Ketika zaman memilih ksatria untuk menguasai dunia, pasti ada alasannya. Situasi pertempuran saat ini dengan jelas menunjukkan kelemahan para penyihir.
Saat Ordo Ksatria menyerbu, saat Sky Knight melayang di udara, energi sihir bebas di atmosfer menjadi kacau-balau. Penyihir Besar sama sekali tidak bisa melepas sihir andalan mereka.
Serangan balik Kastil Dusong yang tampak menggunung itu, lenyap seketika bagai asap. Hanya tinggal teriakan para ksatria.
Panah bermuatan energi tempur terus menghujam dinding Kastil Dusong. Batu-batu keras yang direkatkan sari ketan, terkelupas lapis demi lapis. Hanya ada sedikit serangan panah dari dalam kastil. Di bawah kepungan hampir 10.000 ksatria di luar, mereka sama sekali tak mampu membalas, tertekan sampai sesak nafas.
Apalagi ada Sky Knight yang melakukan bombardir presisi. Saat melayang, pedang besar mereka mengayun bebas - setiap serangan berhasil memukul balik perlawanan terakhir yang tersisa.
Situasi pertempuran persis seperti yang dibayangkan semua orang sebelum pesta makan malam dua hari lalu - situasi yang sangat timpang.
Kastil Dusong di ambang kehancuran.
Li yang cuma ikut-ikutan, melihat kastil itu dihajar udara oleh Sky Knight dan darat oleh Earth Knight, serangan gabungan darat-udara yang siap menghancurkannya setiap saat, dalam hati gelisah: "Ini tidak mungkin! Sama sekali berbeda dengan yang kubayangkan! Marquis Banteng tak punya daya melawan!"
Para ksatria dari Ordo Marah itu, semuanya ditekan di dalam kastil, tak berani menampakkan kepala.
Penyihir dari Perkumpulan Kambing bahkan menghilang tanpa jejak.
Hitungan mundur berakhirnya perang.
Tik... tik... terus berbunyi.
"Sial, ternyata tebakanku meleset!" Emosi Liszt hanya bertahan beberapa detik, lalu dia mengangkat busur bayangan gesitnya sambil berteriak, "Ordo Ksatria Hitam, serang Benteng Juniper habis-habisan!"
Ini jelas upaya merebut jasa perang.
Kalau tidak sekarang, kapan lagi?
Tiga anak panah bermuatan energi tempur elemen api melesat ke dinding Benteng Juniper, menjatuhkan batu besar. Liszt menggelengkan kepala tak puas, lalu bersiul memanggil Doson yang menyamar di tengah Ordo Ksatria Hitam——beberapa hari terakhir ini, Doson terus jadi pusat perhatian.
Banyak bangsawan yang mengunjungi Doson dengan dalih bersosialisasi.
Sebenarnya memelihara Warcraft menengah untuk bertarung bukan hal aneh. Banyak tunggangan Sky Knight adalah Warcraft, bahkan ada Warcraft menengah yang bisa terbang.
Tunggangan Marquis Ketan Putih* Ramires adalah Warcraft menengah Kumbang Tyrant yang bisa terbang dan mengeluarkan petir. Saat ini dia berdiri di atas kepala kumbang itu, sambil menggunakan seni tempur sekaligus memerintahkannya melepaskan petir——keuntungan Warcraft adalah bisa menggunakan energi sihirnya sendiri untuk melepaskan mantra.
Tentu saja Doson juga bisa melepaskan mantra.
"Doson, Granat Batu!"
Ddorrr!
Batu-batu raksasa menghantam dinding Kastil Dusong, menciptakan banyak retakan. Dalam hal kemampuan pengepungan, Doson bisa menertawakan semua orang di sini sebagai sampah.
Ddorrr!
Ddorrr!
Ddorrr!
