Peri Apel baru saja lahir, peri serangga ke-18 Lyu juga akan segera tiba. Fenomena daun menguning di ladang gandum akhirnya pulih hijau segar setelah perawatan para budak, salah satu bibit gandum tinggi menunjukkan pertumbuhan yang berbeda dari yang lain.
"Itu" telah mengkonsentrasikan energi sihir, menjadi Rumput Ulat.
Misi Asap juga tepat berubah: "Menyelesaikan misi, hadiah satu Peri Serangga Gandum."
Terhadap kelahiran Kutu Gandum, Lyu sangat gembira karena gandum adalah tanaman pangan terpenting, Kutu Gandum yang bisa meningkatkan produksi biasanya dihargai melebihi 4000 koin emas di pasar.
"Sebelum Festival Tahun Baru, hampir setahun aku hanya dapat lima peri serangga: Ulat Kacang, Peri Longkui, Tomat Serangga, Kelapa Wangi Serangga, dan Rumput Jagung; Setelah Festival, belum genap setahun aku sudah dapat sembilan: Kutu Gandum, Peri Apel, tiga Peri Karet, empat Peri Buah Darah Ular."
Meski varietas mungkin tidak banyak, jumlahnya jelas-jelas mencukupi, terutama Peri Karet dan Peri Buah Darah Ular yang datang berkelompok.
Beberapa hari yang lalu, Rubber Worm untuk kedua kalinya mengaktifkan Tri-Phase Force, memperbaiki pohon karet di sekitar perkebunan ke kondisi terbaik, secara signifikan meningkatkan kecepatan dan kuantitas panen karet.
Kota Pelabuhan telah menggunakan air karet untuk membangun rumah dan jalan.
Ini akan menjadi kota kecil pertama yang dimodernisasi di bawah kepemimpinan Liszt.
Kabut di depan mata perlahan membentuk tulisan ular baru: "Misi: Mungkin dalam pencarian terburu-buru, kamu belum menemukan makna liontin koin perak ini. Ini bukan koin biasa, telah diberkati energi sihir yang mungkin bisa membangunkan Penyihir baik yang tak sadarkan diri. Hadiah: Penyihir dalam kesulitan."
Pandangan tiba-tiba menjadi terang.
Tanpa ragu, Liszt langsung pergi mengunjungi penyihir yang koma di kota kecil itu.
"Kalian jaga di luar, jangan ganggu proses pengobatan penyihir ini." Setelah mengusir pelayan pria dan ksatria pengawal, dia langsung mendekati ranjang dan memandang Christine yang sedang dirawat oleh beberapa wanita.
Saat pertama kali ditemukan, wajahnya pucat tanpa kecantikan alami, seperti mayat hidup.
Kini pipinya sudah kemerahan, meski kecantikannya masih termasuk level biasa. Dalam skala 10 poin, Liszt hanya memberi nilai pas 6.
Liontin koin perak di lehernya masih tergantung.
Saat sebelumnya dia memeriksa, tidak menemukan keanehan pada koin perak ini. Paling-paling materialnya agak khusus, mungkin terbuat dari logam magis Mithril yang paling ringan. Sekarang karena misi asap mengingatkan, dia mengaktifkan Mata Magis, mengamati dengan cermat, dan mencoba menyuntikkan energi tempur.
Begitu energi tempur disuntikkan, beberapa pola energi magis tiba-tiba berpendar di permukaan koin perak.
Kemudian terdengar suara penyihir yang sedang melantunkan mantra, bagaikan musik surgawi, tapi tidak bisa dipahami isinya, hanya pengulangan beberapa suku kata.
"Apakah ini Bahasa Bulan?" Liszt berusaha menangkap melodi itu, "Menurut catatan beberapa buku sihir, penyihir Kekaisaran Bulan kuno bisa menggunakan mantra berkah. Apakah melodi ini adalah mantra berkah?"
Kekaisaran Bulan adalah "sumber" segala peradaban berbagai negara.
Para penyihir juga menggali sihir era Kekaisaran Bulan sebagai kesenangan. Mereka gemar meneliti Bahasa Bulan, dan berpendapat bahwa semua bahasa negara adalah warisan dari Bahasa Bulan, banyak kosakata hanyalah varian Bahasa Bulan.
Sekarang, mantra berkah Bahasa Bulan bergema.
Memang terdengar sangat merdu.
