Tembok abu-abu pucat Kastil Longyu telah dihiasi bunga-bunga indah, ranting, dan pita sutra yang memperindah kemegahan kastil menjadi teramat suci.
Dua bendera raksasa berkibar di menara tertinggi kastil.
Satu bendera abstrak 'Longyu' keluarga Longyu, satu lagi bendera Naga Safir keluarga Safir, berdesir keras diterpa angin.
Bendera besar yang digantung sementara ini mewakili pernikahan politik antar keluarga bangsawan.
Di area luas depan pintu gerbang kastil, banyak pelayan sedang menyiapkan resepsi pernikahan. Detasemen ksatria lalu-lalang, bahkan orang yang terlihat seperti pejabat ikut campur memberi instruksi.
"Mereka adalah pelayan profesional istana dan pejabat urusan dalam negeri, serta ksatria Kavaleri Darah Biru. Mereka tidak hanya mengurus prosesi pernikahan, tapi juga bertanggung jawab atas keamanan, karena Adipati Agung akan hadir secara langsung dalam pernikahan Putri Manja dengan Meio Bo." Messiro*Panah Ubi menjelaskan.
Li William mengernyitkan alis setelah mendengar, wajahnya langsung berubah dingin: "Kavaleri Darah Biru yang mengurusi keamanan bisa dipahami, tapi mengapa prosesi pernikahan tidak mengikuti protokol Kastil Ubi Jalar? Ini adalah pernikahan nyonya rumah Kastil Ubi Jalar, meski yang dinikahi adalah putri bungsu Adipati Agung."
Durant dan Salck tidak menyahut.
Messiro juga terlihat canggung: "Ini adalah keinginan Ayah, beliau ingin memberikan penghormatan lebih pada Putri Manja."
"Keluarga Longyu yang berkontribusi lebih banyak pada kemuliaan ksatria-lah bentuk penghormatan sesungguhnya kepada Adipati Agung dan Putri Manja, bukan dengan cara seperti ini." Li William sangat tidak puas dengan campur tangan istana dalam protokol Kastil Ubi Jalar, "Aku perlu berdiskusi dengan Marquis Merlin. Messiro, apakah ayahmu ada di kastil?"
"Aku akan mengantarmu menemui Ayah. Durant dan Salck, tolong urus tamu-tamu."
Usai berbicara, keduanya segera memasuki kastil untuk mencari Marquis Merlin. Sementara itu, Nyonya Marui dan Li Dun mengikuti Wakil Kepala Rumah Tangga menuju ruang istirahat tamu. Identitas kedua orang ini cukup khusus - secara status mereka adalah saudara setengah darah Kastil Ubi Jalar, namun secara keturunan sama sekali tidak ada hubungan darah, bahkan terasa agak canggung.
"Li Weis, Li Weila, Liszt, ketiga kakak beradik ini tidak menganggap Kastil Longyu sebagai rumah orang lain."
Mereka menemui seorang kepala pelayan dan bertanya, "Di mana sepupu Meio Bo?"
"Tuan Muda Meio Bo telah pergi ke Kastil Songrong. Sang Pangeran telah mengawal Putri Manja untuk tinggal di sana menanti resepsi pernikahan," jawab kepala pelayan itu. "Keluarga Nona Melinda juga ikut Tuan Muda ke Kastil Songrong untuk merawat kebutuhan harian Putri Manja di sana."
Kastil Songrong adalah kastil lain milik Keluarga Longyu.
"Haruskah kita segera ke sana atau tetap tinggal di Kastil Longyu?" tanya Liszt.
"Dari Kastil Longyu ke Songrong hanya dua jam perjalanan kuda. Lebih baik kita ke sana. Aku belum pernah melihat wajah Putri Manja," kata Li Weila dengan bersemangat.
Li Weis menggelengkan kepala, "Aku harus tetap di sini. Ayah sangat tidak puas dengan campur tangan istana dalam proses pernikahan Keluarga Longyu. Mungkin nanti aku dibutuhkan. Kalian saja yang pergi, sampaikan salamku untuk Sang Pangeran."
Kemudian.
Liszt dan Li Weila berangkat menuju Kastil Songrong.
Saat tiba di Kastil Songrong, senja hampir tiba. Seluruh kastil dijaga ketat oleh Ksatria Ordo Darah Biru, melarang masuknya orang luar.
Kedua kakak-beradik itu menunggu hampir 10 menit di luar.
Barulah mereka melihat Meio Bo bergegas menyambut, "Li Weila, Liszt, kalian sudah sampai? Tidak beristirahat di Kastil Longyu? Kenapa datang ke Kastil Songrong?"