Dengan serangan granat batu Doson dan hujan panah yang terus menerus, bagian dinding kastil yang menjadi sasaran utama Ordo Ksatria Hitam segera runtuh membuka celah kecil. Ksatria Ordo Kemarahan berdiri di celah, menggunakan perisai untuk bertahan dan mencegah serbuan ksatria.
Doson terengah-engah, energi sihirnya habis.
Li Siter memegang Busur Bayangan Cepat, terus menembak dengan harapan bisa mengambil beberapa kepala manusia dari jarak jauh.
Tiba-tiba, sudut matanya melihat Pangeran Utama turun dari langit dan mendarat di sampingnya. Ekspresi di bawah masker tidak terlihat jelas, sorot matanya juga tertutup bayangan matahari. Namun suara Pangeran Utama terdengar bersemangat: "Kau adalah Li Weis, putra Li William?"
"Li Weis adalah kakakku. Aku Li Siter, putra kedua Bangsawan Li William!"
"Aku pernah mendengarmu, Li Siter!" Pangeran Utama hanya mampir sebentar untuk istirahat - Sky Knight tidak bisa terbang lama. "Anjing yang kau ternakkan ini bagus. Saat Kastil Dusong jatuh, kau akan dapat jasa perang penting!"
"Terima kasih Pangeran Utama!" Li Siter segera mengubah nada bicaranya menjadi penuh semangat. "Siap membela Keluarga Safir sampai titik darah penghabisan!"
"Bagus!"
"Pangeran Besar selesai bicara, kembali terbang ke langit dengan lincah, langsung menuju celah yang diblokade oleh Ordo Ksatria Kemarahan. Pedang panjangnya diayunkan dengan ganas, energi tempur es membekukan sekejap mata banyak paku es, bersama dengan tebasan pedangnya menghantam para ksatria di celah itu.
Dug!
Perisai yang dipegang belasan Knight Bumi elite berhasil digoyang olehnya dengan keras, membuat mereka terjatuh di koridor kastil.
Tapi sebelum Pangeran Besar bisa masuk, tiba-tiba kilatan pedang hijau kebiruan menyembul dari dalam, langsung menuju Pangeran Besar.
Dang!
Pangeran Besar mengangkat pedangnya untuk menangkis serangan mendadak itu, suaranya dingin menusuk: "Antus, apakah kau juga seperti ayahmu, mengkhianati Keluarga Safir?! Persahabatan masa lalu, sudahkah kau lupakan semuanya?! Sekarang kuberi kesempatan, menyerahlah padaku, aku jamin kau bisa bertahan hidup!"
Di seberang yang menyerang diam-diam itu ternyata putra Marquis Banteng, Antus*Safir, juga seorang Sky Knight setingkat Sword Saint.
Gelarnya adalah Sword Saint Angin Topan.
"Keputusan ayah adalah keputusanku!" Antus membalas dingin sebelum mundur ke celah, terus memanggil Knight Bumi elite untuk memblokade celah.
Kekecewaan, keputusasaan.
Pangeran Besar yang telah mendarat wajahnya membeku, berteriak: "Serang, semua serang! Dalam setengah jam aku ingin melihat Kastil Dusong jatuh!"
Dentuman!
Di sekitar celah kastil, pertarungan mencapai puncak kepanasan.
Para Sky Knight berulang kali menyerang celah, bertempur jarak dekat dengan Sky Knight di Benteng Dusong, masing-masing mengaktifkan seni tempur dari manual energi tempur tingkat lanjut. Meski situasi pertarungan sempat jalan di tempat, seiring dinding kastil yang terus runtuh, celah semakin melebar sehingga pertahanan ksatria di dalam Benteng Dusong semakin melemah.
Anak panah Li Site telah habis terlepaskan.
Saat ini ia mengendarai burung darat, menghentikan serangan, sedang mengagumi pertarungan para Sky Knight.
Puluhan hingga ratusan Sky Knight - hampir empat perlima dari total Sky Knight Kadipaten Safir - telah datang. Di sisi ini beberapa Sky Knight yang kehabisan energi tempur mendarat untuk pulih, di sisi lain beberapa Sky Knight baru segera bergabung dalam pertempuran. Mempertahankan tekanan terus-menerus terhadap Benteng Dusong.
