padanya.
Maka "Chris*Kebenaran" memiliki dua penjelasan: satu adalah nama asli penyihir koma ini, satunya lagi nama temannya.
"Tapi ucapan teman yang memberi berkah dan meninggalkan nama, biasanya menggunakan simbol '——' sebagai penanda progresi. Pada koin perak tidak ada simbol apapun."
"Tulisan ular ini tertera di bagian belakang koin perak, ditampilkan dalam tiga baris tulisan ular. Karena itu tidak memerlukan simbol, sehingga tidak bisa ditentukan siapa sebenarnya nama ini."
"Tentu saja."
"Pikiran Liszt yang berubah sekejap itu hanyalah analisis sementara. Nama lawan bicara tidak terlalu penting, koin perak tidak bisa menyelesaikan masalah identitas apapun."
"'Untuk sementara anggap saja namamu Chris.' Liszt menyelipkan kembali liontin ke leher perempuan itu."
"Tapi ketel tembaga itu tidak berniat dikembalikan."
"Menurut hukum feodal yang berlaku, benda apa pun yang terdampar dari laut ke darat adalah milik tuan tanah setempat, karena tuan tanah memiliki segala sesuatu di wilayahnya—bahkan penyihir Chris pun bisa dikategorikan sebagai musuh yang melakukan serangan ilegal ke wilayah kekuasaan, tuan tanah berhak menangkapnya."
"Namun Kota Bunga sama seperti kebanyakan wilayah tuan tanah lainnya, terbuka untuk umum. Selama tidak berniat jahat, tidak akan sembarangan dimintai pertanggungjawaban."
"Ketel tembaga ini bisa dianggap sebagai upah penyelamatan nyawa."
"Dia adalah tuan tanah yang berpegang pada prinsip dan patuh aturan."
"Yang Mulia!"
"Markus sudah tiba bersama beberapa orang lanjut usia."
"Liszt menunjuk ke ranjang: 'Seorang penyihir yang koma terdampar di pantai, Guru Markus, tolong periksa apakah dia bisa disadarkan... Kalian juga lihat, adakah resep tumbuhan obat yang bisa menyembuhkan orang koma.'"
"Setelah mengamati sebentar, Markus menggelengkan kepala: 'Yang Mulia, saya tidak bisa menemukan sumber masalahnya. Gejalanya tidak seperti orang tenggelam pada umumnya.'"
“Beberapa orang lanjut usia bahkan tidak bisa melihat masalahnya, mereka hanya bisa menggunakan beberapa tumbuhan obat sederhana untuk mengobati penyakit kecil yang umum.”
“Di dunia yang dipenuhi energi sihir ini, ksatria yang memiliki energi tempur dapat terus merawat dan memperbaiki fisik mereka, sehingga sulit sakit. Karena itu ilmu kedokteran sangat tidak berkembang. Begitu rakyat jelata terkena penyakit serius, pada dasarnya mereka hanya menunggu kematian tanpa kemungkinan penyelamatan.”
“Liszt sebenarnya punya ide untuk mengembangkan ilmu kedokteran, sayangnya tidak ada titik terang sama sekali.”
“Bagi rakyat jelata, dibandingkan mengeluarkan biaya pengobatan tinggi, latihan energi tempur jauh lebih realistis. Lagipula energi tempur bisa dikuasai asal makan cukup dan rajin berlatih, sementara pengobatan tidak memiliki probabilitas kesembuhan sebesar itu.”
“Seorang lansia berkata gemetaran: 'Tuan Lord, nona penyihir ini mungkin terlalu lemah. Setelah fisiknya pulih, dia akan bangun secara alami.'”
“'Mungkin saja.' Liszt menganggukkan kepala, berkata pada pelayan pria: 'Thomas, berikan masing-masing lansia satu uang sebagai kompensasi penundaan pekerjaan mereka.'”
“Pantaslah memberi kompensasi pada beberapa orang yang sudah hampir masuk liang kubur karena dipanggil kesini.”
“'Baik, Tuan.'”
“'Ah, terima kasih Tuan Lord!'”
“Para lansia pergi dengan puas membawa uang, sementara Liszt masih berdiskusi dengan Markus: 'Seorang penyihir terdampar di tepi pantai, Guru Markus, apa dugaanmu?'”
"Tubuh Penyihir sangat lemah, dibandingkan dengan kami para ksatria, mereka tidak berbeda dengan rakyat jelata biasa. Jadi menurutku dia tidak mungkin terendam terlalu lama di laut, dan belum ada tanda-tanda tenggelam. Aku curiga dia mungkin memang penyihir dari Pulau Karang, atau penyihir yang dibawa kapal yang sedang lewat."