“Katanya Bibi Melinda sekeluarga dan kakak sepupu ada di sini, ditambah Sang Pangeran dan Putri kecil sudah menempati Kastil Matsutake, jadi kami datang.” Li Weila tak sabar berkata, “Di mana putri kecilnya, Kak? Ajak aku menjenguknya, aku tak sabar ingin bertemu calon kakak ipar.”
Meio Bo tersenyum: “Ikut aku.”
Memasuki Kastil Matsutake, tentu harus menghadap Sang Pangeran terlebih dahulu - meskipun Liszt dan Li Weila bukan bawahan Keluarga Safir, kesetiaan mereka hanya untuk Ayah Li William.
“Yang Mulia Sang Pangeran, senang bertemu kembali.” Liszt membungkuk memberikan penghormatan, tidak sok angkuh maupun pura-pura merendah.
Sang Pangeran jelas masih ingat Liszt: “Satu-satunya Viscount baru yang naik pangkat dalam Pertempuran Pulau Tapal Kuda, Liszt. Aku juga senang bertemu.”
Setelah beberapa basa-basi, Liszt dan Li Weila berpamitan.
Jurang status yang lebar dan hubungan non-bawahan membuat percakapan memang terbatas. Mereka mengikuti Meio Bo ke lantai dua kastil, di ruang piano lantai dua bertemu Bibi Melinda dan istri kakak sepupu Ross, Jiaqi*Xilanhua.
Tentu saja, beberapa sosialita bangsawan muda berpenampilan mencolok dengan pakaian mewah juga hadir.
“Semua sudah berkumpul, mohon tunggu sebentar untuk obrolan.” Meio Bo berseru keras.
Menarik perhatian seluruh hadirin: "Izinkan saya memperkenalkan... Ini sepupu saya, putri Count Li William, Baron Kota Elang Li Weila*Tulip; dan adik sepupu saya, anak kedua Count Li William, Viscount Pulau Kuda Hitam Liszt*Tulip. Ngomong-ngomong, gelar viscountnya berasal dari jasa perang feodal."
Warisan keluarga dan feodalisme berdasarkan jasa perang adalah dua konsep berbeda.
Satu mewakili identitas, satunya lagi mewakili potensi.
Meskipun status anak kedua memang canggung, kemampuan meraih gelar melalui perjuangan pribadi justru lebih menarik perhatian - semua orang menyukai ksatria dengan kekuatan lebih besar.
Setelah memasuki ruangan, Liszt merasakan sorot mata sosialita bangsawan yang berbinar saat melihatnya.
Ketika Meio Bo menjelaskan gelarnya berasal dari jasa perang, kilau di mata para sosialita bangsawan itu semakin terang.
"Aku pernah dengar tentangmu, Liszt. Viscount baru yang naik pangkat dalam Pertempuran Pulau Tapal Kuda, pengembangbiak Warcraft menengah." Seorang sosialita bangsawan berbicara cepat, matanya tak berhenti menyapu tubuh Liszt.
Meski hanya mengenakan zirah kulit sederhana alih-alih Frac*Habillé mewah, aura-nya tetap mencolok.
Melihat sosialita itu sudah memulai pembicaraan, Meio Bo pun memperkenalkan kepada Li Weila dan Liszt: "Ini Glashütte*Maple Leaf, adik Marquis Kota Maple Merah."
Marquis Kota Maple Merah Green Denton*Maple Leaf, dulunya adalah atasan langsung Liszt dalam Pertempuran Pulau Tapal Kuda.
Green Denton adalah suami Putri Utama Anne*Safir, jadi wajar jika adik perempuannya Glashütte menjadi sahabat Putri Bungsu.
"Senang bertemu Anda, Nona Glashütte yang cantik." Liszt tersenyum sambil membungkuk, berbicara bertentangan dengan hati nuraninya karena Glashütte di hadapannya tidak cantik.
Setidaknya dalam selera Liszt, wajahnya termasuk kategori orang biasa.
Meio Bo melanjutkan perkenalan: "Ini Sarando*Bunga Besar, putri Marquis Kota Pasir Berjalan, dia sudah punya pasangan... Ini Joanna..."
Beberapa sosialita diperkenalkan berturut-turut, semuanya keturunan bangsawan besar.
Orang sejenis berkumpul, hanya anak-anak bangsawan besar yang layak menjadi sahabat Putri Bungsu.
Terakhir, Meio Bo mendekati perempuan cantik yang duduk di depan piano, menggenggam tangannya dan memperkenalkan dengan khidmat: "Li Weila, Liszt, perlukah aku lanjutkan perkenalan... Angela*Safir, tunanganku, nyonya masa depan Kastil Ubi Jalar, istri kakak kalian di masa depan."
"Senang bertemu Yang Mulia Putri." Kakak-beradik itu tersenyum memberi hormat.
Sosialita paling terkenal di Kadipaten Agung akhirnya bertemu langsung, dan akan segera menjadi saudara setengah darah.
