Busur Bayangan Cepat dipastikan Liszt akan menggantikan busur kayu keras berkudanya, namun untuk sementara busur lama masih harus dibawa karena ia perlu waktu untuk membiasakan diri dengan efek Busur Bayangan Cepat.
Perubahan karakter Senjata Elf Kecil ini hanya satu kata——cepat.
Tarikan cepat, panah melesat, sehingga penguasaannya terhadap 《Panah Ganda》 harus diwujudkan melalui Busur Bayangan Cepat dengan banyak latihan.
Tiga set baju zirah mithril langsung ia coba kenakan.
Memilih satu set baju zirah mithril yang paling pas, lalu mengganti baju zirah baja berkualitas tingginya.
Dua set lainnya, yang lebih besar langsung diberikan ke Markus. Sebagai guru pelajaran ksatria, Liszt memang cenderung memihaknya. Markus yang menerima baju zirah mithril itu langsung bersemangat, melontarkan pujian tidak tulus dan sumpah kesetiaan.
Ksatria lain penuh iri dan dengki pada Markus, tapi tak berani mencibir karena menurut sistem negara daratan, Markus pada dasarnya adalah Chief Knight Liszt.
Chief Knight mendapat hadiah lebih baik, ini sudah seharusnya.
“Untuk set yang lebih kecil, Liszt langsung menghadiahkannya ke Paris: "Dengan mengenakan baju zirah mithril ini, sebagian besar serangan bisa ditahan, keamananmu juga lebih terjamin. Lagipula baju zirah mithril sangat ringan, tidak akan terlalu mengganggu gerakanmu."
“Terima kasih, Tuan Baron.” Paris tersenyum sambil menerima baju zirah itu.
Segera kembali ke ruangan dan mengenakan baju zirah mithril tersebut.
Baju zirah itu menutupi bentuk tubuhnya, namun menambah kesan anggun.
“Bagaimana rasanya?” tanya Liszt.
“Cukup pas, hanya bagian dada ini agak ketat, bernapas tidak begitu nyaman.” Paris menggeser bagian dada baju zirahnya sambil mengerutkan kening.
Liszt tentu mengerti alasannya: “Ini baju zirah pria, sementara pakailah dulu. Setelah kembali ke Kota Bunga, biarkan tukang jahit dan pandai besi memodifikasi baju zirah ini, longgarkan sedikit jahitan di bagian dada, seharusnya tidak akan mengikatmu lagi.” Payudara besar juga merupakan masalah tersendiri.
Seolah menyadari topik ini agak tidak wajar, Paris mengalihkan pembicaraan: “Saya tetap tidak suka pakai baju zirah, baju zirah kulit lebih cocok dengan gaya bertarung saya.”
Liszt berkata tenang: “Kalau begitu setelah kembali, serahkan baju zirah mithril itu padaku untuk mempersenjatai tim ksatria saya. Aku akan menyuruh orang membuatkan set baju zirah kulit dari kulit ular laut raja berkepala enam untukmu.”
“Tuan Baron, bukankah ini terlalu berharga?” tanya Paris.
“Peralatan diciptakan untuk digunakan manusia. Jika mereka bisa melindungi keselamatanmu, berarti eksistensi mereka sudah bernilai.” Liszt menunjukkan senyuman tenang, “Jangan lupa, kamu adalah pengawal pribadi yang kupekerjakan. Jika aku dalam bahaya, aku masih perlu pertolonganmu.”
Sorot mata Paris bersinar: “Aku takkan membiarkan Tuan Baron terjebak dalam bahaya!”
“Aku percaya.”
Pandangan mereka saling bertemu.
Ekspresi Liszt masih tetap tenang, sementara pipi Paris memerah seperti semburat senja. Setelah batuk kecil, barulah dia berbicara: “Kalau begitu, aku kembali ke kamar untuk istirahat dulu.” Mungkin dia sendiri tak menyadari, suaranya yang biasanya tegas kini terasa lebih mencair.
Memandang Paris pergi.
Liszt menghela napas lega, matanya menyapu keempat dinding ruang perpustakaan. “Ruang perpustakaan tanpa buku? Benar-benar orang barbar!” gerutnya kesal.
……
Ordo Ksatria Hitam beristirahat di kastil tak bernama, berpesta pora.
Persediaan makanan dan dendeng melimpah di sini, tak hanya memenuhi kebutuhan para ksatria tapi juga mengisi kembali logistik yang habis beberapa hari sebelumnya. Perang antar ksatria biasanya berakhir dengan perampasan total oleh pemenang. Tapi kali ini ada larangan dari Sang Adipati Agung, sehingga hasil jarahan tak bisa dibagi-bagi. Mereka hanya bisa menyelundupkan sedikit emas-perak, lalu melahap sebagian bahan pangan sebelum pergi.