Liszt berkata: "Meski tidak tahu berapa banyak penyihir di Pulau Karang, tapi dari penyihir yang sudah terungkap, tidak ada yang cocok dengan ciri fisiknya. Penampilannya terlihat cukup muda, usianya mungkin tidak lebih dari 25 tahun. Tidak mungkin ada penyihir semuda itu di pulau ini."
"Mungkin dia seorang magang penyihir?"
"Magang penyihir?" Liszt berpikir sejenak, "Ada kemungkinan itu juga... Lalu apa alasan sebenarnya dia jatuh ke laut, dan bagaimana bisa mengapung sampai ke sini?"
Menurut penuturan Ake, dia menemukan Chris di laut, saat itu dia mengambang di permukaan laut bersama pakaiannya - ini agak bertentangan dengan hukum fisika, Laut Biru Berkilau bukan laut mati yang bisa membuat orang mengapung.
"Aku tidak bisa menjelaskan, tapi menurutku pengawasan terhadapnya harus diperketat. Penyihir itu semua orang berbahaya." Markus berkata serius, dia tidak menyukai penyihir.
Terhadap Elkeson dan Grani, sikapnya selalu tidak bersahabat.
Apalagi terhadap seorang penyihir yang asal-usulnya tidak jelas.
Setelah mempertimbangkan beberapa saat.
Liszt memutuskan untuk memindahkannya ke distrik permukiman, mencari rumah dan menunjuk orang khusus untuk merawatnya, serta memerintahkan Pasukan patroli untuk meningkatkan pengawasan. Begitu dia siuman, segera beri tahu aku.
"Setelah itu, dia memanggil Ake dengan terompet: 'Aku sudah membawa penyihir yang pingsan itu ke kota kecil untuk dirawat. Ake, penyihir manusia itu cukup berbahaya. Mereka punya rasa ingin tahu yang besar terhadap makhluk tak dikenal. Sebaiknya kamu tidak kontak dengan penyihir sebelum dewasa.'"
"Hm, Ake mengerti." Sirene kecil itu terdengar kesal. "Sayangnya kaki Ake tidak kunjung tumbuh, jadi tidak bisa tinggal bersama kakak seperti manusia biasa."
"Akan ada hari seperti itu." Liszt meremas rambutnya.
Tiba-tiba, ide meledak di kepalanya. Dia menyuruh Ake duduk di kursi, lalu mengambil meteran kain untuk mengukur panjang kaki gadis itu.
"Menurut deskripsimu, saat lahir dari lutut ke bawah adalah air laut. Empat puluh satu tahun kemudian, hanya pergelangan kaki ke bawah yang masih air laut. Jika kita asumsikan kecepatan pertumbuhanmu stabil, kita bisa menghitung berapa tahun lagi sampai kamu dewasa dengan rasio panjang kaki."
"Wah, bisa begitu, Kakak?" Mata Ake langsung berbinar-bintang.
Entah senang karena akan tahu kapan dewasa, atau karena kagum pada pengetahuan luas Liszt.
Liszt tersenyum, mengangkat betis Ake.
Menempelkan ujung meteran di lututnya, menarik hingga ke pergelangan kaki: "41 sentimeter. Menurut rasio tubuh manusia normal, panjang telapak kakimu sekitar 12 sentimeter. Jadi kita bisa buat persamaan linear dua variabel... Ah, tidak perlu serumit itu. Pada dasarnya kamu tumbuh 1 sentimeter per tahun."
Empat puluh satu tahun untuk 41 sentimeter panjang kaki.
Sisa panjang kaki sekitar dua belas sentimeter, artinya Ake masih butuh dua belas tahun lagi untuk mencapai usia dewasa.
Wajah kecil Ake langsung muram: "Kakak, apakah benar Ake masih perlu dua belas tahun untuk dewasa?"
Liszt juga merasa frustasi: "Pada dasarnya, jika tidak ada hal tak terduga dan perhitungan ini tepat, dengan kecepatan tumbuh kakimu tidak melebihi pertumbuhan tubuh. Maka ya, baru dua belas tahun lagi kamu dewasa... Tentu saja, jika ukuran kakimu lebih kecil, mungkin sepuluh tahun atau kurang."
Tinggi badan Ake paling-paling 1,55 meter, kakinya tidak akan terlalu besar, mungkin seperti 'tiga inci kaki emas'.
Tapi bagaimanapun juga, dia setidaknya butuh sekitar sepuluh tahun untuk dewasa... Sepuluh tahun kemudian, Liszt akan berusia 27 tahun, masih bisa dianggap sebagai pemuda.
