Masalah dan kekhawatiran di Pulau Kepiting Merah tidak mempengaruhi Liszt yang sedang melakukan pelayaran mencari Pulau Dodo.
Setelah mengatur dengan cermat empat permata dimensi, menyiapkan semua logistik bertahan hidup mulai dari Warcraft, susu, ramuan ajaib, senjata, hingga teh yang sudah diseduh. Kemudian melakukan inspeksi ke Pulau Kuda Hitam, Kota Bunga, serta perairan sekitarnya, dan mengadakan dua rapat untuk mengatur tugas pembangunan wilayah.
Setelah semua persiapan selesai, barulah dia memberi tahu Ake, lalu menunggangi paus pelangi Ros untuk melakukan pencarian ke arah utara laut.
Di sebelah utara dan barat Laut Biru Berkilau adalah Laut Iblis, legenda mengatakan di Laut Iblis terdapat iblis yang berkeliaran, bahkan kesatria naga pun tidak bisa melewatinya. Kadipaten Safir telah berdiri di kepulauan ini selama 153 tahun, namun selain membuka rute pelayaran Laut Biru Berkilau, hampir tidak ada yang membuka jalur pelayaran ke arah Laut Iblis.
Jadi.
Pulau Karang dan Pulau Air Panas pada dasarnya merupakan batas paling utara eksplorasi manusia.
"Pulau Dodo termasuk jenis pulau yang meskipun diketahui orang, tidak akan menimbulkan pendapat apa pun, sehingga tidak ada peta navigasi yang mengarah ke pulau ini."
"Ake hanya bisa menggunakan pengetahuan navigasi yang dikuasainya serta kedekatan alaminya dengan laut untuk memandu Liszt mengeksplorasi lautan luas tak bertepi."
"Dengan jarak 800 kilometer, ditambah waktu makan, istirahat, dan penundaan lain selama perjalanan, pada dasarnya dibutuhkan 12 jam untuk mencapai wilayah yang telah ditentukan."
"Kakak, sesuai peta yang kita gambar sebelumnya, sekarang kita perlu mulai dari sini dan terus melakukan pencarian di perairan ini."
"Aku sebelumnya menemukan satu masalah."
"Masalah apa?"
Liszt berkata: "Perairan ini memiliki kedalaman yang sangat besar. Menurut formasi pulau pada umumnya, harus berada dalam radius landas kontinen, atau terbentuk dari letusan gunung berapi, atau akumulasi terumbu karang yang terus-menerus." Kepulauan Kadipaten Safir pada dasarnya termasuk pulau landas kontinen.
"Luas wilayahnya besar dengan jumlah pulau yang banyak."
"Perairan Laut Biru Berkilau relatif dangkal, kedalaman rata-rata hanya ratusan meter, tidak ada yang melebihi kilometer. Di perairan beberapa ratus kilometer sebelah barat Pulau Karang, mulai muncul zona air dalam yang melebihi 1.500 meter. Liszt menduga mungkin Pulau Karang dan Pulau Kuda Hitam sudah berada di tepi landas kontinen."
"Sedikit lebih ke luar lagi, sudah termasuk lereng benua."
"Lereng benua yang miring menurun langsung menuju dasar samudera, di sana terdapat dunia bawah laut yang sebenarnya."
Tentu saja Liszt bukan ahli geografi maupun oseanografer. Pengetahuannya tentang paparan benua, lereng benua, dan sejenisnya hanya setengah-setengah. Ia juga tidak bisa menjelajahi perairan dalam secara langsung, mengingat dia hanya bisa menyelam hingga kedalaman ratusan meter. Bahkan Ake sang sirene hanya mampu menyelam hingga 1.500 meter.
Seribu lima ratus meter jelas tidak mencapai dasar laut sebenarnya.
Pada dasarnya Laut Biru Berkilau adalah perairan paparan benua, sedangkan Laut Iblis merupakan laut dalam sesungguhnya. Makhluk apa yang hidup di sana, tak seorang pun tahu.
Pikiran kacau melintas sekejap, dia melanjutkan: "Pulau Dodo seharusnya termasuk kategori pulau vulkanik tipikal. Untuk menemukannya, sebenarnya bisa dilihat dari denah lokasi dasar laut... Gunung berapi yang meletus dari dasar laut akan membentuk lereng landai. Temukan pola denah seperti ini, maka secara alami kita akan menemukan Pulau Dodo!"
Sambil berkata, dia mengeluarkan kertas kulit tebal, tinta, dan pulpen angsa, lalu menjabarkan skema di punggung Rose.