Liszt tak sadar mulai terbuai, tapi tetap mengamati koin perak dengan Mata Magis. Pola energi magis di koin itu seperti senar musik yang bergetar, setiap getaran menghasilkan nada Bahasa Bulan. Perlahan, energi sihir di udara tampaknya terpengaruh oleh mantra berkah, mulai berkumpul seperti riak air.
Akhirnya, energi terkumpul ini mulai menyapu tubuh penyihir yang sedang koma.
Setelah beberapa saat.
Doa berkah menghilang, kilau koin perak pun semakin memudar. Liszt mencoba menyuntikkan energi tempur lagi, namun tak bisa memicu doa baru. Tiba-tiba, penyihir yang sudah koma lebih dari seminggu ini batuk lembut.
"Ahem."
Dia belum siuman, tapi kelopak matanya mulai berkedut.
Liszt merapikan Frac*Habillé-nya, menyungging senyum bangsawan yang sempurna, dalam hati berpikir: "Meski misi asap ini curang dengan memberikan penyihir yang sudah ada di tanganku sebagai hadiah. Tapi setidaknya bisa membangunkan Chris secepatnya."
……
Dunia suram itu tak berujung.
Dia merasakan tubuhnya lemas tak berdaya, kepala seperti dihantam palu besar. Pusing, lemah, mual, tak bisa berkonsentrasi.
Ingin kabur tapi tak tahu kemana, hanya bisa berjalan tanpa tujuan dalam kegelapan, semakin lelah dan putus asa.
Tiba-tiba suara samar terdengar di telinganya. Seperti air jernih mengaliri seluruh tubuh, membasahi setiap pori. Kesadarannya yang buram mulai jernih, dunia gelap tiba-tiba diterangi lampu yang menandai pintu keluar jalan.
Dia berlari sekuat tenaga menuju cahaya di ujung jalan itu.
"Tidak ingin lagi tenggelam dalam kegelapan yang tak berujung, akhirnya dia berlari menuju pintu keluar. Cahaya di sana begitu terang menyilaukan, memaksanya menutup mata.
Tapi dia tetap melesat ke depan tanpa ragu.
Sebuah dunia baru terbentang di hadapannya - sebuah pondok kayu sederhana. Tanpa hiasan berlebihan, tapi terdapat pria tampan dengan mata biru bagai permata yang tersenyum dengan keanggunan tertinggi, memandangnya dengan tenang. Saat pandangan mereka bertemu, seolah jiwa mereka saling menembus.
"Ah..." Suara keluar dari tenggorokannya yang serak parah.
"Kamu sadar." Pria tampan itu bersuara dengan nada merdu yang sedikit berkarakter.
Aura elegan, suara lembut, dan sorot mata yang menembus jiwa ini bagai mimpi, membuatnya merasa baru lepas dari mimpi buruk masuk ke mimpi indah: "Aku..." Suaranya masih serak, tak mampu menyusun kalimat utuh.
Faktanya seluruh tubuhnya masih dalam kondisi kehilangan konsentrasi, kesadaran belum sepenuhnya pulih.
"Senang kamu sudah sadar. Mungkin belum sepenuhnya paham, setelah menyelamatkanmu dari laut, kamu sudah koma selama lebih dari seminggu." Senyum pria itu bagai sinar matahari menghalau kabut, "Kondisimu belum pulih total. Akan kusuruh orang merawatmu, kita bicara setelah kamu benar-benar sadar."
Dia berbalik dan pergi. Tak lama kemudian, beberapa wanita berpenampilan rakyat jelata masuk.
Kasar-kasar mengangkatnya, ada orang yang menggosok wajahnya dengan handuk sekuat tenaga sambil bertanya, "Nona Penyihir, apakah Anda sudah merasa lebih baik?"
Ada juga yang mengepang rambutnya dengan tenaga hampir mencabut helaian rambut, sambil berbicara, "Saat Tuan Lord yang Agung dan Berbelas Kasih menyelamatkanmu, rambutmu sudah acak-acakan. Aku tidak tahu cara Anda mengikat rambut, jadi cuma bisa membuat kuncir kuda dulu."
"Aku..." Dia benar-benar tak bisa membantah setelah diterus-terusin, akhirnya mengatupkan gigi menyelesaikan kalimat, "Bisakah aku berbaring lagi sebentar? Aku agak pusing."