Sisa logistik disegel dan diserahkan ke Ordo Ksatria Sang Adipati Agung.
Nanti saat pembagian penghargaan berdasarkan prestasi perang, mungkin akan ada jatah sedikit.
Tidur siang sebentar.
Memulai rutinitas harian wajib mengonsumsi obat, sekaligus mempercepat progres latihan "Penurunan Energi". Dia telah merasakan manfaat teknik rahasia energi tempur ini. Kecepatan kebocoran energi tempur dalam tubuhnya mulai melambat, efek obat pun meningkat, membuatnya terbuai tak bisa melepaskan diri.
Saat senja, ketika hendak berlatih Busur Bayangan Gesit, ksatria pengawal Philip membawa kabar baik: "Yang Mulia, ulat jelai sudah menetas!"
Tanpa keraguan sedikit pun.
Langsung memimpin Tim Ksatria Kota Bunga bersama Doson, berlari menuju ladang jelai.
Sesampainya di ladang, mereka melihat kekacauan. Beberapa ksatria pengawal yang ditugaskan di sana sedang menghadapi monster campuran burung unta dan ayam jago raksasa. Melihat kedatangan Liszt, monster itu langsung kabur.
Namun sepertinya tertarik oleh sesuatu, burung aneh ini hanya lari ke semak-semak dekat situ, terus memandangi ladang jelai.
Liszt mendekati Rumput Ulat, tidak langsung mengontrak ulat jelai. Matanya tertuju pada burung aneh yang mondar-mandir di tepi semak.
Pikiran melintas: "Inikah Hadiah Misi Asap untukku - Beast Naga Tingkat Rendah: Burung Darat?"
Soal bentuk, tidak melampaui imajinasinya. Postur sebesar burung unta, tubuh gemuk seperti ayam jago, ditambah bulu warna-warni yang terlihat cukup spektakuler.
“Leher yang ramping, kepala seperti dinosaurus, paruh segitiga yang besar dengan tepian bergerigi seperti dipenuhi gigi.”
“Kaki yang sangat tebal, ditutupi bulu lebat, dan sangat panjang, diperkirakan minimal satu meter. Tinggi total Burung Darat sekitar dua setengah meter, dengan tubuh hanya setengah meter, kaki satu meter, leher plus kepala satu meter. Ini membuatnya terlihat agak aneh.”
“Sekarang, bagaimana cara aku menangkapnya?”
Pikiran itu melintas.
Dia bertanya pada ksatria pengawal: “Apa yang terjadi tadi, ada apa dengan burung ini?”
“Yang Mulia, kami sedang menjaga ulat jelai. Begitu ulat jelai menetas, burung ini tiba-tiba menyambar ingin memakannya. Paruhnya sangat tajam dan gerakannya cepat sekali, kami hampir tak sanggup melawan.” Xavier menjawab dengan malu.
Beberapa orang kalah melawan seekor burung - memang memalukan. Karena Burung Darat tak pernah melepaskan mantra, mereka tak menganggapnya sebagai Warcraft. Seandainya iya, pasti sudah kabur, ksatria magang takkan sanggup melawan Warcraft.
Tapi setelah mendengar jawaban Xavier.
Liszt masih ragu: “Kalian bisa mengalahkannya?”
Burung Darat adalah Makhluk Naga tingkat rendah. Dari segi kekuatan, meski tak sebanding Warcraft menengah, tak terlalu jauh bedanya.
Xavier menggaruk kepala: “Yang Mulia, burung ini memang kuat seperti ayam jago raksasa, tapi selain mematuk dengan paruh, tak ada serangan berarti.”
"Hanya bisa mematuk dengan mulut, makhluk naga yang tak bisa dipahami."
Liszt melihat burung darat tidak melarikan diri, lalu menenangkan Doson yang hendak menangkap burung itu. Ia lebih dulu mengontrak ulat jelai. Serbuk giok dan kotak giok selalu dibawanya. Setelah menaburkan sedikit serbuk giok, ia mengulurkan jari. Ulat jelai segera menggigit jarinya, kontrak berhasil.
"Si kecil, kemarilah, ambil rumput ulatmu."
Ulat jelai patuh membuka mulutnya. Rumput ulat jelai menyusut sekejap seperti rekaman terbalik, berubah menjadi butir jelai yang terbang keluar dari tanah dan masuk ke mulut ulat jelai, lalu menghilang.
Setelah menyimpan ulat jelai yang lelah ke dalam kotak giok dan memberikannya pada ksatria pengawal, perhatian Liszt beralih ke burung darat yang masih berkeliaran.
"Tidak menggunakan sihir, kekuatan serangan begitu lemah sampai-sampai ksatria magang pun tak bisa dibunuh. Ini... mungkin seekor anak burung?"