Setelah mengamati dengan cermat, Ake mudah memahami maksud Liszt: "Hm, Kakak, Ake mengerti. Selanjutnya Ake akan mencari dasar laut dengan teliti. Kakak tunggu Ake di permukaan laut saja." Liszt tak bisa menyusup ke dasar laut, Ake-lah anggota utama pencarian.
Meskipun sudah ada metode.
Mencari Pulau Dodo tetap tidak menjadi mudah.
Walaupun Ake sudah menyelam ke dasar laut lebih dari 800 meter, dia tidak bisa menyimpulkan denah lokasi dasar laut yang naik-turun tidak beraturan.
"Cari pelan-pelan saja, aku sudah siap menghabiskan seminggu di perairan ini." Liszt yang sedang berbaring tidur di sekoci menghibur Ake yang tampak gelisah.
Sekoci tentu disimpan di dimensi permata.
Selama energi tempurnya bisa membungkus sekoci, maka bisa dimasukkan ke dimensi permata. Dia bukan ikan, tak bisa tidur di laut, jadi harus membawa kapal untuk tidur. Dengan Mutiara Penenang Angin dan Mutiara Penenang Air, ombak besar takkan mempengaruhinya.
Kerang besar Ake mengambang di samping sekoci, matanya memandang penuh kekaguman ke arah Rose yang berenang di kejauhan: "Andai Ake bisa tidur seperti Rose..."
Rose adalah hewan dari keluarga lumba-lumba. Saat tidur, ia menutup sebelah mata sambil terus berenang. Otak kirinya dan kanannya bergantian tidur, menjaganya takkan tenggelam meski tertidur.
"Aku tak iri Rose. Saat tidur ya harus bebas, yang terbaik adalah tak memikirkan apapun." Liszt menatap ke arah cahaya bintang di langit, lalu bertanya santai, "Ake, tahukah kamu apa itu bintang di langit?"
"Bintang?" Ake menggelengkan kepala, "Tak tahu, apakah itu batu yang bersinar?"
"Setiap bintang adalah matahari."
"Matahari?"
"Ya, bintang-bintang yang bersinar sebagian besar adalah bintang seperti matahari, hanya beberapa yang mungkin planet yang mengelilingi matahari. Dunia tempat kita berada ini adalah sebuah planet... Tentu saja, ini semua masih dugaan saya." Liszt tidak berani membuat pernyataan mutlak.
Dia tidak bisa menjamin bahwa dunia ini benar-benar berbentuk planet, bagaimana jika konsep langit bulat dan bumi datar yang berlaku?
Bagaimana jika seluruh dunia ini ditopang oleh kura-kura raksasa?
Tentu saja ini tidak menghalanginya menggunakan pengetahuan astronomi biasa dari Bumi untuk pamer di depan gadis sirene kecil. Terutama teori ledakan dahsyat kosmos yang membuat sirene kecil itu terdiam terpana. Namun setelah terkesima, dia tampak termenung, bahkan obrolannya terasa kurang fokus.
Melihat hal ini, Liszt juga kehilangan minat untuk terus membual tentang teori ledakan dahsyat kosmosnya yang setengah benar setengah ngawur.
Dalam hati dia bergumam, "Sepertinya kondisi Ake ini terinspirasi oleh teori ledakan dahsyat kosmos yang kubicarakan untuk latihan sihirnya?"
"Jika benar demikian, maka bakatnya benar-benar tak masuk akal!"
Sambil berpikir demikian, dia memilih untuk diam dan menikmati bintang-bintang sendirian. Di langit berbintang gemerlap, Bima Sakti tergantung megah, entah itu galaksi kita atau galaksi lain.
Pikirannya melayang jauh, terpisah dari raga.
Saat ini juga.
Dari kejauhan tiba-tiba terdengar suara "Plek" ombak besar menghantam, menariknya kembali ke realitas. Dia menoleh tajam ke arah suara. Malam yang gelap membuat penglihatan terbatas, sepertinya ada gerakan ikan besar yang sedang mengobrak-abrik laut. Suara sebesar itu pasti berasal dari ikan raksasa.
Segera dia mengaktifkan Mata Magis, berusaha memeriksa apakah itu Warcraft laut.
Sesaat kemudian.
Pandangannya diisi cahaya biru-putih berkilauan - seekor paus raksasa terbentuk dari energi sihir, dengan konsentrasi magis yang jauh melebihi semua Warcraft dan monster laut yang pernah dilihatnya.
Makhluk itu berguling-guling di permukaan laut, dengan santai menepuk-nepuk air sambil berenang mendekati posisinya.
Dia langsung melompat berdiri, bulu kuduknya meremang: "Energi magis seintens ini... Jangan-jangan ini Warcraft laut level tinggi?"