Sang Pendekar Ombak Li William juga berada di antara mereka, sebagai Sky Knight tingkat Sword Saint, penampilannya sangat luar biasa.
Kecuali beberapa Sky Knight tingkat sempurna yang berpengalaman, ia bisa dikatakan salah satu yang terkuat di antara para Sword Saint.
"Pertempuran Benteng Dusong ini mungkin akan tercatat dalam sejarah Kadipaten Safir, ini adalah pertarungan epik!" Hati Li Site berdegup kencang, hampir tak sabar untuk segera kembali ke ruang perpustakaan Kota Bunga dan mengambil kembali buku sejarah kronologis 《Pertempuran Naga di Padang Liar》 yang tersimpan di rak tinggi untuk mulai menulis.
Mencatat pertempuran ini.
“……Kesatria Naga Liszt di masa mudanya pernah berpartisipasi dalam Pertempuran Kastil Juniper. Dengan berani memimpin pasukan, ia berhasil menerobos pertahanan Kastil Juniper sebagai Knight Bumi elite, menyelesaikan misi yang gagal dicapai sekelompok Sky Knight. Atas bantuannya, para ksatria dari Kadipaten Safir akhirnya berhasil merebut kastil tersebut.”
Lalu ia merasa perlu menambahkan: “Putra sulung Adipati Batu Safir sendiri menyampaikan rasa hormat yang mendalam kepada Liszt.”
Namun.
Saat semua orang mengira kemenangan sudah di tangan dan Kastil Juniper akan segera jatuh, tiba-tiba awan hitam bergulung-gulung di atas kastil. Sinar matahari menghilang di balik lapisan awan, langit pun mendadak menjadi muram. Sesaat kemudian, pancaran cahaya biru melesat dari menara tertinggi Kastil Juniper, menembus langsung ke dalam awan hitam.
Dentuman, dentuman guruh menggema di dalam awan kelam.
Perubahan drastis ini membuat semua ksatria menghentikan serangan. Mereka memandangi cahaya biru yang berkilauan itu. Suasana perang yang semula bergelora tiba-tiba membeku.
"Anthony, sebegitu rindukah engkau akan kematian pamamu?" Suara itu bergema di antara langit dan bumi, seolah berasal dari dalam kastil, tapi juga seperti muncul dari balik awan.
Pada detik berikutnya.
Cahaya meredup.
Ordo Ksatria Kemarahan di lubang tembok kastil tiba-tiba bersorak riang, membuka jalur transportasi. Beberapa belas detik kemudian, di lubang pertahanan itu muncul sosok tinggi menjulang.
Sosok setinggi dua kali lipat manusia normal.
Baju zirah hitam pekat membungkus seluruh tubuh dari kepala hingga kaki, namun pada bagian mata helm berbentuk kepala sapi menyala api biru yang terasa dingin dan kejam. Sosok tinggi itu memegang pedang besar melengkung, lebih tepatnya tulang besar berbentuk melengkung yang juga diselimuti api biru.
Baju zirah hitam pekat.
Api biru menyala.
Sosok raksasa setinggi dua orang ini memancarkan aura tekanan yang luar biasa besar.
Dia berdiri di sana, tapi tak satu pun ksatria berani menyerangnya - semua masih terpaku, pernah melihat manusia tinggi tapi belum pernah melihat manusia setinggi dua kali lipat normal.
Apalagi matanya bisa menyemburkan api biru.
Helm kepala sapi berputar setengah lingkaran menyapu pandang para ksatria di bawah tembok Kastil Dusong, terdengar tawa menghina: "Kawanan semut, benar-benar kawanan semut... Keponakanku Anthony*Safir, kemarilah berkenalan kembali dengan pamanmu sang abadi - Paman Andy Lich!"
